Suku Dayak Tengon tersebar di perkampungan yang terdiri dari 5 kampung, yaitu kampung Tengon Kulum, kampung Tengon Pelai’, kampung Tengon Upas, kampung Tengon Kadik I (Bakguh) dan kampung Tengon Kadik II (Nyaloi), seluruh perkampungan ini berada di provinsi Kalimantan Barat.
Suku Dayak Tengon berbicara dalam bahasa Tengon yang disebut juga sebagai bahasa Badeneh, kadang disebut juga disebut sebagai bahasa Bidayuh atau bahasa Kumba. Bahasa Tengon memiliki ciri khas yang berbeda dengan bahasa-bahasa dayak lain, suara yang dikeluarkan ketika berbicara lebih banyak melalui hidung (sengau). Secara karakter bahasa ini dikelompokkan ke dalam rumpun bahasa Bidayuhik.
Suku Dayak Tengon berbicara dalam bahasa Tengon yang disebut juga sebagai bahasa Badeneh, kadang disebut juga disebut sebagai bahasa Bidayuh atau bahasa Kumba. Bahasa Tengon memiliki ciri khas yang berbeda dengan bahasa-bahasa dayak lain, suara yang dikeluarkan ketika berbicara lebih banyak melalui hidung (sengau). Secara karakter bahasa ini dikelompokkan ke dalam rumpun bahasa Bidayuhik.
Istilah Bi Hngon berarti "orang Tengon". Suku Dayak Tengon oleh kelompok etnis lain, dianggap juga sebagai Dayak Kumba yang menuturkan bahasa Bidayuh. Karena nenek moyang orang Tengon berasal dari daerah di sepanjang aliran sungai Sekumba yang berhulu di pegunungan Tamong, Sungkung dan dataran tinggi sekitarnya. Menurut mereka, bahwa nenek moyang orang Tengon berasal dari negeri Cina. Kerabat serumpun mereka adalah orang Dayak Sempatung, orang Dayak Sungkung dan beberapa kelompok sub-suku Bidayuh di sekitar wilayah pemukiman suku Dayak Tengon.
Sekitar tahun 1700-1800 Masehi, Lim Thok Khian berlayar dari negerinya di provinsi Quang Dong menuju ke Asia Tenggara. Sampailah rombongan ini di Kalimantan, tepatnya di daerah Kalimantan Barat sekarang, di sekitar kabupaten Sambas. Menurut mereka istilah sambas berasal dari bahasa Cina, yaitu sam nyiaan. Sam artinya "tiga" dan nyiaan artinya "suku". Jadi diartikan menjadi "tiga suku", dan kata sambas berarti "tiga bangsa".
Rombongan pertama yang datang ini semuanya laki-laki. Sekelompok dari mereka menetap di kabupaten Sambas dan kawin dengan penduduk asli, yaitu orang dayak (Jackson, 1970). Sedangkan kelompok lain mudik ke hulu menelusuri sungai Sambas, masuk ke sungai Kumba menuju ke Seluas dan menuju ke Sungkung. Di tempat ini mereka mengawini penduduk setempat dan beranak cucu. Keturunan mereka akhirnya menyebar ke Tengon, Sempatung, serta Bentiang. Sungai Kumba adalah sungai yang berhulu di pengunungan Niut. Keturunan dari Cina-Dayak (Pa Tong La), akhirnya berpindah dari Sungkung ke wilayahwilayah di sekitar Gunung Niut, seperti di Tengon, Bentiang dan Sempatung.
Dari bukti-bukti yang ada saat ini, menjelaskan bahwa suku Dayak Tengon, diperkirakan adalah keturunan dari bangsa Cina, dengan bukti adanya adalah sebuah Gong asal Negeri Cina yang merupakan warisan untuk anak cucunya. Nama gong tersebut adalah Baneh. Sekarang, keturunan Lim Thok Khian ini sudah sampai pada keturunan yang ke delapan.
Berikut urutan keturunan Lim Thok Khian, berasal dari Thongsan China.
- Lim Thok Khian memperanakkan Lim Tonal.
- Lim Tonal memperanakkan Lim Tai Yut.
- Lim Tai Yut memperanakkan Lim Nyan.
- Lim Nyan memperanakkan Lim Kawek.
- Lim Kawek memperanakkan Ipan.
- Ipan memperanakkan Tabi.
- dan seterusnya keturunannya menjadi atau berbaur dengan beberapa kelompok suku dayak seperti suku Dayak Tengon, suku Dayak Sungkung, suku Dayak Sempatung dan sebagian kecil lain keturunan berbaur dengan suku Dayak Bentiang.
sumber:
- kebudayaan-dayak.org
- matematika-edo.blogspot.com
- wikipedia
- dan sumber lain
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,