Showing posts with label Mon-Khmer. Show all posts
Showing posts with label Mon-Khmer. Show all posts

Suku Lamam, Kamboja

Suku Lamam (Lmam), adalah salah satu suku minoritas yang hidup di Kamboja. Suku Lamam hidup di Kamboja dalam populasi yang kecil, sekitar 1.500 orang. Mereka tinggal di sudut timur laut Kamboja dalam wilayah Rotanah Kiri.

Orang Lamam berbicara dalam bahasa Lamam. Pada umumnya orang Lamam masih menganut agama ethnic, walaupun agama Buddhisme sangat dominan di Kamboja, namun tidak berpengaruh bagi orang Lamam.

Tidak banyak yang bisa diungkap tentang orang-orang Lamam, karena minimnya informasi tentang orang Lamam yang hidup di Kamboja ini.

sumber:
artikel terkait:

Suku Mel, Kamboja

Suku Mel, adalah kelompok masyarakat suku minoritas yang terdapat di Kamboja. Orang Mel berdiam di provinsi Kracheh Utara. Populasi orang Mel di Kamboja sekitar 3.000 orang.

Pemukiman orang Mel berada di daerah yang menyusuri sungai di antara pemukiman orang Kraol di sepanjang sungai Krieng. Sebagian besar dari mereka bermukim di tempat yang mudah diakses dari sungai Krieng dan jalan tanah menuju kota utama Kracheh.

Orang Mel berbicara dalam bahasa Mel, yang merupakan bahasa dalam kelompok Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic. Populasi orang Khmer hanya terdapat di Kamboja.
Sebagian besar generasi mudah suku Mel tidak lagi berbicara dalam bahasa Mel, akibat kuatnya pengaruh bahasa Khmer di wilayah ini.

Suku-suku hutan terpencil lainnya, menganggap orang Mel sebagai "orang tengah". Orang Mel biasanya membeli produk hutan milik suku Kraol, T'moan dan lain-lain, seperti damar dan hewan kecil, yang kemudian dijual kepada orang Khmer. Dengan kegiatan ini, beberapa orang Mel hidup relatif kaya dibanding suku-suku lainnya.

Visual Diary: Cambodia
salah satu desa suku Mel
(flickr)
Kepercayaan asli orang Mel adalah suatu kepercayaan kepada Siddharta Gautama, suatu sistem kepercayaan dan praktek sebagian besar didasarkan pada ajaran Siddharta Gautama, sehingga keyakinan orang Mel dianggap juga sebagai Buddhisme. Beberapa lain telah memeluk agama Theravada Buddhisme. Orang Mel kebanyakan akan mengaku sebagai penganut Buddha, walaupun sebenarnya mereka masih menjalankan agama keyakinan tradisional mereka. Terdapat sekelompok kecil penganut agama Kristen.
Di desa-desa terpencil lainnya, orang Mel tetap animis tradisional. Mereka melaksanakan tradisi tahunan untuk mengadakan persembahan kepada roh-roh di alam, seperti mengorbankan beberapa ekor kerbau dan sapi, sedangkan untuk penyembuhan terhadap penyakit, mereka akan mengorbankan ayam atau babi.

anak-anak suku Mel
(facebook)
Gaya hidup orang Mel banyak mendapat pengaruh dari gaya hidup orang Khmer. Kondisi desa masih jauh lebih buruk daripada kebanyakan desa Khmer. Hanya desa utama memiliki akses ke air sumur. Karena kehidupan mereka yang terpencil, segala bentuk keperluan untuk kehidupan mereka menjadi sangat mahal setibanya ke pemukiman mereka, seperti bahan bakar untuk bajak, makanan kaleng dan alat-alat lainnya.

Dalam bertahan hidup, sebagian orang Mel hidup pada bidang pertanian, seperti tanaman padi, yang hasilnya dijual ke desa-desa Khmer. Orang Mel lebih berasimilasi dengan gaya hidup orang Khmer daripada suku terpencil lainnya. Rumah-rumah orang Mel banyak menyerap gaya bangunan Khmer. Beberapa orang Mel telah bekerja di kantor-kantor swasta dan pemerintah, yang berada di antara desa-desa Khmer.

sumber:
artikel terkait:

Suku Kraol, Kamboja

Suku Kraol, adalah suatu kelompok suku yang hidup di wilayah perbatasan provinsi Kracheh dan provinsi Mondolkiri, Kamboja. Populasi orang Kraol diperkirakan lebih dari 3.000 orang.

Pemukiman utama orang Kraol berada di Kracheh. Daerah pemukiman orang Kraol tersebar di sepanjang tepi sungai Krieng. Di wilayah ini orang Kraol bertetangga dengan suku Mel yang juga hidup di sekitar sungai Krieng. Orang Kraol berbicara dalam bahasa Kraol, yang merupakan bagian dari kelompok bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic. Bahasa Kraol mirip dengan bahasa T'moan, tapi memiliki dialek yang berbeda. Sedangkan dengan bahasa Mel, bahasa orang Kraol sangat berbeda, sehingga dalam berkomunikasi mereka menggunakan bahasa Khmer.

Kepercayaan asli orang Kraol adalah agama ethnic, yang mengandung unsur animisme, tapi karena tekanan politik mereka biasanya mengaku sebagai penganut Buddha. Mereka tetap menjalankan praktek agama ethnic, dengan melakukan pengorbanan kerbau dan sapi untuk menenangkan roh-roh yang mereka takuti. Untuk tradisi upacara penyembuhan, mereka melakukan mantra dengan mengorbankan babi dan ayam. Selain itu tradisi perayaan Buddha juga dilaksanakan, hanya saja tradisi Buddha dicampur dengan agama ethnic seperti minum anggur dan pengorbanan untuk roh-roh di alam.

Desa-desa pemukiman orang Kraol sudah memiliki jalan akses menuju desa, hanya saja kondisi jalan yang sangat buruk menyulitkan untuk pasokan barang-barang keperluan mereka, seperti bahan bakar, makanan dan lain-lain. Orang Kraol sebagian besar tinggal di sepanjang sungai Krieng. Di sisi seberang sungai juga terdapat pemukiman orang Kraol, hanya saja karena tidak adanya jembatan untuk menyeberangi sungai, sulit  untuk berhubungan dengan kerabat mereka di seberang sungai. Kehidupan orang Kraol masih dalam taraf kemiskinan, tidak ada pasar bahan makanan, sedikit akses ke perawatan medis, tidak ada fasilitas pendidikan atau prasarana modern lainnya.

Pada masa perang Kamboja, orang Kraol mengalami penderitaan panjang, mereka dipaksa untuk menjalani gaya hidup orang Khmer, termasuk agama dan bahasa untuk meng"khmer"kan orang Kraol. Di bawah Khmer Merah, mereka sering dianiaya dan dipaksa untuk pindah ke daerah lain untuk dipekerjakan sebagai petani padi. Pada akhir 1980-an desa Kraol utama Srie Chi, dibakar oleh Khmer Merah dan banyak orang Kraol yang tewas. Beberapa orang Kraol telah menikah dengan orang Bunong, tapi hidup di antara orang-orang Bunong, dan telah menggunakan bahasa Bunong dan bahasa Khmer.

Kehidupan orang Kraol dalam bertahan hidup pada umumnya sebagai petani pada tanaman padi sawah. Mereka juga memelihara sapi yang nantinya dijual ke orang Khmer setiap tahun. Gaya rumah-rumah orang Kraol banyak mengadopsi gaya arsitektur rumah orang Khmer.


sumber:
artikel terkait:

Suku T'moan, Kamboja

Suku T'moan, adalah suatu suku yang hidup terpencil atau terasing di Kamboja. Populasi orang T'moan sekitar 700 orang yang berdiam di 5 desa yang berada di bagian utara Kratie dan provinsi Mondolkiri, Kamboja.

suku T'moan
(stevehyde)
Orang T'moan, berbicara dalam bahasa T'moan, yang erat kaitannya dengan bahasa Jarai dan bahasa Kraol, dan merupakan bagian dari kelompok bahasa Mon-Khmer. Kehidupan orang T'moan yang terpencil membuat mereka memiliki kontak terbatas dengan kelompok suku lain yang ada di Kamboja. Tidak diketahui apakah suku T'moan di Kamboja ini ada hubungannya dengan suku Temuan yang ada Malaysia, tapi kemungkinan ini hanya kebetulan terjadi kemiripan nama suku saja.
Desa-desa suku T'moan tidak memiliki akses jalan, sehingga beberapa desa orang T'moan tidak tercantum pada peta pemerintah Kamboja. Desa-desa orang T'moan termasuk desa yang miskin. Di desa-desa mereka tidak terdapat sekolah dan pusat kesehatan.
Oleh karena itu sangat sedikit dari mereka yang bisa berbicara dalam bahasa Khmer, yang merupakan bahasa yang paling dominan dan merupakan bahasa nasional di Kamboja.

Seorang ketua suku memimpin adat dan istiadat masyarakat suku T'moan. Kehidupan tradisional yang jauh dari kemajuan pembangunan masih dijalani oleh masyarakat suku T'moan. Walaupun mereka hidup di desa-desa, tapi dalam mencari sumber kehidupan, mereka masih melakukan praktek nomaden. Sebagian dari mereka banyak yang hidup di hutan terpencil. Mereka melakukan praktek nomaden bukan sekedar untuk mencari buruan atau mencari sumber makanan, tapi hal lain karena keyakinan mereka terhadap roh-roh di hutan yang akan menyebabkan masalah atau penyakit di desa. Ketika roh hutan yang tersinggung, mereka akan membakar desa dan pindah ke lokasi baru untuk memulai sebuah desa baru. Mereka tidak menebang pohon kayu. Rumah-rumah mereka dibuat dari bambu tanpa paku. Orang T'moan membagi tanggung jawab kehidupan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Orang-orang tua bekerja di hutan yang dalam mencari makanan dan pertanian. Sedangkan para perempuan merawat anak-anak dan laki-laki muda tinggal bersama di sebuah rumah khusus di pusat desa di mana mereka akan hidup sampai mereka menemukan seorang istri untuk menikah. Selama pacaran, para pemuda mencoba dan menyelinap ke rumah seorang gadis di malam hari. Seorang pemuda berhasil dalam "pacaran" ketika gadis itu menerima dia ke rumah. Jika ia tertangkap ia harus membayar denda ke desa dan sering diselesaikan dengan pernikahan.

Rumah-rumah orang T'moan berbentuk rumah panggung, yang dibuat dari bambu, dan diatur dalam lingkaran atau segi empat panjang. Mereka tidak memiliki akses perawatan medis modern. Banyak dari mereka yang kekurangan gizi. Biasanya bagi seseorang yang sakit, akan ditangani oleh "dokter roh" atau semacam dukun, yang mana hal ini sering menyebabkan kematian bagi si penderita.

Keyakinan asli suku T'moan, adalah murni menganut animisme. Agama Theravada Buddha dan Mahayana Buddha yang menjadi agama dominan di Kamboja tidak mempengaruhi kehidupan orang T'moan. Secara tradisional, mereka takut terhadap roh-roh yang ada di alam. Mereka melakukan pengorbanan tahunan dengan mengorbankan kerbau atau sapi. Sedangkan untuk menyembuhkan penyakit, mereka melakukan pengobatan dengan mantra-mantra dengan mengorbankan ayam atau babi. Pada tahun 2006 agama Kristen mulai memasuki kehidupan orang T'moan, lebih dari setengah orang T'moan mulai mengenal agama Kristen.

Kehidupan orang T'moan sebagai minoritas di Kamboja tidak mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah Kamboja, sehingga mereka tetap hidup dalam ketertinggalan. Tapi walau begitu orang T'moan tetap bertahan dengan adat dan istiadat yang mereka amalkan sejak zaman nenek moyang mereka.

sumber dan referensi:
artikel terkait:

Suku Khmer Keh, Kamboja

Suku Khmer Keh, adalah suatu kelompok suku yang hidup terisolasi di daerah pegunungan timur laut Kamboja, yang terdiri dari 8 desa. Lokasi ke 8 desa Khmer Keh terpencil yang hidup secara tradisional jauh di dalam hutan. Populasi orang Khmer Keh di Kamboja adalah sekitar 5.200 orang.

Orang Khmer Keh, berbicara dalam bahasa Keh, yang merupakan sub-dialek dari bahasa Khmer. Orang Khmer Keh mengisolasi diri untuk menghindari tindakan brutal rezim Khmer Merah.
Saat ini walaupun rezim Khmer Merah tidak lagi berkuasa, tapi orang Khmer Merah tetap mengisolasi diri. Pemerintah Kamboja telah menghilangkan ranjau darat dan membangun jalan baru.

Masyarakat suku Khmer Keh, walau hidup terisolasi, dan daerah pemukiman mereka belum memiliki listrik. Tapi kehidupan mereka sudah lebih membaik. Beberapa anak muda telah memperoleh ponsel, bahkan beberapa orang Keh telah memiliki sepeda motor. Dengan adanya alat transportasi, memudahkan mereka untuk menjual hasil karya tangan mereka, seperti tenunan di kota-kota terdekat.

Sebagian besar rumah orang Khmer Keh, dibuat dari kayu yang diambil dari hutan dengan bentuk rumah panggung. Para generasi muda tidak banyak yang bisa mendapatkan pendidikan yang layak, karena desa-desa mereka berada di tempat terpencil.

Walau pengaruh Buddha sudah masuk ke dalam kalangan orang Khmer Keh, tapi secara tradisional keyakinan orang Khmer Keh adalah agama ethnic yang masih berunsurkan animisme, dengan percaya kepada roh-roh yang ada di segala benda-benda dan alam sekitar mereka. Sebagian besar generasi muda sudah tidak percaya terhadap penyembahan roh di alam, tapi para orang tua masih melakukan upacara khusus setiap tahun, yang melibatkan tari-tarian untuk mengundang roh-roh di alam.

Dalam bertahan hidup orang Keh, hidup dengan menanam padi dan memelihara hewan ternak. Memancing juga menjadi kegiatan sampingan mereka untuk menambah kebutuhan hidup mereka. Di saat tidak ada kegiatan, beberapa orang pergi ke hutan untuk mengumpulkan buah-buahan dan hasil hutan lainnya.


sumber dan referensi:


artikel terkait:

Suku Khmer Krom, Kamboja

Suku Khmer Krom, adalah kelompok masyarakat Khmer di Kamboja yang berasal dari wilayah Delta Mekong, Vietnam Selatan, tepatnya dari Kampuchea Krom Territory, Vietnam. Komunitas ini lebih dikenal dengan sebutan Khmer Krom. Populasi suku Khmer Krom di Kamboja, diperkirakan sebesar 244.000 orang.

pemuda Krom menulis di papan tulis
Courtesy of the Cambodian Center for Human Rights
(minorityvoices)
Di Kamboja. orang Khmer Krom kadang disebut sebagai "Kampuchea Krom," atau "Kamboja Bawah".  Sebagai etnis Khmer, mereka mirip dengan kebanyakan etnis Kamboja.
Suku Khmer Krom memiliki ras "Khmer", tapi mereka merupakan etnis yang agak berbeda dengan kelompok Khmer di Kamboja. Secara sejarah asal usul, budaya, bahasa dan darah adalah warisan mental dan biologis Angkorean pada zaman Kerajaan Khmer sekitar abad 15. Suku Khmer Krom, pemukiman utama mereka berada di wilayah Vietnam, tapi mereka tetap teguh dengan tradisi budaya dan adat istiadatnya. Berbeda dengan suku Khmer Surin di Thailand yang banyak menyerap tradisi budaya Thailand.

Bangsa Khmer terkenal sebagai suku bangsa yang memiliki wilayahnya sendiri di Semenanjung Indochina, yang berada di Thailand, Vietnam dan Laos. Budaya dan tradisi Khmer yang kaya terkenal di seluruh dunia.
Suku Khmer Krom yang berada di Vietnam, adalah kelompok etnis Khmer yang sering mendapat tekanan dari pemerintah Vietnam. Kelompok Khmer Krom ini agak berbeda dengan bangsa Khmer di Kamboja.

Wilayah pemukiman suku Khmer Krom di masa lalu adalah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Khmer, sejak abad 9 hingga abad 15. Tapi Kerajaan Khmer dihancurkan oleh Vietnam, dan banyak penduduk Khmer Krom yang melarikan diri ke Kamboja. Orang Khmer Krom mendiami seluruh wilayah Kampuchea Krom meliputi delta Sungai Mekong semua dan sebagian besar wilayah dataran tinggi di sepanjang perbatasan Kamboja. Namun, kebanyakan orang Khmer Krom hidup hanya sepanjang delta Sungai Mekong. Menurut statistik resmi, ada sekitar 8 juta orang Khmer Krom tinggal di sana, tetapi mereka berada di bawah tekanan pemerintah Vietnam dalam menggunakan bahasa mereka.

Pada 1623, Raja Chey Chettha II Kamboja (1.618-1.628) membolehkan pengungsi Khmer Krom dari Vietnam melarikan diri dari perang ketika terjadi perang di Trinh-Nguyễn Vietnam, untuk menetap dan mendirikan sebuah rumah adat di Prey Nokor, Kamboja.

laki-laki Khmer Krom mengangkut air
ke desa Krong Bek
di provinsi Sihanoukville Kamboja
(rfa)
Kehadiran suku Khmer Krom di Kamboja dari Vietnam, memberikan tugas baru bagi pemerintah Kamboja, karena harus segera memberikan kewarganegaraan kepada orang Khmer Krom, di mana mereka mengklaim  bahwa mereka didiskriminasi oleh pemerintah Vietnam, yang telah mengakibatkan marginalisasi mereka. Nasib Krom Khmer di Kamboja rupanya kurang mendapat perhatian dari pemerintah Kamboja, sekian lama mereka menetap di Kamboja, tapi belum mendapat dokumen kewarganegaraan Kamboja sebagai warga negara Kamboja. Sekelompok kecil orang mencoba mencari suaka ke Thailand, tapi mereka justru dideportasi kembali Kamboja. Pengakuan mereka, menyeberangi perbatasan karena pemerintah Kamboja belum memberikan dokumen kewarganegaraan dan mereka takut akan ditangkap dan dideportasi ke Vietnam. Kesulitan praktis dihadapi oleh orang Khmer Krom di Kamboja adalah memperoleh kartu identitas kewarganegaraan Kamboja ("ID Cards / KTP") yang dibutuhkan untuk mendapat hak dan manfaat yang melekat pada kewarganegaraan / kebangsaan seperti pekerjaan, pendidikan, dan hak kepemilikan hak atas tanah. Walaupun orang Khmer Krom telah lama tinggal di Kamboja, tapi mereka lebih sering dianggap sebagai Vietnam dari pada dianggap sebagai Kamboja.

Orang Khmer Krom di Kamboja berdiam di Prey Nop provinsi Sihanoukville Selatan. Mereka hidup sebagai petani, terutama pada tanaman padi di sawah. Tetapi sawah yang mereka kelola bukanlah milik mereka, melainkan disewa, karena sebagian besar dari mereka belum memiliki tanah sendiri. Selain itu di tempat mereka saat ini, mereka juga kesulitan mendapatkan air bersih. Sepertinya kehidupan mereka diabaikan oleh pemerintah setempat. Untuk mendapat air, mereka harus mendatangkan dari tempat lain.
Sebagian kecil dari mereka bekerja sebagai nelayan, sekelompok kecil bermigrasi dan bekerja ke Thailand.

sumber dan referensi:
artikel terkait:

Suku Khmer Buriram, Kamboja

Suku Khmer Buriram, adalah salah satu sub-kelompok dari suku Khmer yang hidup dalam komunitas kecil yang berdiam di Kamboja.

Khmer Buriram
(wn)
Suku Khmer Buriram di Kamboja adalah para migran yang berasal dari Thailand, tepatnya di provinsi Buriram Thailand. Buriram terletak di ujung selatan Khorat Plateau, dengan beberapa gunung berapi di seluruh provinsi. Batas selatan provinsi merupakan daerah pegunungan di batas antara rentang Sankamphaeng dan pegunungan Dangrek.
Orang Khmer Buriram bersama Khmer Surin, Khmer Si Sa Ket dan Roi Et yang berdiam di Kamboja, semua disebut sebagai kelompok Khmer Leur atau disebut juga sebagai Northern Khmer (Khmer Utara).

Hampir seribu tahun yang lalu kini wilayah Buriram berada di bawah kekuasaan Kerajaan Khmer, banyak tersisa reruntuhan sisa Kerajaan Khmer yang masih terlihat di sana. Selama hampir 400 tahun wilayah ini merupakan perluasan kekuasaan Kerajaan Khmer mulai dari Ankor. Menurut prasasti yang ditemukan, wilayah ini dahulu dikuasai oleh Raja dari Kerajaan Khmer. Pada awal abad 19, kota ini awalnya disebut Muang Pae yang kemudian berubah menjadi "Buriram". Ketika wilayah ini di bawah invasi Vietnam, banyak orang Khmer Buriram yang mengungsi ke wilayah Kamboja. Kemudian setelah itu tempat ini menjadi di bawah kekuasaan pemerintahan Thailand.

gadis Buriram
(youtube.com)
Orang Khmer Buriram pada dasarnya berbicara dalam bahasa Khmer dengan dialek Buriram. Orang Khmer yang berada di Kamboja masih tetap berbicara dalam bahasa Khmer dialek Buriram. Tapi bagi orang Khmer yang masih berdiam di provinsi Buriram, dalam berbicara lebih sering menggunakan bahasa Thai. Bahasa Khmer dialek Buriram adalah salah satu dialek dari bahasa Khmer, yang merupakan bagian dari keluarga bahasa Mo-Khmer, cabang dari bahasa Austroasiatic.

Orang Khmer Buriram hampir seluruhnya memeluk Theravada Buddhisme. Agama Buddha sangat kuat dan teguh diyakini mereka. Bermacam-macam kegiatan di kuil dijalani dengan tekun. Sekelompok kecil orang Buriram masih ada yang mempraktekkan agama ethnic yang mengandung unsur animisme.

Kehidupan orang Buriram, pada dasarnya adalah bertani, pada tanaman padi di sawah. Selain itu berbagai tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan juga menjadi tambahan sumber penghasilan mereka.

sumber:

artikel terkait:

Suku Khmer Surin, Kamboja

Suku Khmer Surin, (Northern Khmer, Khmer Utara)adalah suatu kelompok suku di Kamboja, yang pada masa dahulu wilayah pemukimannya berada wilayah kekuasaan Kerajaan Khmer sekitar abad 15 (pusat pemerintahan di Angkor di Kamboja), tapi saat ini sebagian wilayah mereka berada di bawah kekuasaan pemerintah Thailand.

Khmer Surin
(happytravelguide)
Orang Khmer Surin kadang disebut sebagai Surin saja. Mereka berbicara dalam bahasa Khmer dengan dialek mereka sendiri, pemukiman utama mereka berada di wilayah Thailand, mereka fasih juga berbicara dalam bahasa Thai Isan. Bahasa Khmer Surin adalah salah satu dialek dari bahasa Khmer, yang merupakan bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic. Bahasa Khmer Surin memiliki perbedaan dialek dengan bahasa Khmer Kandal di Kamboja, dalam jumlah dan variasi fonem vokal, konsonan distribusi, leksikon, tata bahasa, dan, terutama, pengucapan suku kata akhir / r /, sehingga dialek Khmer Surin mudah dikenali oleh penutur dialek lain yang berbeda aksen.

Kelompok Khmer Surin hidup di sepanjang perbatasan Kamboja dan Thailand, terutama di provinsi Surin di Thailand. Walau mereka mereka berada di wilayah Thailand, tapi Budaya mereka tidak terlalu berbeda dengan orang Khmer yang tinggal di bagian utara Siem Reap. Mereka pandai memelihara dan melatih gajah.
Orang Khmer yang menetap di wilayah Kamboja, adalah orang Khmer Surin yang dahulunya melarikan diri ke Kamboja, untuk menghindar dari ancaman dan serangan komunis Vietnam di masa lalu ketika Vietnam pernah menginvasi wilayah mereka. Selain itu etnis Khmer lain seperti Si Sa Ket, Buriram dan Roi Et juga banyak bermigrasi ke wilayah Kamboja. Di Kamboja, mereka semua disebut sebagai Khmer Surin.

Orang Khmer Surin mayoritas adalah penganut Buddhisme dan sekelompok kecil masih meyakini agama ethnic yang mengandung unsur animisme. Beberapa praktek agama ethnic yang masih mempraktekkan perdukunan seperti Neak Ta Me Mut (sihir).

sumber:

artikel terkait:

Suku Khmer Kandal, Kamboja

Suku Khmer Kandal (Central Khmer/ Khmer Middle atau Khmer Tengah), adalah merupakan etnis Khmer sebagai penduduk asli yang berdiam di bagian barat dan tengah Kamboja. Suku Khmer Kandal, memiliki populasi terbesar di Kamboja, yaitu sebesar 13.005.000 orang.

perempuan suku Khmer Kandal
(cathyandgarystravelpages)
Suku Khmer adalah salah satu kelompok etnis tertua di Asia Tenggara, tak lama setelah bangsa Mon menggusur sebelumnya kedatangan Mon-Khmer dan berbagai kelompok Austronesia. Mereka adalah pembangun Kerajaan Khmer, dan sekarang mereka sebagai pembentuk arus utama politik, budaya dan ekonomi Kamboja.
Suku Khmer terdiri dari 3 sub kelompok, yaitu:
  • suku Khmer Kandal, adalah orang Khmer penduduk asli Kamboja, mereka berbicara dalam bahasa Khmer. 
  • suku Khmer Surin adalah etnis Khmer sebagai penghuni wilayah yang tanahnya dahulu adalah milik Kerajaan Khmer, tapi sekarang menjadi bagian dari wilayah Thailand. Suku Khmer Surin memiliki dialek bahasa sendiri tetapi juga fasih berbahasa Thai Isan. Suku Khmer Surin masih mempertahankan hubungan erat dengan Khmer Kamboja, karena sempat terjadi banyak perkawinan silang di antara mereka, ketika masih berada dalam satu wilayah. 
  • suku Khmer Krom adalah etnis Khmer yang dahulu tanah wilayah mereka berada di wilayah kerajaan Khmer, yang sekarang menjadi bagian dari wilayah Vietnam. Suku Khmer Krom fasih dalam dialek mereka sendiri dan bahasa Vietnam, mereka banyak yang melarikan diri ke Kamboja sebagai akibat dari penganiayaan dan dipaksa berasimilasi oleh komunis Vietnam.

Khmer Kandal berbicara dalam bahasa Khmer, yang merupakan bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer, cabang rumpun bahasa Austroasiatic. Bahasa Khmer disebut juga sebagai bahasa Kamboja, dan sebagai bahasa nasional Kamboja.

Pada masa dahulu, Khmer memiliki sebuah Kerajaan Khmer yang berdiri sejak abad 9. Daerah kekuasaannya meliputi wilayah Thailand, Kamboja dan Vietnam Selatan. Tapi terakhir Kerajaan Khmer kekuatannya menurun karena ditaklukkan oleh Vietnam dan Thailand.

Pada tahun 1975, Kamboja dikuasai oleh rezim Khmer Merah Kamboja, masyarakat suku Khmer tercerai berai. Tiga juta orang dipaksa ke pedesaan dipekerjakan sebagai budak. Pendidikan dihentikan, agama orang Khmer diberantas, obat dilarang, orang yang bisa membaca dibantai atas cita-cita reformasi Khmer Merah. Masyarakat Khmer hancur, kelaparan menyebabkan kematian lebih dari 1 juta orang. Orang Khmer banyak yang melarikan diri ke wilayah Thailand Utara, yang lainnya melarikan diri ke wilayah Laos. Orang Khmer pada masa itu mengalami masa paling sulit yang tidak terlupakan.

Kemudian Vietnam datang menginvasi wilayah Kamboja dengan menghancurkan sektor-sektor penting Khmer Merah. Bom dan perang, menghancurkan pertanian di Kamboja.
Para petani tidak berani ke sawah, karena di wilayah persawahan orang Khmer banyak terdapat ranjau darat.
Pada tahun 1994, Amerika Serikat memberikan bantuan militer untuk membantu menemukan tambang dan membangun jalan baru.

Ketika masa kekuasaan di tangan Khmer Merah, para laki-laki lebih banyak tewas dari pada perempuan. Akibatnya saat ini para perempuan Khmer dituntut untuk melakukan tugas-tugas yang pernah dilakukan oleh laki-laki. Mereka berpakaian rok berwarna-warni, menambahkan kehidupan lingkungan bahagia mereka. Kain kotak-kotak merah dan putih digunakan untuk membuat segalanya dari hiasan kepala ke kantong untuk membawa bayi.

gadis kecil Khmer
(asiaeyestravel.com)
Masyarakat Khmer pada umumnya adalah penganut Buddhisme. Ajaran Buddha mengatur  perilaku mempertahankan kontrol sosial, berupa melarang berbohong, mencuri, minum alkohol, melakukan perzinahan, dan membunuh makhluk hidup. Sisa kebudayaan tradisional suku Khmer Kandal terlihat di beberapa desa, seperti tari-tarian rakyat, tarian klasik seperti balet dan musik-musik tradisional Khmer.
Orang Khmer Kandal banyak dipengaruhi oleh budaya India, banyak mengadopsi Hindu dan Buddha. Saat ini mayoritas suku Khmer Kandal menganut Theravada Buddhisme. Sebenarnya mereka memiliki agama tradisional ethnic, yang tradisi dan budayanya masih diamalkan, seperti pemujaan arwah nenek moyang dan ibadah semangat yang penting bagi mereka.

Suku Khmer Kandal, terutama yang di pedesaan hidup pada bidang pertanian. Mereka memiliki lahan sawah yang ditanami padi, juga tanaman sayur dan buah-buahan. Sedangkan yang tinggal di kota, banyak yang menduduki sektor-sektor penting di pemerintahan maupun swasta, dan lainnya menjadi pedagang, guru dan lain-lain.

sumber:

artikel terkait:

Suku Laveh, Kamboja

Suku Laveh, adalah kelompok masyarakat yang hidup di timur laut Kamboja. Masyarakat suku Laveh dikategorikan sebagai salah satu suku bukit (Hill tribes) yang bermukim di dataran tinggi.

Suku Laveh berbicara dalam bahasa sendiri, yaitu bahasa Laveh. Bahasa Laveh merupakan suatu bahasa yang dikelompokkan dalam kelompok bahasa Brao. Sedangkan bahasa Brao adalah bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer, cabang dari bahasa Austroasiatic.

Masyarakat Laveh pada umumnya masih mengamalkan agama ethnic, yang merupakan keyakinan yang telah mereka usung sejak dahulu. Mereka percaya dengan berbagai bentuk roh baik dan roh jahat di alam yang bisa berpengaruh dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu mereka harus memberikan pengorbanan berupa binatang korban untuk menenangkan para roh-roh tersebut.
Beberapa telah mengenal agama Buddha atau Kristen. Tapi walau begitu beberapa tradisi adat agama ethnic tetap diamalkan. Menurut mereka tradisi adat merupakan tradisi suku yang telah mereka usung selama ribuan tahun sejak zaman nenek moyang mereka, jadi tradisi adat ini tidak bisa mereka tinggalkan. Hanya beberapa yang bertentangan dengan ajaran agama baru yang mereka anut mereka tinggalkan.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Laveh menerapkan pola pertanian subsisten. Mereka membuka lahan di hutan, secara tebang dan bakar. Selain itu sayur dan buah juga menjadi tanaman penting bagi mereka. Beberapa hewan ternak juga menghiasi halaman belakang rumah mereka.

artikel terkait:

Suku Lun, Kamboja

Suku Lun, adalah suatu kelompok masyarakat yang hidup di Kamboja. Suku Lun oleh pemerintah Kamboja disebut sebagai suku bukit bersama suku-suku lain yang hidup di dataran tinggi Kamboja. Selain itu mereka juga dikelompokkan sebagai Khmer Loeu, yang dimaksudkan sebagai kelompok masyarakat selain Khmer.

Suku Lun merupakan penduduk asli yang telah ada di tanah Kamboja sebelum kehadiran suku Khmer yang menjadi mayoritas di Kamboja. Mereka berbicara dalam bahasa Lun yang dianggap sebagai salah satu dialek bahasa Brao. Bahasa Brao sendiri merupakan bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.

Masyarakat Lun sebagian besar masih menganut agama ethnic, yang merupakan agama tradisional yang masih mempercayai akan adanya roh baik dan roh jahat di alam. Mereka percaya akan berbagai hal tabu, yang membuat mereka sangat berhati-hati dalam melakukan kegiatan apapun yang berhubungan dengan hutan atau alam.

artikel terkait:

Suku Kaco, Kamboja

Suku Kaco (Kachok) merupakan suatu kelompok masyarakat yang hidup di dataran tinggi di Kamboja. Mereka disebut juga suku bukit (Hill Tribes) bersama suku-suku minoritas lain yang hidup di dataran tinggi Kamboja. Populasi mereka terbilang kecil, sekitar 3400 orang.

anak-anak Kaco
(joshuaproject)
Suku Kaco hanya terdapat di Kamboja. Mereka bertahan di wilayah ini sejak kehadiran mereka pertama kali di sini. Mereka berbicara dalam bahasa Kaco, yang merupakan klaster dari keluarga bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.

Kepercayaan yang merupakan agama ethnic masih tetap diyakini sebagian besar kelompok masyarakat Kaco. Hanya sebagian kecil yang telah memeluk agama Theravada Buddhisme dan Kristen. Agama etnis sangat kuat berakar dalam masyarakat Kaco. Tradisi adat dan budaya tetap dipertahankan, karena merupakan identitas etnis yang setara dengan budaya mereka.

sumber:
artikel terkait:

Suku Kravet, Kamboja

Suku Kravet, adalah salah satu kelompok masyarakat yang hidup terpencil di provinsi Stung Treng Kamboja. Populasi orang Kravet diperkirakan hanya sekitar 7.200 orang.

Suku Kravet oleh pemerintah Kamboja disebut sebagai suku bukit. Suku-suku bukit terdiri dari 20 suku bukit dengan tradisi dan budaya yang berbeda, yang pada umumnya menempati daerah pegunungan utara timur.
Perkampungan suku Kravet berada di tempat yang jauh dari desa-desa kelompok etnis lain, berada di tempat terpencil dengan melalui hutan basah dan perjalanan yang sangat sulit, sehingga hanya dapat didatangi ketika musim kemarau.

Desa orang Kravet, terdapat sebuah gerbang yang terbuat dari bambu di kedua sisi jalan dengan balok silang atas dan di bawah. Menurut keyakinan mereka bahwa itu adalah gerbang roh. Ketika terjadi perang di dekat Vietnam dan ancaman dari pasukan Khmer Merah, desa mereka tidak pernah tersentuh oleh ancaman dari perang atau dari pasukan Khmer Merah. Mereka percaya roh di gerbang itulah yang melindungi mereka. Mereka menggunakan sebidang tanah kecil di dekatnya untuk melakukan korban kerbau untuk menenangkan roh ini.

Orang Kravet sampai saat ini masih mengamalkan sistem kepercayaan agama ethnic, Agama ethnic mereka melibatkan banyak tabu, serta peredaan bagi roh baik dan roh jahat.

Karena terpencilnya wilayah pemukiman suku Kravet, mereka belum memiliki fasilitas memadai untuk pendidikan dan kesehatan. Untuk kelahiran anak mereka sepenuhnya tergantung dengan keberadaan dukun beranak. Pemerintah setempat melakukan pelatihan kepada dukun-dukun beranak untuk mencegah dampak yang tidak baik bagi kelahiran anak di desa Kravet. Selain itu pemerintah setempat juga memberikan penyuluhan berupa program anti malaria.

Masyarakat suku Kravet pada umumnya terlibat dalam pertanian subsisten, yang tinggal di desa kecil gubuk kaku dengan eksterior dan partisi dinding yang terbuat dari anyaman pohon palem dan lantai dari potongan bambu anyaman bertumpu pada balok bambu. Ladang ('slash-dan-bakar') teknik pertanian ini juga dipraktekkan oleh banyak suku-suku pegunungan timur utara.

referensi:


artikel terkait:

Suku Somray, Kamboja

Suku Somray, adalah salah satu kelompok masyarakat pribumi Kamboja, yang oleh pemerintah Kamboja dikategorikan sebagai kelompok Khmer Loeu, yang mengacu kepada masyarakat selain Khmer. Populasi masyarakat Somray terakhir diperkirakan berkisar 2.290 orang.

Suku Somray berbicara dalam bahasa Somray yang dikelompokkan ke dalam kelompok pemakai bahasa Pear. Bahasa Pear sendiri merupakan bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.

Komunitas suku Somray merupakan penduduk asli Kamboja, dan tidak ditemukan di negara lain. Sejak awal kehadiran mereka sejak ribuan tahun yang lalu, mereka tetap di wilayah ini hingga hari ini. Walaupun mungkin pada masa nenek moyang mereka adalah bangsa nomaden, tapi hingga hari ini mereka tetap menjadi bagian Kamboja.

Keyakinan agama ethnic yang berunsurkan animisme tetap diyakini sebagian besar masyarakat suku Somray. Walaupun beberapa telah memeluk agama modern seperti Buddha dan Kristen, tapi tradisi adat yang berasal dari agama ethnic tetap sangat kuat menjadi pegangan mereka.

sumber:


artikel terkait:

Suku Chong, Kamboja

Suku Chong (Shong), adalah salah satu suku di Kamboja, yang tergabung dalam kelompok pribumi Kamboja, yang lebih dikenal dengan sebutan kelompok Khmer Loeu, yaitu sebutan untuk menyebut kelompok etnis di luar Khmer. Populasi suku Chong diperkirakan sekitar 11.000 orang.

Suku Chong berbicara dalam bahasa Chong (Shong), yang merupakan sub-bahasa Pear, dan termasuk bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.

Orang Chong hidup dalam populasi yang kecil, di tengah tradisi dan budaya Khmer yang kuat, mereka masih tetap teguh dengan tradisi budaya kuno mereka, termasuk kepatuhan bersemangat untuk Buddhisme. Orang Chong mayoritas adalah penganut agama Buddha yang taat. Mereka dengan sepenuh hati memberikan sumbangan untuk mendukung biara-biara lokal, baik dalam bentuk tenaga maupun dalam bentuk uang. Setiap rumah mereka memiliki altar Buddha, dan beberapa memiliki sebuah kuil di halaman kebun mereka. Selain menganut agama Buddha, sekelompok kecil dari mereka memilih agama Kristen yang dirintis oleh Church Planting Movement (CPM).

Sekitar 1000 tahun yang lalu di luar wilayah Kamboja, yaitu di wilayah Thailand, orang Chong pernah memiliki sebuah kerajaan. Sayangnya selama berabad-abad dalam pertempuran, kerajaan mereka kehilangan pengaruh, dan karena kuatnya pengaruh bangsa Thai, kekuatan dan pengaruh mereka terkikis dan sekarang sepenuhnya menjadi milik Thailand modern.

sumber:

artikel terkait:

Suku Suoy, Kamboja

Suku Suoy, adalah adalah salah satu penduduk minoritas yang hidup di Kamboja. Masyarakat Suoy termasuk masyarakat yang memiliki populasi sangat sedikit, diperkirakan hanya sekitar 230 orang.

Komunitas suku Suoy ini hanya ditemukan di Kamboja. Kehidupan mereka seperti suku-suku minoritas lain di Kamboja yang merupakan penduduk asli Kamboja. Dikatakan mereka hadir di wilayah sebelum kehadiran suku mayoritas Khmer. Tapi walaupun begitu kehidupan mereka tidaklah berkembang seperti halnya suku-suku lain di Kamboja. Mereka pernah mengalami masa sulit ketika terjadi perang di wilayah adat mereka sendiri. Wilayah adat mereka beberapa kali diserang oleh pasukan Khmer Merah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi korban. Kemungkinan sebagian besar dari mereka banyak yang melarikan diri ke daerah lain dan berasimilasi dengan adat budaya etnis lain, sehingga kehilangan identitas aslinya.

Suku Suoy berbicara dalam bahasa sendiri, yaitu bahasa Suoy (Syo). Bahasa Suoy sangat mirip dengan bahasa Pear, sehingga bahasa Suoy dikelompokkan menjadi bagian dari sub-bahasa atau dialek dari bahasa Pear. Sedangkan bahasa Pear merupakan bagian dari klaster keluarga bahasa Mon-Khmer, yang juga merupakan cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.

Masyarakat Suoy sampai saat ini sebagian besar masih mengamalkan agama kepercayaan mereka, yang merupakan agama ethnic yang mengandung unsur animisme. Agama etnis berakar dalam identitas etnis bangsa dan konversi pada dasarnya setara dengan asimilasi budaya. Sekitar 2% dari jumlah populasi mereka telah menerima agama Kristen. Walau begitu tradisi ethnic animisme mereka kerap dijalankan.

referensi:

artikel terkait:

Suku Samré, Kamboja

Suku Samré, adalah salah satu suku penduduk asli yang hidup di dataran tinggi Kamboja. Suku Samre secara bahasa dikelompokkan ke dalam kelompok Pear, bersama suku Chong, Pear, Sa'och, Somray dan Suy. Suku Samre adalah komunitas yang kecil dan memiliki populasi sekitar 200 orang.

Suku Samre yang tergabung dalam kelompok Pear, memiliki bahasa yang berbeda dengan suku mayoritas Khmer. Sedangkan oleh pemerintah Kamboja, suku Samre dikelompokkan sebagai Khmer Loeu bersama-sama seluruh suku-suku yang hidup di pegunungan. Istilah Khmer Loeu mengacu kepada kelompok masyarakat selain Khmer yang menjadi mayoritas di Kamboja.

Orang Samre berbicara dalam bahasa Samre. Bahasa ini memiliki banyak kemiripan dengan bahasa Pear, oleh karena itu bahasa Samre dianggap sebagai salah satu dialek dari bahasa Pear. Bahasa Pear adalah bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.

Secara historis, suku Samre merupakan penduduk awal Kamboja yang diperkirakan sebelum kehadiran suku mayoritas Khmer. Mereka sempat mengalami masa sulit selama periode Angkor, dan banyak dari mereka yang menjadi budak. Banyak dari mereka yang dianiaya oleh pasukan Khmer Merah. Beberapa kehilangan tanah tradisional selama dekade konflik. Saat ini sekelompok kecil komunitas mereka tersebar di kantong barat sungai Mekong. Generasi muda mereka banyak yang sudah berbicara dalam bahasa Khmer, dan menjadi semakin berasimilasi ke dalam masyarakat Kamboja. Dalam beberapa kasus hanya para orang tua yang masih berbicara dalam bahasa Samre. Dikuatirkan bahasa Samre akan mengalami masa kepunahan. Informasi tentang kelompok Samre ini sangat sedikit.

rumah orang Samre
(worldwidewanders)
Komunitas Samre tinggal di desa kecil dan terpencil, berada di tengah hutan. Pada umumnya masih menganut kepercayaan animisme. Mereka masih percaya dengan adanya roh kuat di alam yang bisa mempengaruhi hidup mereka. Roh kuat di alam harus diberikan pengorbanan untuk meredam kemarahan roh kuat tersebut. Mereka adalah peramu obat tradisional yang merupakan campuran dari spiritisme dan penggunaan tanaman obat yang dikumpulkan dari hutan. Namun, sebagian besar dari praktik ini tidak terlalu menyembuhkan, bahkan beberapa kasus malah membahayakan. Mereka sangat percaya takhyul dan sangat takut terhadap roh-roh yang berada di segala benda-benda di hutan. Mereka tinggal di sebelah hutan kapulaga dengan memiliki banyak aturan spesifik tentang bagaimana harus berperilaku selama mengumpulkan kapulaga di hutan.

Kehidupan masyarakat suku Samre sangat miskin dan sering dipandang rendah oleh mayoritas Khmer. Sulitnya mendapat akses terhadap pendidikan dan kesehatan.
Rumah mereka sangat sederhana, dengan bentuk yang kaku, rendah dengan satu ruangan, atap terbuat dari daun dan dinding rumah terbuat dari bambu atau kayu.

Cara berpakaian orang Samre mirip dengan pakaian suku Khmer pedesaan yang pada dasarnya mengikuti gaya berpakaian ala barat.

Dalam bertahan hidup mereka melakukan praktek pertanian subsisten padi. Ladang berada jauh di hutan dan setiap beberapa tahun akan mencari tempat baru untuk membuka perladangan baru. Curah hujan menjadi sangat penting bagi mereka, karena sangat mempengaruhi hasil panen padi. Kekeringan atau kebanjiran akan membuat mereka kekurangan makanan. Mereka juga menanam beberapa sayuran dan pisang, mengumpulkan hasil hutan seperti damar, kayu bakar dan arang. Sekelompok kecil masih tinggal di pegunungan Cardamom dan mengumpulkan kapulaga dari hutan.

referensi:

artikel terkait:

Suku Sa'och, Kamboja

Suku Sao'ch, adalah suatu kelompok kecil masyarakat yang hidup di daerah pesisir Kamboja. Suku Saoch ini merupakan salah satu suku minoritas dari beberapa suku minoritas di Kamboja, yang dikelompokkan sebagai Khmer Loeu. Populasi suku Sa'och di Kamboja diperkirakan hanya sekitar 400 orang.

suku Sa'och
(khmerling)
Pemukiman utama suku Sa'och sejak dulu bertempat tinggal di desa Kampong Som, tapi karena terjadi serangan dari pasukan Khmer, yang mengancam keselamatan seluruh penduduk Kampong Som, memaksa sebagian besar dari mereka harus mengungsi ke provinsi Trat di Thailand.

Walau suku Sa'och dikelompokkan ke dalam kelompok Pear beserta suku Chong, Pear, Samre, Somray dan Suy, tapi postur fisik suku Sa'och berbeda, mereka memiliki kulit gelap yang mirip dengan ras negroid.

Suku Sa'och berbicara dalam bahasa Sa'och yang merupakan kerabat bahasa dari bahasa Pear. Oleh karena itu bahasa Sa'och dianggap merupakan sub-dialek dari bahasa Pearic. Karena mereka memiliki fitur fisik yang mirip negroid, kadang mereka mendapat pelecehan dengan sebutan "orang berekor" dalam bahasa Khmer.

Orang Sa'och menghuni daerah yang lebih tinggi dari pemukiman suku Samre yang menetap di lereng yang lebih rendah sejak sebelum kedatangan Khmer dari Champassak sekitar abad ke-6.

Cara hidup orang Sa'och tidak jauh berbeda dengan suku-suku minoritas lainnya di Kamboja, dalam hal norma, perawatan kesehatan, tradisi dan berbagai acara ritual. Orang Sa'och disebut sebagai salah satu Proto-Indochinese Civilization atau Peradaban Austroasiatic. Perbedaan dengan etnis lain di Kamboja lainnya adalah dalam hal merawat bayi yang baru lahir, perempuan Sa'och lebih memilih untuk menyusui bayi yang baru lahir tepat setelah bayi itu lahir dengan keluarnya asi sang ibu, sementara etnis lain di Kamboja tidak.

sumber:

artikel terkait:

Suku Tampuan, Kamboja

Suku Tampuan (baca: tompuan atau tampuon), adalah suatu kelompok masyarakat penduduk asli yang berdiam di Kamboja. Pemukiman suku Tampuan tersebar di bagian selatan dan barat pegunungan provinsi Ratanakiri, Kamboja. Populasi suku Tampuan diperkirakan lebih dari 25.000 orang.

Nama lain: Campuon, Kha Tampuon, Proon, Proons, Tamphuan, Tampuen, Tampuon
Negara: Kamboja

Cabang bahasa: Mon-Khmer
Rumpun bahasa: Austroasiatic


Orang Tampuan dikelompokkan dalam kelompok Khmer Loeu, yang ditujukan kepada semua penduduk yang berada di pegunungan "hilltribes", sebagai penduduk non Khmer.

Orang Tampuan berbicara dalam bahasa Tampuon yang merupakan bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer.

Pemukiman orang Tampuan yang pada umumnya berada di daerah dataran tinggi pegunungan, setiap desa dihuni antara 100 sampai 400 orang. Selain memiliki rumah di desa, mereka biasanya memiliki rumah di lokasi pertanian mereka.
Rumah tradisional Tampuan model rumah panjang panggung dengan ketinggian 3 sampai 6 kaki (sekitar 1 sampai 1,8 meter). Dinding, lantai, atap dan pintu terbuat dari bambu anyaman. Kebanyakan rumah berbentuk persegi panjang, antara 3 sampai 5 meter. Tapi pada masa sekarang ini, orang Tampuan telah banyak yang hidup kaya, dan membangun rumah kayu dengan atap baja bergelombang menunjukkan kemewahan. Di beberapa tempat, rumah panjang orang Tampuan bisa sepanjang 60 m.

patung meninggal
(travelfish)
Sistem kepercayaan orang Tampuan sebagian besar masih menganut unsur animisme, mereka percaya segala bentuk roh-roh yang berpengaruh terhadap segala sesuatu. Roh-roh jahat harus diredakan melalui pengorbanan hewan. Melanggar perintah roh jahat bisa menyebabkan musibah atau penyakit. Mereka memiliki dukun yang dibayar untuk berbicara dengan para roh-roh. Untuk mengenang keluarga yang telah meninggal, mereka mendirikan patung kayu di kuburan.
pertemuan ibadah,
desa Sakrieng, Ratanakiri, Kamboja
(Juli, 2007)

(solidjoys)
Terdapat sebagian kecil dari orang Tampuan mulai mengenal ajaran agama Kristen yang diperkenalkan para misionaris gereja yang hadir ke wilayah mereka.

Orang Tampuan memiliki sistem matrilineal, dengan nama keluarga ibu menurun ke anak-anak mereka. Mereka menikah antara usia 14 dan 18 tahun. Pasangan muda tinggal bersama dan melayani keluarga calon pengantin perempuan selama 3 tahun, dan kemudian pindah untuk melayani keluarga calon pengantin laki-laki selama 3 tahun tambahan. Pada titik ini, pasangan muda dianggap mampu memulai kehidupan dan pertanian mereka sendiri.

Pola hidup suku Tampuan terutama dari beras, ditambah dengan ikan atau sayuran direbus. Mereka memelihara beberapa hewan ternak, seperti babi, anjing, ayam, sapi dan kerbau, tapi mereka tidak terlau suka memakan daging, karena daging biasanya digunakan untuk upacara pengorbanan dalam tradisi adat animisme mereka.

salah satu tari tradisional Tampuan
(peoplesoftheworld)
Pada umumnya orang Tampuan sangat menyukai musik. Sejak usia muda mereka telah belajar berbagai jenis musik, seperti gitar, biola, banjo senar, drum, seruling dan gong. Gong adalah instrumen yang paling penting. Gong terbuat dari perunggu, dan terdiri dari 1 set untuk 5 ritme dan 1 set untuk 8 melodi. Bermain gong adalah urusan komunal, sebanyak 13 laki-laki memainkan gong dan 2 laki-laki bermain perkusi. Kadang-kadang irama gong disertai dengan tarian. Secara tradisional, para laki-laki memainkan instrumen dan para perempuan bernyanyi.

Orang Tampuan bertahan hidup pada bidang pertanian subsisten, mempraktekkan bentuk slash rotasi dan pembakaran lahan pertanian. Tanah di sekitar desa tersebut dimiliki bersama. Ketika nutrisi pada sebidang tanah tertentu yang habis, biasanya setelah 2 atau 3 tahun, plot baru dibersihkan, dibakar,* dan siap untuk ditanam. Untuk menghasilkan beras mereka menanam padi pada lahan kering.

Di luar kegiatan pertanian, mereka melakukan perburuan menggunakan busur dan senapan ringan untuk berburu babi hutan, rusa, burung untuk memperoleh daging untuk kebutuhan makanan tambahan bagi keluarga mereka. Sedangkan tikus kecil dan semut dikonsumsi sebagai makanan ringan.
Dalam kehidupan masyarakat suku Tampuan, banyak hal tabu (pantangan) untuk sejumlah makanan, sesuai dengan aturan klan mereka masing-masing.


referensi:
  • wikipedia
  • Crowley, James Dale, Vay Tieng, & Wain Churk. (2007). Tampuan Khmer English dictionary: dengan bahasa Inggris Khmer Tampuan glossary. Kamboja: Emu International & National Language Institute of Royal Academy of Kamboja. ISBN 0-9727182-4-9.
  • Crowley, James Dale. (2000). Tampuan fonologi. Mon-Khmer Studi 30:1-21.
  • travelfish
  • solidjoys
  • peoplesoftheworld
  • dan sumber lain
artikel terkait:

Suku Mnông, Kamboja

Suku Mnông, adalah suatu kelompok masyarakat minoritas yang berdiam di Mondulkiri dan Ratanakiri, Kamboja.

suku Mnông
(
pbase)
Suku Mnông merupakan kelompok Proto Indochinese yang juga dikenal sebagai orang hutan (orang yang hidup di hutan), petani hutan. Sebagian besar dari kelompok mereka masih hidup nomaden. Mereka melakukan pembabatan dan pembakaran lahan untuk untuk sumber makanan mereka.
Suku Mnông masih mempraktekkan berbagai ritual animisme dalam melaksanakan segala bentuk tradisi dan budaya mereka. Masyarakat Mnông hidup dalam ketakutan unsur alam dan percaya alam dikendalikan oleh kekuatan roh alam.

Selama perang di Vietnam, pemimpin Khmer Merah berlindung di Ratanakiri dan Mondulkiri, membangun benteng pertahanan. Ho Chi Minh melintasi daerah ini, dari utara sampai ke selatan, menjadikan wilayah ini sebagai target serangan dari tentara Amerika yang menggunakan bom besar, B52 dan Napalm terhadap desa-desa di wilayah ini. Beberapa penduduk Mnông menjadi korban karena diduga bekerja dengan Viet Cong atau Khmer Rouges. Banyak penduduk Mnông yang melarikan diri ke dalam hutan lebat menunggu hingga berakhirnya perang. Sayangnya kondisi semakin memburuk ketika rezim Angkar, dan Pol Pot dengan doktrin tentang pemberantasan populasi autochtonous.

Pada tahun 1979, rezim Khmer Merah digulingkan oleh Vietnameses yang membiarkan kelompok suku Mnông kembali tanah mereka dan memulai hidup baru. Saat ini masyarakat suku Mnông menetap di desa-desa Mondulkiri dan Ratanakiri. Kehidupan mereka dimulai dengan bercocok tanam berbagai jenis tanaman termasuk kopi, pohon karet, padi tahunan, benefict dari ekowisata.

referensi:

artikel terkait: