Suku Dayak Tengon

Suku Dayak Tengon (Bi Hngon, Bidayuh Kumba), bermukim di perkampungan Tengon, yang berada di dataran tinggi atau puncak bukit, dengan suhu udara yang selalu sejuk. Populasi suku Dayak Tengon diperkirakan sebesar 1.068 orang menurut sensus 1998.

Suku Dayak Tengon tersebar di perkampungan yang terdiri dari 5 kampung, yaitu kampung Tengon Kulum, kampung Tengon Pelai’, kampung Tengon Upas, kampung Tengon Kadik I (Bakguh) dan kampung Tengon Kadik II (Nyaloi), seluruh perkampungan ini berada di provinsi Kalimantan Barat.

Suku Dayak Tengon berbicara dalam bahasa Tengon yang disebut juga sebagai bahasa Badeneh, kadang disebut juga disebut sebagai bahasa Bidayuh atau bahasa Kumba. Bahasa Tengon memiliki ciri khas yang berbeda dengan bahasa-bahasa dayak lain, suara yang dikeluarkan ketika berbicara lebih banyak melalui hidung (sengau). Secara karakter bahasa ini dikelompokkan ke dalam rumpun bahasa Bidayuhik.

Istilah Bi Hngon berarti "orang Tengon". Suku Dayak Tengon oleh kelompok etnis lain, dianggap juga sebagai Dayak Kumba yang menuturkan bahasa Bidayuh. Karena nenek moyang orang Tengon berasal dari daerah di sepanjang aliran sungai Sekumba yang berhulu di pegunungan Tamong, Sungkung dan dataran tinggi sekitarnya. Menurut mereka, bahwa nenek moyang orang Tengon berasal dari negeri Cina. Kerabat serumpun mereka adalah orang Dayak Sempatung, orang Dayak Sungkung dan beberapa kelompok sub-suku Bidayuh di sekitar wilayah pemukiman suku Dayak Tengon.

Sekitar tahun 1700-1800 Masehi, Lim Thok Khian berlayar dari negerinya di provinsi Quang Dong menuju ke Asia Tenggara. Sampailah rombongan ini di Kalimantan, tepatnya di daerah Kalimantan Barat sekarang, di sekitar kabupaten Sambas. Menurut mereka istilah sambas berasal dari bahasa Cina, yaitu sam nyiaan. Sam artinya "tiga" dan nyiaan artinya "suku". Jadi diartikan menjadi "tiga suku", dan kata sambas berarti "tiga bangsa".
Rombongan pertama yang datang ini semuanya laki-laki. Sekelompok dari mereka menetap di kabupaten Sambas dan kawin dengan penduduk asli, yaitu orang dayak (Jackson, 1970). Sedangkan kelompok lain mudik ke hulu menelusuri sungai Sambas, masuk ke sungai Kumba menuju ke Seluas dan menuju ke Sungkung. Di tempat ini mereka mengawini penduduk setempat dan beranak cucu. Keturunan mereka akhirnya menyebar ke Tengon, Sempatung, serta Bentiang. Sungai Kumba adalah sungai yang berhulu di pengunungan Niut. Keturunan dari Cina-Dayak (Pa Tong La), akhirnya berpindah dari Sungkung ke wilayahwilayah di sekitar Gunung Niut, seperti di Tengon, Bentiang dan Sempatung.

Dari bukti-bukti yang ada saat ini, menjelaskan bahwa suku Dayak Tengon, diperkirakan adalah keturunan dari bangsa Cina, dengan bukti adanya adalah sebuah Gong asal Negeri Cina yang merupakan warisan untuk anak cucunya. Nama gong tersebut adalah Baneh. Sekarang, keturunan Lim Thok Khian ini sudah sampai pada keturunan yang ke delapan.

Berikut urutan keturunan Lim Thok Khian, berasal dari Thongsan China.
  • Lim Thok Khian memperanakkan Lim Tonal.
  • Lim Tonal memperanakkan Lim Tai Yut.
  • Lim Tai Yut memperanakkan Lim Nyan.
  • Lim Nyan memperanakkan Lim Kawek.
  • Lim Kawek memperanakkan Ipan.
  • Ipan memperanakkan Tabi.
  • dan seterusnya keturunannya menjadi atau berbaur dengan beberapa kelompok suku dayak seperti suku Dayak Tengon, suku Dayak Sungkung, suku Dayak Sempatung dan sebagian kecil lain keturunan berbaur dengan suku Dayak Bentiang.

sumber:

  • kebudayaan-dayak.org
  • matematika-edo.blogspot.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Baisha Miao, China

gadis-gadis suku Baisha
Suku Baisha, adalah satu bagian dari sub-suku Miao atau Hmong yang terletak di tenggara Guizhou. Suku Baisha terkenal di Cina, terutama untuk produk untuk mengawetkan pakaian tradisional mereka serta belati khas suku Baisha dan senapan tua yang selalu mereka bawa kemanapun mereka pergi. Suku Baisha adalah satu dari beberapa kelompok etnis di Cina yang diakui dan diperbolehkan untuk membawa senjata secara hukum. Perkampungan suku Baisha berada di kampung Baisha Miao.

gadis suku Baisha
suku Baisha
Para laki-laki memakai tatanan rambut yang tidak biasa yang mengingatkan pada masa dinasti Qing. Laki-laki Baisha kebanyakan menyimpul rambut mereka dalam simpul atas yang dikombinasikan dengan pakaian longgar mereka. Perempuan Baisha memakai pakaian indah, dengan bordir rumit.

Suku Baisha melakukan "ritual tradisional" yang memiliki tarian, nyanyian, para laki-laki mencukur kepalanya, semacam ritual pertarungan menggunakan domba jantan. Pada poin, panduan Cina (bukan Baisha) akan mendorong pengunjung untuk terlibat dan terjun ke dalam tarian.


terkait:
  • contemporarynomad.com
  • gambar-foto: contemporarynomad.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Suti

suku Dayak Suti
Suku Dayak Suti, bermukim di wilayah adat Binua Suti. Wilayah adat suku Dayak Suti ini berada di kabupaten Landak dan di kecamatan Suti (Sanggau Ledo) kabupaten Bengkayang dan kecamatan Air Besar kabupaten Pontianak. Populasi masyarakat suku Dayak Suti khusus yang berada di kecamatan Air Besar kabupaten Pontianak diperkirakan sebesar 1.397 orang.

Bahasa Suti sebagian besar diucapkan di kecamatan Air Besar kabupaten Pontianak dan di kecamatan Suti Kabupaten Bengkayang. Bahasa yang diucapkan oleh suku Dayak Suti adalah bahasa Suti Bamayo’. Bahasa Suti Bamayo' ini termasuk ke dalam rumpun bahasa Bidayuhik.

Penyebaran orang-orang Suti terdapat di wilayah adat Suti atau Binua Suti. Perkampungan suku Dayak Suti sekarang bernama kampung Suti Semarang, kampung Suti Lama di Kecamatan Suti (Bengkayang) serta kampung Jangkok, kampung Neboi dan kampung Pare’ di kecamatan Air Besar kabupaten Landak.

Asal usul suku Dayak Suti berdasarkan dari cerita turun temurun, "Suti" adalah nama seorang gadis yang tinggal di kampung Suti (dulunya kecamatan Sanggau Ledo). Lalu gadis ini kawin dengan seorang pemuda yang bernama "Semarang". Karena itu tempat mereka tinggal sampai sekarang ini bernama Suti Semarang. Keturunan dari Suti Semarang menempati wilayah yang sekarang ini masuk ke dalam wilayah adat Binua Suti. Keturunan mereka kemudian disebut orang Suti yang berbahasa Suti Bamayo’. Pemukiman mereka berada di kampung Pare’, kampung Jangkok, kampung Jangkak dan kampung Neboi.

tarian suku Dayak Suti
Berdasarkan klasifikasi suku, maka suku Dayak Suti serumpun dengan suku Dayak Sikukng, suku Dayak Tadietn, suku Dayak Tameng, suku Dayak Liboy, suku Dayak Tawaeq, suku Dayak Tengon dan suku Dayak Sapatoi.

Masih di wilayah adat suku Dayak Suti terdapat sebuah batu besar yang terbelah dua membentang di sungai Sambas. Batu tersebut dinamakan Batu Masaki. Menurut cerita rakyat suku Daya Suti, batu tersebut dulunya adalah seekor babi hutan. Ternyata babi hutan tersebut bukanlah sembarang babi hutan, karena ternyata babi hutan tersebut adalah babi hutan yang sakti. Karena pada saat dipotong babi hutan tersebut langsung menjelma menjadi batu. Misteri batu ini sampai sekarang masih menjadi teka-teki bagi masyarakat suku Dayak Suti dan menjadi sebuah legenda.

Kehidupan pertanian berladang berpindah, dulunya dipraktekkan oleh suku Dayak Suti ini, tetapi saat ini banyak dari mereka yang telah memilih untuk membuka lahan perladangan menetap. Selain itu berburu dan menangkap ikan juga mereka lakukan di saat tidak ada kegiatan di ladang.

sumber:
  • institutdayakologi.wordpress.com
  • kebudayaan-dayak.org
  • gambar-foto: ginselma.blogspot.com
  • gambar-foto: haltesuroso.blogspot.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku di China

China, merupakan kawasan yang luas, yang lebih dikenal dengan nama RRC (Republik Rakyat China) dan dianggap merupakan asal berbagai bangsa yang memiliki ras mongoloid yang tersebar di berbagai wilayah di Asia. Ada berbagai etnis yang hidup di China, dari kelompok yang besar hingga kelompok etnis minoritas yang tersebar di seluruh wilayah China.

Orang Han China, adalah kelompok etnis terbesar, di mana 91,59% dari populasi diklasifikasikan sebagai Han Cina (sekitar 1,2 miliar). Selain mayoritas China Han, terdapat 55 kelompok etnis lain yang diakui sebagai penduduk China daratan oleh pemerintah RRC, berjumlah sekitar 105 juta orang, sebagian besar terkonsentrasi di barat laut, utara, timur laut, selatan, dan barat daya tetapi dengan beberapa di daerah pedalaman tengah.


Dari 56 suku bangsa di China, sebanyak 25 suku hidup di Cina Selatan.
  • Han
    • Chuanqing;
  • Zhuang
  • Hui
    • Utsuls Hainan (keturunan dari pengungsi Cham); 
  • Manchu (Man)
  • Uyghur
  • Miao , Miao (Miao, Hmong), China Selatan
  • Yi, China Selatan
  • Tujia
  • Tibetan (Zang)
    • Amdowa
    • Khampa; 
  • Mongol
  • Dong, China Selatan
  • Bouyei, China Selatan
  • Yao
  • Bai
  • Baisha, China Selatan
  • Korean (Chosen)
  • Hani
    • Sangkong 
  • Li
  • Kazakh (Kazak)
  • Dai
    • Bai-Yi, kelompok berbahasa Tai yang berbeda historis;
  • She
  • Lisu
  • Dongxiang
  • Gelao
  • Lahu
  • Va
  • Sui
  • Nakhi (Naxi)
    • Mosuo;
  • Qiang
  • Tu
  • Mulao
    • Qago;
  • Xibe
  • Kyrgyz (Kirgiz)
  • Jingpo , China Barat Daya, di Burma sebagai Kachin
  • Daur
  • Salar
  • Blang
  • Maonan
    • Kinh, kelompok yang sama di Vietnam 
    • Yue di Sino-Vietnam, serumpun ke Vietnam Việt. Lihat Bǎiyuè;
  • Tajik
  • Pumi
  • Achang
  • Nu
  • Ewenki
  • Gin
    • Lalu; 
  • Jino
  • De'ang, China Selatan
  • Bonan
  • Russian (Russ)
  • Yugur
  • Uzbek
  • Monba (Monpa)
  • Oroqen
  • Derung
  • Hezhen
    • Nanai, kelompok yang sama di perbatasan Rusia;
  • Gaoshan (suku-suku pribumi di Taiwan)
  • Lhoba
  • Tatar
  • Suku Naturalisasi

Kelompok etnis yang tidak resmi diakui oleh pemerintah Republik Rakyat China:
  • Ayi
  • Aynu
  • Gejia
  • Bajia
  • Deng
  • Khmu
  • Kucong (Yellow Lahu / Lahu Shi)
  • Mang
  • Sherpa
  • Tuvans
  • Waxiang
  • Yi
  • Youtai (orang Yahudi dan orang-orang Cina Yahudi pada umumnya)
  • Yamato Jepang dan Ryukyuans, hidup sebagai penduduk tetap di Taiwan dan Timur Laut China
  • Macau (Keturunan Portugis di Makau sejak abad ke-16)
Suku Barbar (abad 3 SM), pada masa China Kuno:

situs terkait:
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ethnic_groups_in_China
http://en.wikipedia.org/wiki/Ethnic_minorities_in_China

Suku Dayak Mali

suku Dayak Mali
Suku Dayak Mali, adalah sebutan untuk salah satu suku dayak yang bermukim di kecamatan Balai-Batang Tarang dan sebagian kecil di kecamatan Tayan Hilir kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Masyarakat suku Dayak Mali tersebar di 14 kampung di wilayah kecamatan Balai-Batang Tarang dan juga di 7 kampung yang berada di wilayah kecamatan Tayan Hilir. Populasi suku Dayak Mali diperkirakan sebesar 6.963 orang.

Perkampungan di wilayah kecamatan Balai-Batang Tarang, terdiri dari kampung Temiang Mali, Mak Kawing, Tamang, Segalang, Pelipit, Semunsur, Sei Boro’, Munggu’ Mayang, Titi Benia, Sebual, Kelinsai,Munggu’ Lumut, Sei Pantutn, dan Tibung. Sementara itu, di kecamatan Tayan Hilir, terdiri dari kampung Stengko, Kelempu’, Sei Jaman, Meranti, dan Jelimo’.

suku Dayak Mali
Di luar kabupaten Sanggau, orang Dayak Mali juga terdapat di Binua Angan kabupaten Landak, di Ambawang kabupaten Pontianak dan juga di hilir sungai Kualatn kecamatan Balai Berkuak kabupaten Ketapang yang hidup pada wilayah hunian Setontong Membawang dan Setontong Kelabit.

Asal-usul suku Dayak Mali, merupakan migrasi dan kehadiran suku Dayak Mali ada di Batang Tarang kabupaten Sanggau. Penyebaran suku ini diperkirakan terjadi pada tahun 1920. Dari Batang Tarang mereka menggunakan perahu melalui sungai-sungai melakukan perjalanan hingga menyebar ke tempat-tempat hunian mereka sekarang ini. Awalnya migrasi suku Dayak Mali ini untuk mencari tempat dan lahan baru guna membuka lahan pemukiman untuk berladang. Diperkirakan ini terjadi atas dorongan sebuah misionaris di kabupaten Sanggau.

Pada awal kehadiran mereka di tempat mereka sekarang ini, disambut secara adat oleh masyarakat suku Dayak Kualatn yang terlebih dahulu bermukim di wilayah ini. Suku Dayak Kualatn, menyepakati bahwa mereka diperbolehkan mendapat tanah dan membuka lahan untuk perladangan. Tetapi suku Dayak Mali harus mengikuti adat istiadat (hukum adat) suku Dayak Kualatn. Walau begitu, suku Dayak Mali tetap dapat memelihara budaya asli mereka, hanya saja hukum adat yang berlaku di tengah masyarakat mereka harus mengikuti hukum adat Dayak Kualatn.

Bahasa Mali berbeda dengan bahasa Dayak Kualatn yang mayoritas di wilayah ini, sehingga kebanyakan masyarakat suku Dayak Mali fasih menuturkan bahasa Dayak Kualatn. Oleh karena itu dalam berkomunikasi dengan suku Dayak Kualatn, kebanyakan masyarakat suku Dayak Mali akan menggunakan bahasa Dayak Kualatn. Bahasa Dayak Mali merupakan bahasa yang khas di antara beberapa hunian kelompok suku dayak di sungai Kualatn (Kualatn Hilir).

tari Perang suku Dayak Mali
Secara kelompok suku, suku Dayak Mali dikelompokkan ke dalam rumpun Dayak Klemantan atau Dayak Darat.

Suku Dayak Mali terbagi dalam beberapa sub-suku:


  • Dayak Mali (bahasa utama/Induk), meliputi kecamatan Balai, Sanggau sampai perbatasan Kecamatan Tayan Hilir, Sanggau. sebagian daerah Simpang Hulu, Ketapang. Dialek: Bahasa Mali, Beruak, Keneles, Tae
  • Dayak Mali Peruan, meliputi daerah Sosok, kecamatan Tayan Hulu, Sanggau. Sebagian ada di kabupaten Landak. Dialek: Bahasa Peruan
  • Dayak Mali Taba, sebagian/sepanjang daerah di kecamatan Balai, Sanggau sampai ke Tayan Hulu. Dialek: Bahasa Taba/Keneles
  • Dayak Mali Keneles, sebagian kecamatan Balai, Sanggau; sebagian kecamatan Tayan Hilir, Sanggau; sebagian kecamatan Meliau, Sanggau; sebagian kecamatan Toba, Sanggau, Teraju. Dialek: Bahasa Keneles
Suku Dayak Mali sebagian besar menganut Kristen Katolik dan sebagian lain Kristen Protestan. Dari penuturan beberapa orang Dayak Mali, bahwa segelintir orang Dayak Mali masih mempraktekkan agama asli suku dayak yang animisme dan dinamisme. Namun secara umum mengaku dirinya beragama Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Beberapa orang Dayak Mali juga ada yang memeluk Islam, tetapi dikarenakan terjadi kawin mawin dengan suku Melayu. Sehingga orang Dayak Mali yang telah memeluk Islam, biasanya tidak mau mengaku sebagai orang dayak lagi, tetapi telah menjadi melayu.

Beberapa tradisi dalam suku Dayak Mali, adalah;
  • Ngayau, (tradisi memenggal kepala musuh), tradisi ini sudah ditinggalkan oleh masyarakat suku Dayak Mali, karena tidak sesuai dengan ajaran agama manapun, dan terlalu sadis.
  • Ganjor'ro/Gawai, adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi.
  • Noton'gh, adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala nenek moyang. upacara ini masih terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu yang memiliki/menyimpan kepala manusia zaman dulu.
  • Belien'gh (Balian), adalah orang yang bekerja pada upacara adat dayak yang bertugas untuk berurusan dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga dapat bertugas memanggil Jubata sebagai Juru Damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik pada suatu upacara adat, tugas ini seperti yang dilakukan oleh tukang tawar dalam upacara adat tersebut.
  • Ngangkong,
  • Bepamang,
  • Bebayer (Mulang Niat),
  • Berancak, adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan jahat. berancak biasanya dilaksanakan selama 7 hari.
Masyarakat suku Dayak Mali hidup dalam bidang pertanian. Mereka telah menjalankan tradisi berladang yang merupakan suatu tradisi yang sudah lama ada sejak masa nenek moyang mereka. Pada zaman dahulu nenek moyang suku Dayak Mali adalah nomaden, yang melaksanakan perladangan berpindah. Waktu membuka ladang baru, harus mengadakan perjanjian dengan alam semesta terutama kepada Sisil (penunggu tanah dan ladang). Dahulu mereka percaya bahwa manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian agar Sisil tersebut mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu tanah dan ladang, bisa marah dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.

sumber:
  • cetak.kompas.com
  • kebudayaan-dayak.org
  • gambar-foto: suaraborneo.com
  • gambar-foto: suaraborneo.com
  • gambar-foto: tribunnews.com
  • youtube.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Rumpun Batak

Suku Batak, adalah suku bangsa Proto-Malayo, sebagai yang suku bangsa termasuk sebagai penghuni asli yang mendiami pulau Sumatra. Diperkirakan kehadiran suku-suku Batak di pulau Sumatra sejak sekitar 7000 tahun SM. Beberapa kelompok dari suku batak saat ini, tidak mau disebut sebagai suku batak, atau telah melepaskan identitas ke"batak"annya, dan menjadi suatu suku tersendiri. Asal usul rumpun Batak sendiri bermacam versi yang ada, seperti berasal dari Yunan di Cina bagian Selatan, dari Thailand, dari Burma, dari Formosa Taiwan bahkan ada versi mengatakan berasal dari daerah Assam India. Namun, dari manapun rumpun Batak berasal, yang pasti rumpun Batak telah eksis ribuan tahun di pulau Sumatra dan menyebar menjadi banyak kelompok suku yang maju. Berikut adalah beberapa kelompok yang pernah dikategorikan sebagai bagian dari rumpun Batak. 

Sumatra Utara

Nanggroe Aceh

Riau Daratan

Sumatra Barat

Kepulauan Sebelah Barat Sumatra

Lainnya


diolah dari berbagai sumber

Suku Dayak Ransa

Suku Dayak Ransa, adalah salah satu dari sekian banyak suku dayak di Kalimantan Barat, yang hidup dan bermukim di kecamatan Menukung kabupaten Melawi provinsi Kalimantan Barat.

Suku Dayak Ransa, berbicara menggunakan bahasa Ransa.

Dulunya suku Dayak Ransa adalah penganut agama asli suku dayak, seperti "Kaharingan" agama asli suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Saat ini agama asli suku Dayak Ransa ini telah banyak ditinggalkan, karena sebagian besar dari mereka telah menganut agama Kristen, kebanyakan beragama Katolik, sedangkan sisanya beragama Protestan.

Untuk memenuhi sumber kehidupan sehari-hari, mereka memanfaatkan sumber daya alam yang digunakan untuk berladang, bersawah, menanam/menyadap karet, berkebun sayur-sayuran, menangkap ikan, berburu binatang liar di hutan, mengambil kayu di hutan untuk bangunan rumah. Selain itu mereka juga memelihara hewan ternak seperti ayam, sapi dan babi. Beberapa dari masyarakat suku Dayak Ransa sudah bekerja sebagai pegawai negeri dan karyawan swasta.

sumber:

  • agustinusmualang.blogspot.com
  • huma.or.id
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Tobak

Suku Dayak Tobak (Toba', Tobak, Tobag), dikenal juga sebagai suku Dayak Tebang Benua, adalah suatu masyarakat suku dayak yang bermukim di desa Tebang Benua kecamatan Tayan Hilir kabupaten Sanggau dan kecamatan Tobak kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Suku Dayak Tobak ini juga terdapat di kabupaten Ketapang.

Suku Dayak Tobak yang bermukim di kabupaten Ketapang dikenal sebagai orang Cempede'.

Bahasa Dayak Tobak atau Dayak Tebang Benua ini dikenal dengan istilah bahasa Tebang atau bahasa Tobak. Bahasa Tobak ini memperlihatkan ciri bahasa Melayik. Menurut Wurm dan Hattori (1983), suku Dayak Tobak dipetakan sebagai kelompok Bidayuhik. 

Penyebaran suku Dayak Tobak meliputi 3 kecamatan yang berada di 2 kabupaten, yaitu:
  1. kecamatan Tayan Hilir (kabupaten Sanggau), di kampung Tebang Benua, Munggu’ Bungkang, Semoncol, Sejangkar, Pulo Rawa, Selandak, Rapun, Gontek/Lancak, Cempedak, Mayak, Tenggayong, Teluk, Ampar, Jelawat, Muling, Sejotang, Batu Besi, Selingan, Jeramun, Jongko’, Sayok, Rama, Kedoko’, Terentang, Lalang, Ntajo, Lais, Jang, Gempar, kampung Baru Kapuas, Semenduk, Mberas, Kisam, Jonti, dan Pulau Cempede’. 
  2. kecamatan Tobak (kabupaten Sanggau), di kampung Kelapu, sungai Lomas, Tanjung Beringin, Kuala Labai, Bagan Asam, Bagan Aur, Bantel, Sansat, Sayu, Setarakng, Sebemban, Segasik, Ngkeramas, Beginjan, sungai Galing dan Sungai Mayam, 
  3. kecamatan Balai Berkuak (kabupaten Ketapang) yaitu di kampung Sekucing, Kenatu dan Sei Layang. 

Pada suku Dayak Tobak, tanah merupakan nafas kehidupan, sehingga memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat dayak dalam dimensi ekologis, transenden, sosial budaya dan eksistensi suku. Sungai juga sangat penting bagi mereka, selain menghasilkan berbagai sumber makanan seperti ikan, sungai juga sebagai sarana untuk menuju kampung lain dan berhubungan dengan masyarakat suku dayak di luar komunitas mereka.
Kehidupan pertanian menjadi aktivitas sehari-hari bagi mereka seperti pertanian berladang. Hutan juga menjadi tempat yang akrab karena pada saat senggang para laki-laki suku Dayak Tobak akan pergi berburu binatang liar di hutan, serta mengumpulkan hasil hutan untuk kebutuhan hidup mereka.

sumber:
  • kebudayaan-dayak.org
  • eprints.undip.ac.id
  • dayakbaru.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Dayak Tebang Kualatn

Suku Dayak Tebang Kualatn, adalah suku dayak yang bermukim di hilir sungai Kualatn kabupaten Ketapang provinsi Kalimantan Barat, meliputi kampung Munggu’ Naning dan kampung Sekucing Baru. Kedua perkampungan suku Dayak Tebang ini hanya dapat dapat ditempuh melalui jalur sungai. Sungai menjadi sarana utama untuk berhubungan dengan kelompok masyarakat lain. Populasi suku Dayak Tebang diperkirakan sebesar 475 orang.

Suku Dayak Tebang Kualatn, ini sempat dianggap sama dengan suku Dayak Tebang Banua di pulau Cempede' di bagian hilir sungai Tayan kabupaten Sanggau. Padahal suku Dayak Tebang Kualatn ini adalah suku yang berbeda dengan suku Dayak Tebang Banua di pulau Cempede'. Dikatakan berbeda karena bahasa yang dipakai oleh kedua suku yang bernama sama ini juga berbeda.

Suku Dayak Dayak Tebang Kualatn berbicara dalam bahasa Benyupm, penyebarannya melalui jalur sungai dan menempati lahan pinggir sungai Kualatn. Tempat itu ketika itu belum ada penghuninya. Di tempat baru ini mereka memulai hidup, menetap dan memelihara kebudayaannya.

Asal usul suku Dayak Tebang Kualatn, kalau dilihat dari nama Tebang, diperkirakan dulunya mereka berasal dari wilayah desa Tebang pulau Cempede' bagian hilir sungai Tayan kabupaten Sanggau, dan kemungkinan juga suku Dayak Tebang Kualatn adalah keturunan dari suku Dayak Tebang Banua dari pulau Cempede'. Dimana masyarakat suku dayak yang bermukim di pulau Cempede' ini juga menamakan diri mereka sebagai suku Dayak Tebang yang berbicara memakai bahasa Cempede’, oleh karena itu suku Dayak Tebang di pulau Cempede ini kadang disebut sebagai suku Dayak Cempede'. Tetapi kalau dilihat dari bahasa yang digunakan oleh kedua suku yang bernama sama ini ternyata berbeda, mengindikasikan bahwa suku Dayak Tebang dari Kualatn bukanlah berasal dari desa Tebang Banua di Cempede'.

sumber:
  • kebudayaan-dayak.org 
  • kaltimpost.co.id 
  • kaltengpos.web.id 
  • dayakbaru.com 
  • wikipedia 
  • dan beberapa sumber lain


Suku Dayak Darok

Suku Dayak Darok (Daro'), adalah salah satu suku dayak yang bermukim di kecamatan Bonti kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Populasi suku Dayak Darok ini diperkirakan sebesar 1.938 orang.

Pada tahun 1974, kehidupan suku Dayak Darok ini masih hidup terasing, sepertinya pada masa dahulu mereka menjauhkan diri dari kelompok suku dayak lainnya. Pada zaman dahulu suku dayak suka berperang dengan sesama suku dayak lainnya, yang masih menerapkan tradisi kayau, sehingga membuat mereka mencari tempat lebih jauh ke pedalaman.

Saat ini orang Dayak Darok sudah bisa berinteraksi dengan suku dayak lainnya, dan di kecamatan Bonti tempat mereka bermukim saat ini mereka hidup bertetangga dan berdampingan dengan suku-suku dayak lainnya, seperti Dayak Ribun, Dayak Tingin, Dayak Mayau, Dayak Sami dan Dayak Selayang.

Masyarakat suku Dayak Darok berbicara dalam bahasa Dayak Darok. Bahasa Darok ini memiliki ciri-ciri khusus, terdapat bunyi yang tidak lazim dijumpai dalam bahasa-bahasa dayak di kalimantan, khususnya di kabupaten Sanggau, yaitu terdapat bunyi konsonan frikatif bilabial bersuara [B], bunyi konsonan rangkap [d] dan [h] setengah bunyi sehingga menghasilkan bunyi frikatif dental bersuara [D].

Nama Darok sendiri menurut kelompok masyarakat dayak yang hidup di sekitar pemukiman orang Dayak Darok berarti "rawan dikunjungi". Nama Darok ini hakikatnya terkesan menakutkan. Apabila dilihat dari sejarah masa lalu suku Dayak Darok. Wilayah pemukiman suku Dayak Darok sering terkena musibah seperti wabah sampar. Selain itu, banyak mitos yang menceritakan larangan untuk mengunjungi suku ini. Saat sekarang ini pemaknaan bahwa istilah Darok berkesan menakutkan tidak lagi terjadi, karena sebenarnya suku ini terbuka terhadap siapapun dan sangat ramah untuk dikunjungi seperti suku dayak lainnya.

Kehidupan masyarakat suku Dayak Darok sebagian besar masih erat dengan kehidupan alam, seperti membuka ladang dengan pola tebang, tebas dan bakar, di saat senggang tidak ada kegiatan di ladang, para laki-laki akan berburu binatang ke hutan seperti babi hutan atau binatang lain. Selain itu mereka juga mengumpulkan hasil hutan untuk kebutuhan mereka sehari-hari dan menangkap ikan di sungai-sungai yang melintas dekat perkampungan.

sumber:
  • melalatoa, j. 1995. ensiklopedi sukubangsa di indonesia. jilid a--k. jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan.
  • alloy, sujarni, dkk., mozaik dayak: keberagaman subsuku dan bahasa dayak di kalimantan barat, institut dayakologi, pontianak, 2008.
  • kebudayaan-dayak.org
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Kerambai

Suku Dayak Kerambai (Kerambay), adalah suku dayak yang berada di kecamatan Entikong, berdiam di kampung Nekan.

Pada masa lalu zaman nenek moyang mereka, pertama menghuni kampung Nekan di kecamatan Entikong. Tetapi beberapa kelompok dari mereka memisahkan diri pindah ke wilayah lain masuk ke wilayah kecamatan Sekayam yang tersebar di beberapa kampung, yaitu di kecamatan Sekayam yang mendiami kampung Entinuh, kampng Engkahan, kampung Segirau, kampung Pesing, kamupng Raut Muara, kampung Entubah, kampung Raut Kayan, kampung Seka, kampung Mabah dan kampung Masa Selangai. Seluruh masyarakat dayak yang berada di seluruh perkampungan di atas, berasal dari satu keturunan dan dikelompokkan ke dalam bagian sub suku Dayak Kerambai, dan mereka saling berkomunikasi memakai bahasa Kerambai.


Suku Dayak Kubitn

suku Dayak Kubitn
Suku Dayak Kubitn (Kubing, Kubin, Kuhin), terdapat di kabupaten Melawi mendiami kampung Bedaha dan kampung Begori yang berada di kecamatan Serawai dan juga mendiami kecamatan Menukung, kecamatan Belimbing dan kecamatan Nanga Pinoh. Populasi suku Dayak Kubitn diperkirakan berjumlah sekitar 5.000 orang. 

Suku Dayak Kubitn berbahasa menggunakan bahasa Dayak Kubitn. Tetapi biasanya orang Dayak Kubitn juga bisa berbicara menggunakan bahasa lain seperti bahasa Dayak Melahui dan bahasa Dayak Dohoi. Bahasa Dayak Kubitn memiliki intonasi yang lebih tegas. Bahasa Kubitn ini sepintas mirip dengan Bahasa Limbai, karena kedua bahasa ini banyak menggunakan kata abon untuk mengatakan tidak ada. 

 Di kampung Begori, suku Dayak Kubitn hidup berbaur dengan orang Dayak Melahui dan Dayak Dohoi Uud Danum. Orang Dayak Kubitn yang hidup di Serawai ini memiliki tingkat kemiripan tata cara dengan orang Dayak Melahoi dan Dayak Uud Danum. Terkadang dalam penentuan adat mereka mengikuti ketentuan adat yang berlaku pada orang Dayak Uud Danum.

Tradisi lisan pada suku Dayak Kubitn memiliki banyak kesamaan tokohnya dengan tradisi lisan pada orang Dayak Dohoi Uud Danum. Walaupun tokoh dalam cerita rakyat orang Dayak Kubitn ini bisa dikatakan identik dengan tokoh yang ada di dalam cerita rakyat Dohoi, tetapi mereka menceritakannya dengan gaya dan dalam bahasa Kubitn.

sumber:
  • Mozaik Dayak
  • kecserawai.blogspot.com
  • gambar-foto: bravojuju.blogspot.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Krio

suku Dayak Krio
Suku Dayak Krio, hidup dan bermukim di sepanjang sungai Krio yang berada di wilayah kecamatan Sandai kabupaten Ketapang provinsi Kalimantan Barat. Sungai Krio ini sangat berarti bagi masyarakat suku dayak yang menamakan diri mereka sebagai suku Dayak Krio. Suku Dayak Krio hidup di kampung Menyumbung, sedangkan yang berada di luar kampung Menyumbung yang berbicara memakai bahasa Dayak Krio, biasanya dikategorikan sebagai sub-suku Dayak Krio, seperti di kampung Mariangin, Sepanggang dan Sengkuang. Populasi suku Dayak Krio di kampung Menyumbung diperkirakan sebesar 3.254 orang. Sedangkan di perkampungan lain belum ada data mengenai besarnya populasi mereka.

Asal-usul suku Dayak Krio, menurut legenda yang tersimpan lewat cerita turun menurun pada suku Dayak Krio ini berkaitan erat dengan legenda penyebaran suku dan bahasa Krio di Simpang Hulu. Dalam struktur sosial masyarakat suku Dayak Krio banyak ditemukan anggota masyarakat mereka yang mempunyai hubungan langsung (garis keturunan) dengan Dayakng Putukng. Menurut legenda masyarakat Krio, konon di hulu sungai Krio pernah ada sebuah kerajaan kecil, di bawah kepemimpinan Raja Sia’ Beulutn yang berada di Babio Tanah Tarap. Hanya saja sang raja ini sangat keji dan suka memperbudak rakyatnya. Perbudakan oleh sang raja ini membuat rakyat menjadi benci dan merencanakan untuk membunuh sang raja. Tetapi sang raja berhasil diselamatkan oleh rimbunan bambu betung. Dalam betung ini terdapat tujuh manusia. Salah satunya adalah Dayakng Putung. Ketika ditemukan dalam bambu tersebut, tangan dan kaki Dayakng Putung masih berupa gumpalan darah. Menurut tradisi suku Dayak Krio, harus dibuang (dihanyutkan). Akan tetapi, Dayakng Putung hidup sampai dewasa dan kawin dengan Prabu Jaya. Dari keturunan Dayakng Putung ini lah banyak yang terkait dengan garis keturunan Dayakng Putung.

gadis suku Dayak Krio
Sistem kekerabatan dalam masyarakat Dayak Krio berdasarkan prinsip keturunan ambilineal atau biasa juga disebut parental dimana garis keturunan ayah dan ibu dinyatakan sejajar. Dalam struktur masyarakat Dayak Krio, pada hakekatnya kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan kaum pria, baik dalam praktek kehidupan sosial maupun dalam kehidupan religius.

Rumah adat suku Dayak Krio, memiliki nama yang berbeda dengan rumah-rumah adat suku dayak lainnya, biasanya pada suku-suku dayak rumah adat atau rumah tradisional suku dayak disebut "Rumah Betang" atau "Lamin" (Rumah Panjang). Tetapi pada suku Dayak Krio, mereka memberi nama rumah adat atau rumah tradisional mereka dengan sebutan "Rumah Bosar" (Rumah Besar). Bentuk Rumah Bosar berbeda dengan rumah-rumah adat suku dayak lainnya. Rumah Bosar berbentuk bangunan rumah yang sangat besar, tetapi Rumah Bosar hanya memiliki satu pintu, dan di dalamnya terdapat beberapa bilik untuk menampung beberapa keluarga, yang biasanya bisa mencapai 10 keluarga. Pada masa sekarang ini, seiring perkembangan zaman, maka tradisi Rumah Bosar yang biasanya menampung banyak keluarga, sekarang berubah fungsi menjadi rumah tunggal yang hanya menampung 1 keluarga.

Jurung
(tempat menyimpan padi)
salah satu rumah adat
suku Dayak Krio
Satu lagi rumah adat suku Dayak Krio bernama Jurung, yang digunakan untuk penyimpanan padi atau menjadi lumbung padi.

Tradisi adat suku Dayak Krio banyak berupa tradisi lisan. Pada upacara-upacara adat, cerita-cerita lisan, serta suasana atau tingkah laku pelakunya di mana tradisi lisan itu hidup dan berkembang.

Beberapa tradisi lisan pada suku Dayak Krio, adalah:
  1. Adat Jalatn Lome Jaih (adat istiadat
  2. Sangan Carita
  3. Pantutn Pribasa (pribahasa)
  4. Tomakng Golekng (nyanyian, lagu-lagu)
  5. Kepercayaan Asli Dayak Krio
  6. Pengetahuan dan Keterampilan Asli
Suku Dayak Krio, pada umumnya dalam bertahan hidup dengan cara pertanian berladang. Kehidupan membuka ladang di lokasi sekitar mereka jalani sejak lama. Hutan juga menjadi faktor penting bagi kehidupan masyarakat suku Dayak Krio, seperti berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Sedangkan sungai yang melintas di sekitar perkampungan mereka menjadi salah satu faktor terpenting bagi kehidupan suku Dayak Krio, selain menangkap ikan, maka sungai juga menjadi sarana jalur menuju perkampungan lain di luar perkampungan mereka, untuk menjalankan hubungan dengan tetangga-tetangga jauh mereka.

sumber:

  • kebudayaan-dayak.org
  • dokumenqu.blogspot.com
  • gambar-foto: wwwputramuarabarito.blogspot.com
  • gamar-foto: youtube.com
  • putramuarabarito.blogspot.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Gaai

suku Dayak Gaai
(kfk.kompas.com)
Suku Dayak Gaai, adalah salah satu suku dayak yang berada di Kalimantan Timur. Suku Dayak Gaai bermukim di kecamatan Sambaliung kabupaten Berau pada 2 kampung, yaitu kampung Long Lanuk, Long Laai dan kampung Long Ayan.

Suku Dayak Gaai yang bermukim di kampung Long Ayan yang berada di tepi Sungai Segah lebih dikenal sebagai suku Dayak Segai. Rumah penduduknya berbentuk panggung dari kayu dan papan berkapur putih kusam dengan atap seng gelombang tanpa cat di batasi jalan beton selebar satu meter. Suku Dayak Gaai yang bermukim di kampung ini sebagian memeluk agama Kristen dan sebagian lagi memeluk agama Islam, yang terbagi menjadi 2 kampung, yaitu kampung Kristen dan kampung Islam, yang ditandai dengan keberadaan Gereja dan Masjid. Di pemukiman kampung suku Dayak Gaai ini juga banyak ditemukan suku Dayak Tunjung yang ikut bermukim di wilayah ini. Pada siang hari kampung ini akan terlihat sepi, karena para laki-lakinya pergi bekerja di ladang, ke hutan, atau bekerja di luar kampung.

Rumah Adat suku Dayak Gaai
Pada suku Dayak Gaai, terdapat Balai Adat atau Rumah Adat, yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat suku Dayak Gaai ini. Balai adat memiliki fungsi sebagai tempat melaksanakan ritual keagamaan yang biasanya rutin mereka gelar dalam beberapa bulan seperti mengadakan upacara mengawali musim tanam, upacara bapalas, upacara panen, perkawinan dan kematian. Selain itu Balai Adat juga digunakan sebagai tempat pagelaran berbagai kesenian khas mereka.

Suku Dayak Gaai termasuk ke dalam bagian dari rumpun suku Dayak Bahau. Menurut sejarah penuturan masyarakat di perkampungan suku Dayak Gaai. Sejak abad 18, suku Dayak Gaai sudah bermukim di tempat ini, mereka sempat membangun sebuah Kerajaan Gaai. Suku Dayak Gaai dulunya pernah dikenal dengan sebutan suku Dayak Modang dari Apo Kayan yang melakukan migrasi pada saat peperangan, yang menghindar dari peperangan karena tekanan dari luar dengan jumlah sangat besar yang menaklukkan sampai ke daerah pedalaman. Kemungkinan suku Dayak Gaai masih berkerabat dengan suku Dayak Modang, karena leluhur mereka berasal dari suku Dayak Modang dari Apo Kayan.

Di hutan dekat perkampungan suku Dayak Gaai, terdapat suatu peninggalan sejarah tengkorak dan mandau yang diletakkan oleh ketua adat. Benda peninggalan sejarah ini dianggap keramat dan tidak boleh dilihat oleh semua anggota suku. Peninggalan benda bersejarah suku Dayak Gaai ini adalah sisa dari zaman dimana mereka masih melaksanakan tradisi kayau yang mengorbankan manusia dalam upacara-upacara ritual di masa lampau.

tarian suku Dayak Gaai
Pada masa lalu suku Dayak Gaai terkenal karena kemampuan bertani berladangnya, sehingga suku-suku dayak lainnya seperti suku Dayak Basap dan suku Dayak Punan pernah mengabdi dan belajar tentang ilmu pertanian berladang pada suku Dayak Gaai.

Mata pencaharian suku Dayak Gaai, sebenarnya masih pada pertanian berladang, karena mereka memang menguasai bidang ini, tetapi kegiatan lain seperti berburu, menangkap ikan dengan cara menombak, memanfaatkan hasil hutan serta mereka juga memelihara beberapa hewan ternak untuk menambah penghasilan hidup.
Selain itu saat ini, tidak sedikit dari mereka yang berhasil hingga bekerja di sektor pemerintahan, karyawan swasta, guru dan menjadi pedagang maupun berwiraswasta.

sumber:

  • poskotakaltim.com
  • kfk.kompas.com
  • blogdarmawan.wordpress.com
  • pontianakpost.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Tingui

Suku Dayak Tingui, adalah salah satu suku dayak yang berada di provinsi Kalimantan Barat. Suku Dayak Tingui adalah suku tersendiri, tidak masuk ke dalam kelompok rumpun-rumpun yang ada pada suku dayak.

Tidak banyak yang diketahui tentang keberadaan suku Dayak Tingui ini, karena minimnya informasi yang bisa didapat mengenai suku Dayak Tingui ini.

Kehidupan sehari-hari suku Dayak Tingui seperti suku-suku dayak lain, adalah erat hubungannya dengan kehidupan alam, berburu binatang liar seperti babi hutan dan binatang lainnya untuk dibawa pulang ke kampung. Aktifitas utama mereka adalah menanam berbagai tanaman untuk menunjang kehidupan. Tetapi yang utama bagi mereka adalah memanfaatkan hasil dari sungai-sungai yang melintas dekat perkampungan mereka, seperti menangkap berbagai jenis ikan, yang hasilnya dapat dikonsumsi sendiri atau dijual ke kampung tetangga mereka.


Suku Dayak Mahap

gadis Dayak Mahap
Suku Dayak Mahap, adalah suatu kelompok masyarakat adat yang hidup di sepanjang aliran sungai Mahap, yang berada di sebelah selatan kabupaten Sekadau. Mereka menyebut dirinya sebagai suku Dayak Mahap.  Wilayah penyebaran suku Dayak Mahap berada di kecamatan Nanga Mahap, yang tersebar di 13 kampung. Seluruh kampung ini berada di sebelah timur kecamatan Nanga Mahap. Populasi suku Dayak Mahap saat ini diperkirakan sebesar 2.626 orang.

Penamaan "Mahap", tidak diketahui secara pasti asalnya dari mana, kemungkinan berasal dari penamaan yang diberikan oleh orang di luar komunitas mereka, atau mereka sendiri yang menamakan untuk identitas suku mereka sesuai dengan nama sungai Mahap yang melintas dekat perkampungan mereka.

Walaupun dulunya suku Dayak Mahap adalah penganut kepercayaan asli yang mengandung mistis dan berhubungan dunia roh, saat ini mayoritas dari masyarakat suku Dayak Mahap telah menganut agama Kristen Katolik, sedang sebagian kecil tetap mempertahankan agama asli mereka.

Bukong
makam adat Dayak Mahap
Di salah satu kampung mereka, di desa Sebabas, terdapat makam tradisional Bukong, yang mana makam ini adalah makam peninggalan masyarakat suku Dayak Mahap. Sedangkan asal usul suku Dayak Mahap, menurut penuturan mereka adalah berasal dari suatu tempat bernama Tanah Adat Gupokng Kadampakng, sebagai tempat asal muasal suku Dayak Mahap.

Suku Dayak Mahap apabila dilihat dari adat istiadat dan bahasa, memiliki persamaan dengan suku-suku dayak tetangganya, seperti suku dayak yang hidup di hulu sungai Krio, seperti suku Dayak Krio, suku Dayak Bihak dan suku Dayak Kendawangan. Sehingga suku Dayak Mahap ini dapat berkomunikasi untuk melakukan pertukaran barang (barter) berhubungan dagang dengan suku-suku lain di sepanjang sungai Krio.

sungai Mahap
tempat sumber mata-pencaharian
Sungai Mahap menjadi faktor penting bagi mereka, karena sungai ini menjadi tempat sumber mata pencaharian, dan sebagai arah transportasi menuju sungai Sekadau yang sangat penting untuk menjangkau daerah perkampungan lain demi menunjang kehidupan mereka. Kehidupan sebagai petani berladang juga mereka lakukan, selain berburu dan mengumpulkan hasil hutan di sekitar perkampungan. Kegiatan lain adalah memelihara binatang ternak seperti ayam, babi dan lain-lain.

sumber:
  • joshuaproject.net
  • kebudayaan-dayak.org
  • gambar-foto: amapatriswitin.blogspot.com
  • gambar-foto: antonius-darji.blogspot.com
  • gambar-foto: article.wn.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Punti (Pontent)

suku Dayak Punti (Pontent)
Suku Dayak Punti (Pontent), adalah salah satu suku dayak yang bermukim di kecamatan Entikong kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Suku Dayak Punti tidak tersebar, mereka mendiami 4 kampung yang berdekatan, yaitu kampung Punti Tapau, kampung Punti Meraga’, kampung Punti Engkaras dan kampung Punti Kayan. Populasi suku Dayak Punti secara keseluruhan diperkirakan sebesar 2.343 orang.

Suku Dayak Punti, dari segi budaya dan adat istiadat, sepintas lalu mirip dengan suku Dayak Sikukng, suku Dayak Suruh, suku Dayak Keramay dan suku Dayak Paus. Kemiripan dilihat dari simbol budaya panca, seperti rumah tempat menyimpan kepala manusia, yang mengindikasikan kesamaan pada ritus kematian. Peneliti Ch. F. H. Duman, mengelompokkan suku Dayak Punti ke dalam rumpun Dayak Klemantan atau Dayak Darat.

Suku Dayak Punti berbicara dalam bahasa Punti. Menurut para peneliti bahasa, bahwa bahasa Punti ini berada di dalam kelompok bahasa Bidayuhik. Tetapi bila diperhatikan aspek tatabunyinya memperlihatkan perbedaan yang kontras dengan bahasa-bahasa dalam kelompok rumpun bahasa Bidayuhik.

Asal usul suku Dayak Punti, diperkirakan sejak tahun 51 SM, dan menurut tua-tua adat, dulu nenek moyang mereka berasal dari hulu sungai Sekayam. Di tempat ini mereka hidup berdampingan dengan suku Dayak Sikukng. Dari hulu sungai Sekayam, mereka pindah ke Sejambu. Tidak lama di Sejambu, mereka melanjutkan perjalanan ke Tintang Kaih. Di Tintang Kaih ini, mereka juga merasa tidak betah, dan mereka pindah lagi di Sepedang. Tetapi di tempat baru ini, di Sepedang, mereka merasa tempat ini tidak cocok untuk mereka, akhirnya mereka pun pindah lagi ke Labak Engkasah, dan melanjutkan perjalananan ke Labak Empeyang dan sampai di Bubung Tebedak. Ternyata mereka juga merasa tempat ini bukan tempat yang cocok bagi mereka. Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan ke sungai Muut, tidak lama di tempat ini mereka mencari tempat lain, dan meneruskan perpindahan mereka, yang akhirnya menemukan suatu tempat yang mereka rasa sangat cocok untuk ditempati, yaitu Punti Tapau. Di tempat ini lah mereka membangun pemukiman perkampungan dan akhirnya menetap sampai sekarang. Seluruh perjalanan mereka diperkirakan karena seringnya terjadi pertikaian antara suku-suku dayak pada masa itu, yang menerapkan tradisi kayau mengayau, dan juga kemungkinan lain mereka menghadapi ancaman-ancaman dari pasukan kerajaan Brunai, kerajaan Sarawak serta dari serangan orang-orang Iban.

Saat ini suku Dayak Punti, bermatapencaharian pada pertanian berladang di daerah dekat hutan perkampungan, memanfaatkan hutan sebagai lahan pertanian berladang, serta berburu dan menangkap ikan mereka lakukan di saat kegiatan berladang sedang tidak ada.

sumber:
  • word-dialect.blogspot.com
  • kebudayaan-dayak.org
  • gambar-foto: salakobato.blogspot.com
  • equator-news.com
  • joshuaproject.net
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Sikukng

orang Sikukng
Suku Dayak Sikukng (Sungkung), adalah suku dayak yang bermukim di dataran tinggi puncak bukit dan dataran tinggi gunung Sungkung di perbatasan Sarawak Malaysia dengan Kalimantan Barat Indonesia. Pemukiman suku Dayak Sikukng di kabupaten Bengkayang, disebut Sungkung Kompleks, terdiri dari 6 kampung, yaitu kampung Sungkung Senoleng, Sungkung Akit, Sungkung Lu’u, Sungkung Medeng, Sungkung Senebeh dan Sungkung Daun. Sedangkan yang berada di kabupaten Sanggau tersebar di 2 kampung yaitu kampung Pol dan kampung Senutul. Populasi suku Dayak Sikukng diperkirakan sebesar 2.500 orang.

Istilah Sikukng (Sungkung), berart "bulatan rotan untuk anting-anting", yang berasal dari bahasa Cina Kek yang berarti ‘bulatan rotan’ untuk anting-anting. Suku Dayak Sikukng, menyebut diri mereka sebagai Sikukng, sedangkan suku-suku dayak tetangga mereka menyebut mereka sebagai Sihkoy, sedangkan menurut etnis lain di luar wilayah mereka menyebut mereka sebagai Sungkung.
Bahasa Dayak Sikukng adalah bahasa yang diucapkan di perkampungan Sikukng. Bahasa ini termasuk ke dalam rumpun bahasa Bidayuhik, sedangkan suku Dayak Sikukng, menurut para peneliti dimasukkan ke dalam rumpun suku Dayak Bidayuh.

Asal usul suku Dayak Sikukng, menurut mereka memang mereka berasal dari tempat mereka berada saat ini, yaitu wilayah Sungkung. Dari wilayah inilah mereka menyebar ke berbagai perkampungan hingga sampai ke wilayah Sarawak Malaysia. Menurut penuturan mereka, sebelum berada di wilayah Sungkung sekarang ini, dulu mereka dikenal sebagai suku Bi Sikuk, sebenarnya dulu mereka tinggal di daerah pantai, dan hidup berdampingan dengan suku Dayak Melanau. Tetapi setelah lama menetap di daerah pantai, mereka di serang oleh orang Lanun (bajak laut), kelompok dari orang-orang Iban dan orang-orang Melayu Brunai. Tidak tahan dan tidak kuat bertahan dari serangan bajak laut (lanun), mereka terdesak masuk ke dalam hutan dan mencari tempat baru di daerah pegunungan yang sukar dilalui oleh manusia. Di wilayah baru ini, mereka membangun perkampungan, yang sekarang bernama Sungkung Kompleks yang sekarang berada dalam wilayah kabupaten Bengkayang, dari tempat ini beberapa kelompok meneruskan perjalanan menuju wilayah kabupaten Sanggau dan sampai ke wilayah Sarawak Malaysia.
Walaupun mereka tersebar di beberapa kabupaten hingga ke Malaysia, tetapi adat istiadat dan bahasa yang diucapkan tidak jauh berbeda, hanya terjadi perubahan konsonan bunyi vokal saja.

Saat ini suku Dayak Sikukng adalah penganut agama Kristen Katolik, sebagian besar meninggalkan agama adat dan tradisi adat lama mereka yang masih berhubungan dengan dunia mistis dan dunia roh.

Suku Dayak Sikukng, menjalani pola hidup pada pertanian berladang. Mereka menanami gunung-gunung dengan tanaman padi ladang. Menanam padi bagi mereka adalah sebuah ritual, yang mereka namakan sebagai ritual tanong. Untuk melakukan ritual tanong, cukup oleh pihak keluarga yang ingin melaksanakan ritual tersebut, jadi tidak harus bersama-sama dengan seluruh warga kampung. Apabila panen telah selesai, maka mereka akan mengundang seluruh warga kampung dan merayakan keberhasilan panen dengan mengadakan pesta Nyobekng. Pesta nyobekng ini diikuti oleh seluruh kampung. Tua muda bergembira dan menari bersama sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, karena telah memberikan hasil panen padi yang bagus.
Selain bertani berladang, mereka juga memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, seperti berburu dan mengumpulkan hasil hutan.

sumber:

  • entikong.web.id
  • kebudayaan-dayak.org
  • ichrdd.ca
  • m.thejakartapost.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Tawaeq

Suku Dayak Tawaeq (Tawang), bermukim di daerah perbukitan Tawang yang berada di kecamatan Jagoi Babang di kabupaten Bengkayang provinsi Kalimantan Barat. Suku Dayak Tawaeq menyebar di perkampungan Tawang, yang terdiri dari kampung Tawang Tikam, kampung Tawang Tatang, kampung Tawang Tubung, kampung Sikut, kampung Pening dan kampung Becci. Selain itu beberapa beberapa penduduk dari pemukiman suku Dayak Tawaeq ada yang pindah ke kampung Nibung, kampung Melayang dan kampung Panjak. Populasi suku Dayak Tawaeq yang bermukim di kecamatan Seluas diperkirakan sebesar 2.089 orang. Sedangkan populasi di kampung-kampung lain belum diketahui jumlahnya.

Suku Dayak Tawaeq, sejak kehadiran mereka di pulau kalimantan beberapa abad atau beberapa ribu tahun yang lalu, diperkirakan langsung menempati secara permaen di daerah mereka saat ini yaitu di kampung Tawang (Tawaeq) kecamatan Jagoi kabupaten Bengkayang provinsi Kalimantan Barat.

Para peneliti mengelompokkan suku Dayak Tawaeq ke dalam kelompok rumpun Bidayuh. Begitu juga dengan bahasa Dayak Tawaeq, digolongkan ke dalam rumpun bahasa Bidayuhic. Bahasa Dayak Tawaeq ini memiliki kemiripan dengan bahasa suku-suku dayak yang bermukim di sekitar pemukiman mereka, seperti suku Dayak Tameng dan suku Dayak Sungkung (Sikukng).

Mata pencaharian suku Dayak Tawaeq, layaknya suku-suku dayak yang lain di kabupaten Bengkayang, adalah bertani berladang di sekitar hutan, dan berburu binatang liar seperti babi hutan dan burung. Mereka juga menangkap ikan di sungai-sungai yang melintas dekat perkampungan mereka. Selain itu beberapa keluarga memelihara hewan ternak seperti ayam, babi dan lain-lain. Kehidupan yang lebih maju juga mereka jalani, seperti sekolah sampai ke universitas dan bekerja di kantor-kantor pemerintah maupun di kantor-kantor swasta.

sumber:
  • word-dialect.blogspot.com
  • joshuaproject.ne
  • kebudayaan-dayak.org
  • antara.com
  • dayakbaru.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Bakati' Riok

tradisi Nyabankg
suku Dayak Bakati' Riok
Suku Dayak Bakati’ Riok, kadang disebut sebagai suku Dayak Riok saja, adalah suku Dayak yang menetap di Banoe Riok kabupaten Bengkayang provinsi Kalimantan Barat. Populasi suku Dayak Bakati' Riok ini diperkirakan sebesar 4.565 orang.

Bahasa yang diucapkan oleh suku Dayak Bakati' Riok ini adalah bahasa Riok, yang masih termasuk ke dalam rumpun bahasa Bidayuhik. 

Kawasan pemukiman suku Dayak Bakati' Riok, adalah yang termasuk dalam wilayah adat Binua Riok adalah kampung Minsu, kampung Sebalos, kampung Paling, kampung Param, kampung Malo, kampung Sanggau Ledo dan kampung Sujah. Selain di beberapa kampung sebelumnya, di tempat lain masih ditemukan pemukiman suku Dayak Bakati' Riok ini, yaitu di daerah Pejampi dan Sigorong.

Menurut mereka, bahwa asal usul nenek moyang mereka suku Dayak Bakati', berasal dari daerah pegunungan Sungkung (Sikukng, Sukung dan Sukukng). Tetapi sebelum menempati pegunungan Sungkung, mereka berasal dari bukit Bawakng. Dalam perjalanan mereka, mereka terpisah-pisah menjadi beberapa kelompok, sedangkan satu kelompok terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Bakati’ Riok dan Bakati’ Rara. Walaupun kedua suku ini berasal dari satu suku yang sama, tetapi karena telah terpisah dalam waktu yang lama sekali, maka seiring dengan perkembangan zaman kedua kelompok ini kemudian diidentifikasikan menjadi dua kelompok yaitu Bakati’ Rara dan Bakati' Riok.

Salah satu benda pusaka suku Dayak Bakati' Riok, adalah Ponngo, adalah suatu tempat penyimpanan kepala hasil mengayau, atau tempat tinggal para anak lelaki yang telah akil balik, penginapan tamu, tempat penghormatan kepada roh-roh leluhur atas keberanian dan kegagahan mereka dalam mengayau pada masa lalu. Orang Dayak Bakati' Riok, meyakini praktek pengayauan yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Bakati' Riok pada masa lalu, adalah suatu perbuatan religius, dapat bermakna mendamaikan samangat (roh). Jika di dunia nyata orang yang saling kayau sulit didamaikan, maka di alam roh pasti bisa.

Suku Dayak Bakati' Riok, saat ini bermatapencaharian pada bidang pertanian berladang, beberapa keluarga memelihara binatang ternak, seperti ayam, babi dan bebek. Mereka juga banyak yang bekerja di sektor pemerintahan dan swasta, serta menjadi guru dan pedagang. Di saat senggang, ketika tidak ada kegiatan lain, maka mereka akan menyempatkan diri untuk menangkap atau memancing ikan dan juga berburu binatang liar di hutan.

gambar-foto:
  • sempitak.blogspot.com
sumber:
  • word-dialect.blogspot.com
  • kebudayaan-dayak.org
  • bukitbawakng.blogspot.com
  • ceritadayak.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain

Suku Dayak Jangkang

suku Dayak Jangkang
Suku Dayak Jangkang, salah satu suku dayak yang mendiami wilayah kecamatan Balai Sebut kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Umumnya bermukim di bagian utara kabupaten Sanggau. Tepatnya di antara dua sungai besar, yaitu sungai Sekayam dan sungai Mengkiang, juga mendiami pesisir beberapa sungai kecil, seperti sungai Jangkang yang hanya selebar 1,5 meter. Namun, sungai ini adalah sumber mata air dari gunung Bengkawan, sehingga tidak pernah kering.

Dahulu, suku Dayak Jangkang sangat ditakuti oleh suku-suku dayak lain yang berada di kabupaten Sanggau, karena mereka terkenal dengan sebutan pengayau ulung. Daerah pengayauan mereka sangat jauh, hingga ke wilayah Sosok, Batang Tarang bahkan lebih jauh lagi sampai ke wilayah kabupaten Landak.

suku Dayak Jangkang
Pada masa itu, banyak raja-raja (pemimpin suku) pada masa itu berkuasa di kabupaten Sanggau, salah satunya adalah seorang tokoh dari keturunan Dayak Jangkang, bernama Macan Luar atau Macan Ke' Gila, yang sangat sakti, sangat ditakuti oleh setiap orang. Pada masa kepemimpinannya Ia menaklukkan Kerajaan Tayan dan Sekadau. Karena kehebatan si Macan Luar inilah, Kerajaan Tayan memberi gelar kepada Macan Luar, yaitu gelar Macan Muara Tayan Sengkuang Tajur. Suku Dayak Jangkang ikut berperanserta mengukir sejarah dayak, pada peristiwa Pertemuan Perdamaian Perang antarsuku yang dilaksanakan di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah pada tahun 1894.

Lima tokoh suku Dayak Jangkan, yaitu:
1. Macan Natos (Ke’ Engkudu’) dari Empiang
2. Macan Luar (Ke’ Gila) dari Kobang
3. Macan Talot dari Sekantot
4. Macan Mure dari Tebuas/Ketori
5. Macan Gaing dari Terati.
Kelima tokoh ini membuat semacam kesepakatan dengan seluruh anggota masyarakat suku Dayak Jangkan untuk menghentikan praktek pengayauan.

Pada masa lalu suku Dayak Jangkang memiliki kedaulatan wilayah adat yang permanen yang terbagi dalam 7 wilayah ketemenggungan, satu wilayah pateh, dan satu wilayah mangku.

Wilayah Ketemenggungan:
  • Jangkang Kopa (Henua Kopa) yang meliputi sebelas kampung yang berpusat di Empiang.
  • Jangkang Nsanong yang meliputi tujuh kampung yang berpusat di Terati
  • Jangkang Engkarong yang meliputi sebelas kampung yang berpusat di Sekantot.
  • Jangkang Ngkatat yang meliputi tujuh kampung yang berpusat di Ndoya
  • Jangkang Junggur Tanjung yang meliputi enam kampung yang berpusat di Mpurang.
  • Jangkang Seguna/Muko’ yang meliputi lima kampung yang berpusat di Seguna.
  • Jangkang Kanan yang meliputi tujuh kampung yang berpusat di Tumbuk.
Wilayah Pateh:
  • berpusat di Semirau. Wilayah kepemimpinan seorang pateh di bawah temenggung. Pateh yang pertama adalah Pateh Logau yang waktu itu memiliki wilayah yang meliputi sembilan kampung, yaitu Kampung Semirau, Ensibau, Sekampet, Jambu, Semukau, Sentowa, Ketori, Tebuas, dan Sabang. Wilayah mangku berpusat di Kobang. Wilayahnya meliputi enam kampung, yaitu Kampung Kobang, Jangkang Benua, Penyu/Landau, Parus, Sebao, Tanggung, dan Engkolai.
Suku Dayak Jangkang berbicara dalam bahasa Dayak Jangkang, yang menurut mereka, bahwa bahasa yang dipakai mereka masih termasuk dalam dialek Bokidoh. Bahasa Dayak Jangkang, terdiri dari 4 dialek:
  • Jangkang Engkarong
  • Jangkang Benua
  • Jangkang Kopa (Henua Kopa)
  • Jangkang Junggur Tanjung
Bahasa Dayak Jangkang yang terdiri dari 4 dialek ini pada dasarnya hampir tidak ada perbedaan, hanya saja terjadi perbedaan pada intonasi atau berbeda pada beberapa kata saja. Perbedaan hanya terlihat pada dialek Dayak Engkarong yang menyuarakan bunyi konsonan "r" dalam bentuk suara "Ä", mirip konsonan "r" dalam bahasa Inggris, dan juga bunyi vokal "o", juga terdengar seperti vokal "a".

Sedangkan pada suku Dayak Jangkan, terdapat sebutan berdasarkan wilayah pemukiman, tetapi bukan sub klan maupun sub suku:
  • Jangkang Tojo (ujung)
  • Jangkang Soju (hulu)
  • Jangkang Soba (hilir)
Asal usul suku Dayak Jangkang konon berasal dari Tembawang Tampun Juah/ Rungkap tuba, yang berada di kecamatan Balai Karangan kabupaten Sanggau. Dahulu suku Dayak Jangkang adalah pemburu ulung, selalu mencari tempat baru untuk wilayah perburuan. Mereka kemudian mencari wilayah perburuan baru, dan dalam perjalanan mereka sampai di Tembawang Tayu yang berada di kaki gunung Begkawan yang sekarang menjadi kecamatan Jangkang kabupaten Sanggau. Sebagian dari mereka memilih tempat ini untuk dijadikan wilayah pemukiman baru, sedangkan sebagian lain memilih untuk mencari daerah lain menuju suatu tempat bernama Kobang, tidak lama di tempat ini mereka melanjutkan perjalanan ke suatu tempat bernama Songokng, tidak lama juga di tempat ini, mereka pun pindah ke suatu tempat yang sekarang menjadi kampong Jangkang Benua.
Sedangkan kelompok yang tadinya bertahan di Tembawang Tayu memilih pergi mencari tempat lain untuk berladang sehingga menyebarlah mereka dan menemukan tempat yang diberi nama Jangkang dan Ketori. Awalnya mereka tinggal melaman (hidup di pondok ladang) namun lama kelamaan masyarakat mereka semakin banyak dan akhirnya menjadi sebuah perkampungan dan semakin padat. Dari kampung ini beberapa kelompok menyebar ke berbagai daerah di kecamatan Jangkang, kecamatan Mukok dan yang lain di kecamatan Bonti dan kecamatan Kapuas, seluruhnya berada di kabupaten Sanggau. Sedangkan nama Jangkang mereka ambil dari nama sungai yang melintas melalui perkampungan mereka saat ini.

Suku Dayak Jangkan saat ini mayoritas adalah pemeluk agama Kristen Katolik, sedangkan sebagian kecil lainnya memeluk agama Kristen Protestan.

Mata pencaharian suku Dayak Jangkan, adalah pada pertanian berladang, tetapi mereka juga memanfaatkan hutan untuk memenuhi beberapa kebutuhan hidup, seperti berburu dan mengumpulkan hasil dari hutan. Menangkap ikan juga mereka tekuni pada sungai-sungai yang melintas dekat wilayah perkampungan mereka. Saat ini tidak sedikit juga dari mereka yang berhasil pada sektor pemerintahan maupun sektor swasta, serta menjadi guru dan pedagang.

gambar-foto:

  • edipetebang.blogspot.com
  • mylot.com
sumber:
  • jangkangbengkawan.blogspot.com
  • kebudayaan-dayak.org
  • keluargajangkang.blogspot.com
  • word-dialect.blogspot.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain