Showing posts with label Formosa. Show all posts
Showing posts with label Formosa. Show all posts

Suku Qauqaut, Formosa, Taiwan

Suku Qauqaut, adalah salah satu masyarakat adat asli Taiwan. Pemukiman orang Qauqaut di Taiwan utara-timur terutama berada di Su-ao, Yilan.
  • bahasa: Qauqaut
  • kelompok bahasa: Austronesia

Daerah pemukiman orang Qauqaut berada dalam wilayah adat orang Kebaran (Kavalan), saat ini banyak orang Qauqaut yang berasimilasi dengan budaya Kavalan. Budaya dan bahasa Qauqaut sendiri seperti terkikis oleh tekanan budaya dan bahasa Kavalan. Bahasa Qauqaut yang merupakan bahasa asli orang Qauqaut di masa sekarang ini hampir tidak dipergunakan oleh kebanyakan orang Qauqaut, diperkirakan hanya kalangan orang tua lanjut usia saja yang masih bisa berbicara dalam bahasa Qauqaut. Generasi muda Qauqaut kebanyakan berbicara dalam bahasa Kavalan atau dalam bahasa China Han.

Asal usul orang Qauqaut berdasarkan tradisi lisan dari daerah Atayal, diceritakan bahwa awalnya orang Qauqaut menetap di pertengahan aliran sungai Takiri (Liwuhsi; dalam bahasa Cina). Tapi karena tekanan dari orang Atayal sebagai mayoritas di wilayah itu, yang melakukan perluasan wilayah adat pada pertengahan abad ke-18, mendesak orang Qauqaut sehingga bergerak menuruni Takiri ke pantai timur. Dari tempat itu orang Qauqaut bergerak lagi menuju utara ke Langsu di Nan'ao, dan kemudian pindah ke Nanfang'ao dan terakhir menetap di Su'ao sampai hari ini. (Mabuchi, 1931)


sumber:
artikel lain:

Suku Papora, Formosa, Taiwan

Suku Papora, adalah salah satu suku asli Formosa, Taiwan, yang berdiam di daerah sekitar Taichung, Lishui, Chingshui, Shalu dan pesisir pantai barat Taiwan.

nama lain: Papola, Bābùlā, Bupuran, Vupuran, Hinapavosa
bahasa: Papora; (nyaris punah)
kelompok bahasa: Austronesia

Suku Papora bersama sebagian suku-suku asli lain belum mendapat pengakuan dari pemerintah untuk mendapatkan identitas sebagai suku asli di Taiwan.

Orang Papora memiliki bahasa asli, yaitu bahasa Papora, yang merupakan salah satu dari kelompok bahasa Austronesia. Bahasa Papora berkerabat dengan bahasa Hoanya. Bahasa Papora seperti halnya bahasa Hoanya selama beberapa abad berada di bawah pengaruh dominan bahasa China Han dan Taiwan, sehingga bahasa Papora dan juga bahasa Hoanya berada di ambang krisis punah. Diperkirakan hanya beberapa orang tua lanjut usia saja yang masih fasih berbicara dalam bahasa Papora. Bahasa Papora dan Hoanya, adalah dua dialek disintesis, yang berasal dari pantai tengah-barat Taiwan. Bahasa ini dimodifikasi di bawah pengaruh dominan Han dan masyarakat Cina.

Asal usul orang Papora tidak diketahui secara pasti, tapi menurut anggapan, bahwa orang Papora dahulunya adalah salah satu kelompok dari sekelompok besar bangsa Austronesia yang bermigrasi dari daratan Yunnan, China Selatan.

sumber:
artikel lain:

Suku Saaroa, Formosa, Taiwan

Suku Saaroa, adalah salah satu suku asli Formosa, Taiwan, yang bermukim di daerah pegunungan tengah barat, selatan dan tenggara Minchuan, sepanjang Laonung River. Populasi orang Saaroa diperkirakan sebesar 740 orang.
  • nama lain: Saroa, Saarua, Rarua, La'alua, Pachien, Paichien, Sisyaban
  • bahasa: Saaroa. (diambang kepunahan)
  • kelompok bahasa: Austronesia

orang Saaroa tahun 1900 (Ralph Repo/Flickr)

Orang Saaroa memiliki bahasa asli, yaitu bahasa Saaroa. Bahasa Saaroa adalah kelompok bahasa Tsouic Selatan, yang merupakan bahasa dari keluarga rumpun bahasa Austronesia. Sejak tahun 1690 bahasa Saaroa berada di ambang kepunahan. Saat ini orang Saaroa banyak berbicara dalam bahasa Bunun, Taiwan dan Mandarin. Hal ini terjadi karena sejak dahulu banyak orang Bunun yang bermigrasi ke daerah hunian orang Saaroa.
Saat ini hampir tidak ada generasi muda yang berbicara dalam bahasa Saaroa. Diperkirakan hanya tinggal para orang tua saja yang masih bisa berbicara bahasa Saaroa.

Dari pendapat para peneliti, dikatakan bahwa orang Saaroa kemungkinan berasal dari orang Tsou Selatan yang pada perjalanan migrasinya terpecah menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok Kanakanavu dan kelompok Saaroa sekitar 800 tahun SM. Perbedaan linguistik antara Kanakanavu dan Saaroa tidak besar, karena di antara mereka bisa saling mengerti.

sumber:
artikel lain:

Suku Kaxabu, Formosa, Taiwan

orang Kaxabu
Suku Kaxabu, adalah salah satu suku asli (aborigin) atau (pingpu; istilah China), di Formosa Taiwan, yang berada di Puli Township, Nantou County, Taiwan.

nama lain: Kahavu
bahasa: Kaxabu
kelompok bahasa: Austronesia

Orang Kaxabu berbicara dalam bahasa Kaxabu, tapi karena bahasa Kaxabu sendiri memiliki keterkaitan erat dengan bahasa Pazeh, sehingga orang Kaxabu beserta bahasanya sering dianggap sebagai varian dari suku bahasa Pazeh.

Ketika masa masa penjajahan Jepang di Taiwan, pada tahun 1954, orang Kaxabu dianggap sebagai suatu masyarakat adat. Pemerintah Nasionalis China mendaftar dan mengatur tentang pendaftaran rumah tangga masyarakat Kaxabu. Orang Kaxabu saat ini kehilangan status asli mereka, sehingga mereka dikelompokkan ke dalam kelompok masyarakat Pazeh. Tapi sejak tahun 1999, orang Kaxabu mulai membangkitkan dan melestarikan budaya tradisional mereka, dengan tujuan mendapat pengakuan sebagai suku asli (aborigin) dari pemerintah.
Orang Kaxabu, walaupun mereka sebagai suku asli, tapi seperti banyak kelompok pingpu/ aborigin lain yang tinggal di daerah dataran rendah, banyak menyerap budaya China Han, banyak kehilangan identitas budaya, bahasa dan etnis mereka. Mereka juga tidak resmi diakui sebagai suku asli, karena mereka tidak mendaftarkan identitas etnis mereka pada tahun 1950.

Festival Budaya Kaxabu
(taipeitimes)
Orang Kaxabu yang berada di pinggiran Puli Township, Nantou County, telah mengadakan Festival Budaya Kaxabu, untuk membangkitkan dan melestarikan budaya Kaxabu, serta untuk memperkenalkan sesuatu tentang budaya dan ritual tradisional mereka.
Festival Budaya Kaxabu diadakan sekaligus merayakan Tahun Baru, menurut kalender lunar tradisional masyarakat adat Taiwan.
Kegiatan dalam festival budaya ini diisi dengan kompetisi tradisional dari perlombaan lari marathon pendek, menembak busur dan panah dan keterampilan kecekatan membelah tebu dengan pisau berburu tradisional. Puncaknya adalah tarian tradisional dan pertunjukan musik Kaxabu.
Acara festival budaya Kaxabu ini juga diramaikan oleh pertunjukan kelompok etnis lain, Pazeh, Tavorlong dan Siraya.

Festival ini diakhiri dengan Bonfire Kahavu, seluruh orang bergandengan tangan dan menyanyikan lagu-lagu sambil berjalan di sekitar api besar, dan di malam hari ditutup perayaan makan malam seluruh keluarga komunitas Kaxabu.

sumber:
artikel lain:

Suku Pazeh, Formosa, Taiwan

Suku Pazeh, adalah salah satu masyarakat adat asli (aborigin) di Taiwan yang hidup di daerah Formosa Taiwan tengah Taichung dan Miaoli.
  • nama lain: Pazih, Pazzehe, Pazehe, Pazex, Pazeh-Kahabu, Shekhoan, Dia-Hwan, Lekwhan, Sek-Hwan
  • bahasa: Pazeh. Bahasa Pazeh saat ini, hampir punah. 
  • Penutur bahasa Pazeh:
    • seorang wanita, 86 tahun. 
    • Pan Jin Yu, 96 tahun
    Sebelumnya diucapkan di dekat pantai barat di utara 24'N, timur dari Tayal, sekitar Cholan, Houli, Fengyuan, Tantzu, Taichung, Tungshih. Saat ini bahasa Pazeh
    hanya diketahui oleh beberapa orang tua di tahun 1990.
  • kelompok bahasa: Austronesia
  • sub etnis dan dialek: Pazeh, Kulun, Kaxabu (Kahabu)

orang Pazeh
(taipeitimes)
Orang Pazeh seperti beberapa masyarakat adat asli Taiwan lainnya, mengalami proses akulturasi dan asimilasi budaya China Han, tapi mereka tetap mengaku sebagai orang Pazeh, dan terkonsentrasi di distrik Ai-lan di pusat kota Puli, Nantou county. Taiwan Presbyterian Church, memberikan dukungan bagi kebangkitan budaya Pazeh dan mobilisasi politik. Ai-lan Pazeh sedang mengajukan petisi pemerintah Taiwan untuk status resmi sebagai suku aborigin yang diakui di Taiwan.

Orang Pazeh, menyebut diri mereka dengan sebuan Pazih. Istilah "pazih" adalah dalam bahasa Pazeh. Bahasa Pazeh adalah bahasa dari rumpun bahasa Austronesia. Terdapat beberapa dialek dalam bahasa Pazeh, yang diucapkan oleh beberapa etnis lain, yaitu etnis Pazeh, Kulun dan Kaxabu, yang masing-masing berbicara dalam bahasa sendiri-sendiri. Bahasa yang diucapkan oleh ketiga etnis ini memiliki kaitan erat dan terdapat banyak persamaan dalam kosakata, hanya dibedakan oleh dialek yang berbeda. Ketiga dialek ini dikelompokkan ke dalam bahasa Pazeh.
Seorang penutur bahasa Pazeh, Pan Jin-yu. 96 tahun. Menawarkan kelas bahasa Pazeh untuk sekitar 200 mahasiswa reguler di Puli dan ada juga sejumlah kecil siswa di Miaoli dan Taichung. Dalam rangka menyelamatkan bahasa Pazeh yang terancam punah, mereka menyiapkan program pengajaran, dan mendokumentasikan bahasa Pazeh, sehingga anak-anak Pazeh mampu belajar bahasa dan budaya Pazeh.

Komunitas Pazeh yang berdiam di desa Liyutan, yang terletak di perbukitan Sanyi Township, Miaoli County, juga dikenal sebagai Pingpu (penduduk asli) orang dataran rendah, sering mengadakan Harvest Festival (Festival Panen) tradisional. Festival Panen ini dilaksanakan untuk tetap melestarikan budaya lama yang diwariskan dari nenek moyang orang Pazeh. Festival panen ini dilaksanakan sejak pagi hari, diisi dengan tarian dan musik khas Pazeh. Selain itu, etnis lain seperti Taokas, Saisiyat dan Atayal juga ikut meramaikan dengan tarian dan musik khas mereka. Seluruh peserta Festival Panen dan penduduk desa bergandengan tangan dan bersyukur atas panen yang melimpah tahun ini, dan berharap untuk hasil yang baik tahun depan.
Setelah itu seluruh orang diundang untuk berkumpul sambil menikmati hidangan tradisional Pazeh. Kegiatan Festival Panen ini adalah suatu tradisi yang dilaksanakan untuk mengajarkan kepada generasi muda, serta menunjukkan bahwa tradisi Pazeh yang hidup dan sehat, serta agar diakui sebagai salah satu Kelompok Adat Asli Taiwan.

sumber:
artikel lain:

Suku Taokas, Formosa, Taiwan

Suku Taokas, adalah salah satu masyarakat adat suku asli Formosa, Taiwan, yang menghuni daerah datar di Taiwan barat. Orang Taokas bermukim di sekitar kota Hsinchu / Hsinchu County, Miaoli dan kota Taichung.

nama lain: Taoka, Taokat
bahasa: Taokas
kelompok bahasa: Austronesia

Orang Taokas memiliki bahasa asli yaitu bahasa Taokas. Bahasa Taokas awalnya diucapkan di pantai utara-barat dan pedalaman, sungai Touchien hingga ke sungai Taan sekitarnya. Seperti masyarakat suku asli Formosa lainnya yang mendiami daerah tanah datar, orang Taokas berada dalam tekanan budaya dan bahasa China Han dan Taiwan yang mendominasi di Taiwan. Sehingga pengguna bahasa Taokas semakin lama semakin sedikit. Generasi muda lebih banyak berbicara dalam bahasa China Han ataupun Taiwan.

bangunan tradisional kuno Taokas
di kota Miaoli
(mlcg)
Salah satu pemukiman orang Taokas di kota Miaoli (Maolishih) di provinsi Guangdong. Dalam bahasa Taokas "miaoli" berarti "polos". Pada tahun 1737, banyak keturunan China Hakka memasuki wilayah ini dan ikut mengembangkan wilayah ini. Setelah itu, sekelompok besar orang China Han juga memasuki dan menetap di wilayah ini untuk membuka lahan pertanian. Para pendatang Hakka dan Han membentuk pemukiman dan kebanyakan berdagang dengan membuka toko, yang membentuk distrik perbelanjaan hingga hari ini di Miaoli City.

Pada periode sebelumnya, orang Taokas berdiam di Jiajhihshih dan Maolishih di Miaoli City. Awalnya mereka berdoa kepada roh atau penyihir leluhur mereka, dan percaya pada seni Voodoo. Meskipun agama Kristen merubah keyakinan lama mereka, namun pengaruh kuat dari budaya China Han membuat mereka masih percaya dan berdoa kepada dewa. Keyakinan kepada dewa adalah pengaruh campuran dari Konfusius, Taoisme dan kepercayaan adat lainnya.
Agama Kristen mulai berkembang di kalangan orang Taokas, ketika Pendeta George Leslie Mackay datang ke Miaoli selama pemerintahan Guangsiyu dan gereja lain tumbuh di wilayah ini sejak tahun 1950-an.

orang Taokas
Festival Chien Tien
(vimeo)
Dominasi orang China Han di wilayah mereka, banyak terjadi pernikahan campur antara orang Taokas dengan orang Han, sehingga secara bertahap orang Taokas kehilangan bahasa dan budaya mereka. Saat ini orang Taokas berusaha untuk mengembalikan bahasa dan budaya mereka yang hampir terlupakan, dengan mengadakan Festival Chien Tien (yang kalau diartikan, berarti tangan orang di tangan dan berjalan di sekitar peternakan).

Pada masa kekuasaan Qing (1683-1895) di Taiwan, orang Taokas banyak terlibat dalam pemberontakan Tapi sebagian dari mereka tidak selalu menentang masuknya orang China Han ke wilayah mereka. Sebagian orang Taokas telah berasimilasi dengan budaya China Han dan berbicara sehari-hari dalam bahasa China Han. Namun sekelompok orang Taokas yang bermukim di pusat kota Puli tetap mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Taokas.

sumber:
artikel lain:

Suku Siraya, Formosa, Taiwan

tari tradisional Siraya
(tenthousandthingsfromkyoto)
Suku Siraya, merupakan salah satu masyarakat adat asli Taiwan. Mereka menetap di dataran pantai datar di bagian barat daya dan bagian pantai timur Formosa, Taiwan.

nama lain: Formosa, Siraia. Siraya, Sideia, Sideis, Sideisch, Baksa, Pepohoan, Pepo-Hwan
bahasa: Siraya. Sebelumnya diucapkan di barat daya, sekitar Tainan, dari Peimen ke Hengchum ke Tapu
kelompok bahasa: Austronesia

Pemukiman orang Siraya terkonsentrasi di kota Tainan dan Taitung County. Suku Siraya terdiri dari beberapa kelompok etnis yang memiliki dialek masing-masing, dan dikelompokkan ke dalam kelompok Siraya, yang terdiri dari:
  • Siraya
  • Mattauw/ Makatao (Makattao, Takaraya, Tta'o)
  • Pangsoia-Dolatok
  • Lamai.
  • Soelangh
  • Baccloangh
  • Sinckan
  • Taivoan (Tevorang)
  • Lamai

Orang Siraya lebih memilih tinggal di daerah datar pesisir daripada daerah pegunungan, wilayahnya membentang dari Tainan semua jalan ke Semenanjung Hengchun. Kata "Taiwan" diyakini berasal dari nama tempat dalam bahasa Siraya untuk tempat di mana Belanda memutuskan untuk membangun pelabuhan. Seperti masyarakat adat asli lainnya di Formosa Taiwan, mereka adalah kelompok Austronesia dan bahasa Siraya merupakan bahasa Austronesia. Bahasa Siraya masih terkait hubungan dengan bahasa-bahasa Austronesia yang digunakan di Pasifik barat, termasuk Polinesia, Filipina dan Malaysia dan Indonesia.
Sejak wilayah Siraya dikuasai oleh Dinasti Qing, sekitar tahun 1683, bahasa Siraya mengalami proses akulturasi bertahap yang menyebabkan bahasa Siraya semakin jarang digunakan. Masyarakat Siraya yang hidup di daerah kota kebanyakan berbicara dalam bahasa Taiwan dan Mandarin (China Han). Sedangkan di sekolah-sekolah mereka belajar dalam bahasa Mandarin (China Han).

Orang Siraya walaupun berada di bawah dominasi budaya dan bahasa China Han dan Taiwan, tapi mereka tetap mempertahankan banyak aspek budaya mereka.
Sebuah Asosiasi Budaya Siraya didirikan pada tahun 1999. Pada tahun 2002 bahasa Siraya mulai diajarkan di sekolah dan digunakan dalam literatur baru. Pada tahun 2005 di Tainan, pemerintah membentuk Siraya Aboriginal Affairs Committee (Komite Siraya Aborigin), dirilis pada tahun 2008, yang berisi entri untuk lebih dari 4.000 perbendaharaan kata dalam bahasa Siraya.

tradisional Siraya
(tenthousandthingsfromkyoto
Saat ini banyak orang Siraya, mulai menyadari keturunan Siraya mereka. Mereka mulai banyak mengadakan kebangkitan budaya, dan bahasa Siraya sebagai bahasa asli mereka gencar dihidupkan kembali melalui studi sumber seperti Roman alphabet Bible (Alkitab) terjemahan oleh missionaries Belanda (yang memiliki bahasa Siraya tertulis). Kelas bahasa dibentuk, dan upacara tahunan di sejumlah desa Sirayan menjadi lebih ramai setiap tahun, sehingga menarik minat dan kunjungan para wisatawan.
Acara adat tradisional Siraya yang paling populer adalah Night Sacrifice at Jibeishua (Malam Kurban pada Jibeishua) pada hari ke-6 bulan lunar 9, yang memiliki babi kurban raksasa, yang ditawarkan kepada Alimu, Nenek moyang besar, dan dewa-dewa nenek moyang lainnya. Ada undangan resmi kepada para dewa, minuman anggur padi, nyanyian, dan "panggilan laut" perayaan memperingati kedatangan dari nenek moyang suku-suku Taiwan tua, yang mana suku Siraya adalah bagian dari diaspora Austronesia besar. Tetua Jibeishua juga mengatakan ini adalah perayaan ulang tahun sang Alimu.

Pada abad 17, Belanda yang memperkenalkan Kristen kepada orang Siraya, menggunakan sistem penulisan roman (abjad latin), merancang script untuk mempelajari bahasa Siraya, dan mengajarkan orang Siraya bagaimana menggunakan tulisan roman.

Orang Siraya hidup pada pertanian sederhana, dilengkapi dengan nelayan pesisir dan berburu. Daging rusa yang banyak ditemukan di daratan Taiwan, adalah sumber utama daging bagi mereka. Masuknya imigran China Han sekitar tahun 1600 hingga 1800-an, mendorong orang Siraya ke sisi timur dan ke kaki pusat-gunung. Mereka sebagian besar berasimilasi dengan budaya China Han dan Taiwan.

sumber:
artikel lain:

Suku Ketagalan, Formosa, Taiwan

orang Ketagalan
(wantchinatimes)
Suku Ketagalan adalah salah satu suku penduduk asli Formosa, Taiwan, yang terkonsentrasi di Basin Taipei, mulai dari Sheliao, Pingliao dan Liaoli di Keelung di utara ke Taoyuan di selatan sepanjang Volcano Tatun ke mulut sungai Tamsui.

nama lain: Ketangalan, Tangalan, Kaidagelan
bahasa: Ketagalan
kelompok bahasa: Austronesia

Orang Ketagalan pada awalnya berbicara dalam bahasa mereka sendiri, yaitu bahasa Ketagalan, tapi karena kuatnya dominasi bahasa China Han dan Taiwan, bahasa Ketagalan kini berada di ambang kepunahan. Tinggal orang-orang tua lanjut usia saja yang masih bisa berbicara dalam bahasa Ketagalan. Generasi muda biasanya sehari-hari berbicara menggunakan bahasa China Han atau Taiwan. Bahasa Ketagalan sebelumnya dituturkan di daerah pusat utara, sekitar Panchiao dan di barat laut, barat, dan tenggara.

Suku Ketagalan umumnya mengacu kepada orang Pepo yang menetap di Keelung, Tamsui, Taipei dan Taoyuan. Mereka memiliki kontak erat dengan orang Kavalan di Lanyang Plateau, dan kedua suku ini saling mempengaruhi. Beberapa orang Ketagalan bahkan menetap di Yilan dan mendirikan Trobiawan dan cabang Linau.

Menurut legenda Ketagalan mengatakan bahwa nenek moyang orang Ketagalan awalnya berasasl dari pulau lain. Suatu hari, hidup suatu makhluk seperti monster muncul di pulau itu. Setiap malam makhluk muncul di desa, meneror penduduk desa. Oleh karena itu, penduduk desa meletakkan perangkap untuk sang monster di seluruh rumah dan ladang mereka. Sang monster terluka dan terpaksa kembali ke pegunungan, akhirnya desa tenang dan damai lagi, tapi tak lama makhluk itu muncul kembali. Makhluk tersebut semakin menggila karena kelaparan, makhluk monster itu mendatangi salah satu rumah desa dan menewaskan seorang anak. Penduduk desa hidup dalam ketakutan akan dimakan dan tidak berani untuk tidur. Penduduk desa sengit memdiskusikan masalah ini, tapi tidak ada yang bisa memikirkan cara untuk mengalahkan makhluk monster itu.
Tidak ada pilihan lain, akhirnya mereka memutuskan harus berkemas dan meninggalkan pulau. Mengikuti perjalanan laut yang sulit, mereka melihat daratan. Mereka mendarat di pulau Taiwan. Bertahun-tahun kemudian, kelompok masyarakat ini tumbuh berkembang, tak lama penduduk desa sepakat untuk membuat pilihan. Bagi mereka yang menarik sedotan panjang diizinkan untuk tetap tinggal di dataran subur sementara mereka yang mendapat sedotan pendek harus pindah ke pegunungan. Setelah itu, populasi mereka terbagi 2 terpisah menjadi satu kelompok di wilayah datar dan lainnya di daerah pegunungan.

Saat ini, suku Ketagalan terbagi menjadi 3 cabang: Basay, Luilang dan Trobiawan, dipisahkan oleh Tamsui, Keelung dan sungai Xindian. Orang Ketagalan menetap di Taoyuan milik cabang Liulang, kelompok pusat Ketagalan. Cabang Trobiawan kemudian pindah ke Yilan dan menetap di sana.

Ketagalan Culture Center
(guide.taiwan-adventures)
Orang Ketagalan saat ini telah berasimilasi dengan China Han, tapi sebenarnya budaya Ketagalan adalah bentuk yang berbeda Cina Han. Sejak masa lalu mereka banyak melakukan perkawinan campuran dengan orang-orang Cina Han, Spanyol, Belanda.

Kini dalam rangka untuk mengembalikan budaya Ketagalan yang banyak terlupakan, orang Ketagalan mendirikan "Pusat Kebudayaan Ketagalan", yang didirikan di Beitou, yang berdekatan dengan Museum Beitou Hot Spring. Selain itu juga ada Ketagalan Culture Center, yang memiliki berbagai budaya dan seni Ketagalan.

Orang Ketagalan adalah masyarakat matriarkal. Mereka hidup di antara dominasi orang Han, secara lambat laut mereka berintegrasi dengan budaya China Han, budaya mereka sekarang hanya ada di dokumen dan informasi arkeologi. Berbeda dengan penduduk asli yang bermukim di pegunungan, mereka tetap mampu mempertahankan budaya tradisional.

sumber:
artikel lain:

Suku Trobiawan, Formosa, Taiwan

Suku Trobiawan, adalah salah satu suku asli Formosa yang berdiam di Yilan, Formosa, Taiwan. Wilayah pemukiman orang Trobiawan merupakan wilayah yang kecil dan berada di wilayah pemukiman orang Kavalan.

nama lain: Torobiawan
bahasa: Trobiawan
kelompok bahasa: Austronesia

Oleh pemerintah China dan Taiwan, suku Trobiawan belum diakui sebagai suku asli Formosa. Padahal menurut penelitian orang Trobiawan telah hadir di wilayah ini sejak 400 tahun Sebelum Masehi (BC).

Orang Trobiawan berbicara dalam bahasa Trobiawan. Bahasa Trobiawan sebelumnya dianggap sebagai dialek dari bahasa Basay. Sedangkan bahasa Basay sendiri sempat dikelompokkan ke dalam bagian dari dialek bahasa Ketagalan. Tapi para ahli bahasa memisahkan suku Ketagalan, menjadi 3 suku sendiri-sendiri, karena terdapat perbedaan dalam bahasa yaitu suku Ketagalan, Basay dan Kulun.

lokasi pemukiman orang Trobiawan
(ascc.sinica.edu.tw)
Penelitian lain, para anthropolog, mengelompokkan orang Trobiawan ke dalam kelompok Basaic, yang terdiri dari suku Basay, Luilang, Nankan, dan Puting. Menurut para anthropolog, awal kelompok Basaic mendarat di pantai timur laut Taiwan sekitar 2.000 tahun Sebelum Masehi (BC), mereka tersebar ke barat sepanjang pantai utara dan kemudian ke selatan untuk mencapai muara sungai Tamshui. Kemudian mereka tersebar ke Nankan dan Puting (sekitar 1.000 tahun SM (BC)), di tempat ini lah terbentuk kelompok masyarakat Nankan dan Puting. Sekelompok orang Basaic lainnya yang melalui sungai Tamshui kemudian mencapai daerah Banchiao untuk mendirikan desa Luilang dan terbentuk kelompok masyarakat Luilang. Kemudian (sekitar 400 SM), sekelompok orang Basaic dari pantai timur laut pergi ke selatan ke I-Lan untuk mendirikan desa Trobiawan dan desa Linaw, di tempat ini lah terbentuknya kelompok masyarakat Trobiawan dan Linaw.
Jadi orang Trobiawan dengan orang Basay, Luilang, Nankan dan Puting merupakan kerabat sejak awal keberadaan mereka di wilayah ini.


sumber:
artikel lain:

Suku Kulun, Formosa, Taiwan

Suku Kulun, adalah suatu kelompok masyarakat asli yang berdiam di Kulun, Formosa Utara, Taiwan.

nama lain: Kulon
bahasa: Kulun
kelompok bahasa: Austronesia

Bahasa Kulun sebelumnya diucapkan di desa Kulun dekat Taoyuan, yang kemungkinan berbeda dari bahasa Ketagalan atau bahasa Basai, dan kelihatannya bahasa Kulon terkait erat dengan bahasa Saisiyat.
Bahasa Kulun sendiri saat ini berada di ambang kepunahan karena kuatnya dominasi bahasa China Han dan Taiwan, sehingga para generasi muda hampir tidak menggunakan bahasa Kulun, diperkirakan tinggal para orang tua lanjut usia saja yang masih fasih berbicara dalam bahasa Kulun.

Orang Kulun sebelumnya dianggap sebagai kelompok masyarakat yang merupakan sub-kelompok dari suku Ketagalan. Tapi dari penelitian para ahli bahasa, ternyata orang Kulun beserta bahasanya merupakan kelompok masyarakat yang berbeda dengan orang Ketagalan, ditinjau dari budaya dan bahasanya. Walaupun dari segi budaya terdapat beberapa kemiripan.

Menurut para ahli bahasa yang melakukan penelitian untuk bahasa di Formosa Utara, yang pada awalnya hanya diakui hanya ada 2 suku, yaitu suku Kavalan dan Ketagalan. Kemudian suku Ketagalan dibagi menjadi 3 suku, yaitu suku Ketagalan, Basay, dan Kulon. Kelompok masyarakat ini berbicara dalam bahasa dan dialek yang berbeda.
Di wilayah Formosa Utara, banyak terdapat bahasa yang memiliki bahasa dan dialek yang berbeda-beda. Pada setiap provinsi, kabupaten ataupun desa-desa banyak memiliki bahasa dan dialek yang beragam. Diperkirakan terdapat 116 dialek dan bahasa yang berbeda-beda.

sumber:
artikel lain:

Suku Luilang, Formosa, Taiwan

Suku Luilang, adalah salah satu suku penduduk asli di Formosa, Taiwan. Saat ini suku Luilang adalah merupakan satu cabang tersendiri, diklasifikasikan sebagai pribumi dataran. Terutama terkonsentrasi di Taipei County, di beberapa daerah Three Gorges, dan di beberapa daerah Taoyuan.

nama lain: Leilang, Léi lǎng
bahasa: Luilang
kelompok bahasa: Austronesia

Suku Luilang sebelumnya sempat dikelompokkan ke dalam kelompok suku Ketagalan. Tapi pada tahun 1944, seorang sarjana Jepang, Ogawa Shangy menemukan kategori lain, dengan memisahkan kelompok Luilang menjadi suku tersendiri.
Orang Luilang sebenarnya memiliki bahasa asli mereka, yaitu bahasa Luilang, tapi karena tekanan dan dominasi orang China Han, maka orang Luilang kehilangan bahasa mereka. Tidak diketahui berapa orang Luliang yang masih bisa berbicara dalam bahasa Luilang. Generasi muda Luilang saat ini sehari-hari berbicara dalam bahasa China Han atau Taiwan.

Daerah Taiwan utara, adalah rumah bagi 2 kelompok etnis, yaitu sebelah utara dan Keelung River Basin sebagai wilayah suku Ketagalan, sedangkan sebelah selatan hingga ke Linkou Nankan adalah wilayah suku Luilang. Mereka sempat dianggap sebagai satu etnis, dan disebut sebagai orang Ketagalan, tapi ternyata antara suku Luilang dan suku Ketagalan adalah 2 kelompok etnis yang berbeda. Kedua kelompok etnis ini hidup di wilayah yang sama, dengan saling mempertahankan adat dan budaya masing-masing.
Sejak masuknya Dinasti Qing dari China, yang menguasi wilayah Taiwan, menyerang dan menduduki wilayah pemukiman suku-suku di wilayah ini, maka mereka banyak melarikan diri dan tersebar ke berbagai penjuru, terutama orang Luilang. Sebagian besar berasimilasi dengan etnis China Han, kehilangan budaya dan bahasanya, dan yang lainnya tidak diketahui dengan pasti keberadaannya.

Setelah sekian lama waktu berlalu, banyak orang Luilang yang semakin menyadari akan identitas "Luilang" nya, dan kembali ke tanah asalnya, yaitu ke daerah Ketagalan, mereka menempati wilayah sebelah selatan Taiwan Utara hingga Linkou Nankan, karena sebelah utara telah ditempati oleh suku Ketagalan.

Suku Luilang, di masa sekarang ini banyak hidup dengan cara hidup orang China Han. Tapi sekembalinya mereka ke kampung halamannya, adat dan budaya asli orang Luilang, kemungkinan akan mengembalikan adat dan budaya mereka yang hilang. Mereka hidup pada bidang pertanian, terutama budidaya kentang. Kegiatan lain adalah berburu, menangkap ikan dan sebagainya.

sumber:
artikel lain:

Suku Hoanya, Formosa, Taiwan

Suku Hoanya, adalah suatu kelompok masyarakat penduduk asli Formosa, Taiwan, yang belum mendapat pengakuan dari pemerintah Taiwan. Orang Hoanya berdiam terutama di kabupaten Changhua, kota Chiayi, Nantou County, dan di sekitar kota Tainan.

nama lain: Hungya, Hongya, Hoannya, Hoyana, Kali
bahasa: Hoanya
kelompok bahasa: Austronesia
dialek: Lloa (Loa), Arikun, Hoanya

Orang Hoanya sempat dianggap hilang dalam sejarah. Di masa lalu orang Hoanya banyak terpisah-pisah, dan banyak yang berasimilasi dengan budaya China Han. Tapi walau mereka hidup dalam budaya China Han, rasa Hoanya tetap melekat dalam hati mereka. Sehingga merupakan kerinduan untuk kembali ke dalam masyarakat adat Hoanya, seperti di masa nenek moyang mereka dahulu.
Orang Hoanya dari segala penjuru, bersatu dan masih eksis serta telah mengadakan perayaan tradisional di kota Puli, Nantou County. Perayaan tradisional orang Hoanya adalah "Festival Budaya Hoanya" yang digelar tepat dengan Hari Tahun Baru tradisional Hoanya, berdasarkan pada tanggal 15 bulan 11 kalender Imlek.
Perayaan tradisional Festival Budaya Hoanya, termasuk kegiatan lomba lari tradisional untuk para laki-laki muda untuk membuktikan status mereka sebagai prajurit Hoanya, upacara pemujaan leluhur, ritual berburu rusa dan acara pesta yang diikuti semua anggota suku.
Acara tradisional ini mendorong kebangkitan budaya dan identitas dari keturunan orang Hoanya . Sekitar 20.000 orang Hoanya dapat melacak kembali asal usul keluarga mereka untuk kembali ke adat Hoanya. Keturunan Hoanya yang sempat terceraiberai, banyak tinggal di sekitar kabupaten Taiwan tengah Nantou, Taichung, Changhua, Yunlin, dan Chiayi.

Selain acara tradisional Festival Budaya Hoanya, masih terdapat beberapa tradisi Hoanya yang kembali dibangkitkan, seperti upacara panen yang berlangsung 4 hari.
Upaya masyarakat Hoanya untuk melawan kekuatan asimilasi masyarakat China Han, dan berharap bahwa peristiwa budaya-kebangunan rohani dapat diselenggarakan bagi masyarakat.

Orang Hoanya berbicara dalam bahasa Hoanya, yang merupakan salah satu cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Hoanya berada dalam tekanan bahasa China Han, sehingga banyak orang Hoanya yang tidak lagi berbicara dalam bahasa Hoanya. Generasi muda banyak yang berbicara dalam bahasa China Han. Bahasa Hoanya sebelumnya dituturkan di daerah pusat barat, dari Taihsi ke Peimen sampai ke daerah bahasa Tsou Selatan.

Bahasa Hoanya terdiri dari 3 dialek, yaitu:
  • Lloa
  • Arikun
  • Hoanya

orang Hoanya
(englishservice)
Di masa lalu, Minsyong Township, yang dahulu disebut "Damao", adalah menjadi pusat awal dari komunitas Hoanya berasal. Pada tahun 1920, Jepang mengganti nama Damao menjadi Minsyong, yang terdiri dari 22 Jhuang (desa). Pada tanggal 20 Januari 1946, Minsyong Township berkembang menjadi Chyiayi District kemudian menjadi Chiayi County, Tainan County, dan 22 Jhuang (desa) ditambah desa Bao Set.

Kehidupan orang Hoanya cenderung lebih baik saat ini. Banyak dari orang Hoanya yang berprofesi sebagai pedagang atau pada sektor swasta lainnya.


sumber:
artikel lain:

Suku Makatao, Formosa, Taiwan

Suku Makatao, adalah suatu kelompok yang tidak secara resmi diakui oleh pemerintah sebagai pribumi, yang menetap di sepanjang hilir sungai Tanshui  di Kaohsiung dan Pintung County Chishan Township, Formosa, Taiwan. Populasi orang Makatao pada tahun 2.000 terdapat 121 keluarga dengan jumlah penduduk 460 orang.

nama lain: Makatto, Ah Ho
bahasa: Makatao
kelompok bahasa: Austronesia

suku Makatao
(youtube)
Suku Makatao, sekitar tahun 1860 awalnya menetap di Taitung Countys Changbin Township, tapi sekitar tahun 1860, kelompok ini direlokasi ke Pintung Countys Chishan Township.

Menurut cerita rakyat orang Makatao, dahulunya mereka adalah penghuni awal daerah Kaohsiung sejak lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Daerah Kaohsiung dahulu bernama "Takao" atau "Dagao", di daerah ini masih terdapat situs kuno peninggalan komunitas Dagao dari suku Makatao, sebuah cabang dari suku Siraya.
Di wilayah Dagao dahulu, orang Makatao menanam bambu hutan di hutan sekitar pemukiman mereka untuk menghentikan invasi dari bajak laut. Dalam bahasa Makatao "Takau" berarti bambu, sedangkan orang Cina Han menerjemahkannya sebagai "Dagao". Di Takao atau Dagao, terdapat sungai Takao, yang menjadi wilayah pemukiman orang Makatao di masa lalu.

Sekitar tahun 1563 (abad 16), masuknya Bajak Laut Dao Lin Chien dari China yang meyakini darah manusia yang disiramkan ke kapal-kapal mereka bisa menangkal roh-roh jahat. Bajak Laut Dao Lin Chien membantai masyarakat adat lokal Makatao di Takao dan membasahi kapal mereka dengan darah orang Makatao. Banyak Makatao orang tewas dalam pembantaian dan sisanya melarikan diri ke Pintung. Orang Makatao yang selamat melarikan diri dan bermigrasi ke Ah Ho Lin (bukit di Dashu) dan membentuk komunitas Ah Ho saat ini di kota Pingtung, sebelah selatan Taiwan.

Pada saat Belanda tiba di Dagao, populasi suku Makatao sudah tidak ada lagi di Dagao. Hanya terdapat situs makam kecil di Tsaishan, yang diduga adalah sisa dari suku Makatao. Di bukit di belakang Candi Lon-Chuan, dekat pintu masuk ke Taman Wisata Alam, Hsiao-Si Shell Grave, terdapat sebuah situs arkeologi yang mendokumentasikan sejarah gaya hidup suku Makatao lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
Selain itu juga terdapat satu situs arkeologi di kota Kaohsiung, yang diperkirakan berusia 4.000 hingga 5.000 tahun SM, yang diperkirakan berasal dari peninggalan manusia yang lebih tua dari suku Makatao, yaitu suku Pepo. Dari penggalian di sekitar situs juga ditemukan tembikar dan alat-alat batu konsisten dengan periode Budaya Niu-chou-zi.

perempuan Makatao
wajah di tatto
(youtube)
Orang Makatao, memiliki bahasa asli, yaitu bahasa Makatao, yang merupakan bahasa dari kelompok rumpun Autronesia. Tapi, seperti yang dialami kebanyakan kelompok penduduk asli di Formosa yang berada di bawah tekanan asimilasi suku bangsa Han, suku Makatao pun mulai kehilangan sebagian besar tradisi budaya, ritual, lagu dan bahasa mereka.

sumber:
artikel lain:

Suku Tefuye, Formosa, Taiwan

Suku Tefuye, adalah suatu kelompok masyarakat adat kecil yang terdapat di Alishan, Formosa, Taiwan.

bahasa: Tsou dialek Tefuye
kelompok bahasa: Austronesia


suku Tefuye
(dmtip)
Suku Tefuye merupakan sub-kelompok dari suku Tsou Utara (Northern Tsou), bersama dengan suku Dabang dan Lijia. Ketiga kelompok masyarakat adat ini lah yang disebut sebagai kelompok suku Tsou Utara. Secara tradisional orang Tefuye, Dabang dan Lijia, hampir tidak perbedaan, terutama dalam tradisi adat istiadat, budaya dan bahasa, hanya terdapat perbedaan dalam dialek.

Tefuye bermukim di desa Lijia. Tetangga dekat mereka di wilayah Alishan adalah suku Dabang yang bermukim di Dabang. Selain suku Dabang yang menjadi tetangga suku Tefuye, ada satu kelompok masyarakat lagi yang disebut sebagai suku Lijia yang pemukiman lumayan jauh, bermukim di desa Lijia dan desa Shizi yang berjarak sekitar 10,3 km dari dabang.

Tradisi Ritual Mayasvi,
upacara perang di desa Tefuye, Alishan.
Untuk menghormati dewa dan prajurit.
Perjuangan suku untuk melindungi
identitas budayanya
(reuters), (chinapost)
Ritual adat yang utama pada masyarakat Tefuye, adalah tradisi ritual "Mayasibi" (Mayasvi dalam bahasa Tsou), yaitu ritual tradisional pengorbanan yang diadakan setiap tahun, yang dilakukan atas dasar rotasi. Mayasvi biasanya terjadi pada pertengahan Februari, tapi waktunya dapat berubah dari tahun ke tahun. Hal ini diadakan baik oleh masyarakat suku Tefuye maupun Dabang. Awalnya tradisi ini adalah sebuah upacara untuk menghormati para dewa dan untuk menyambut kembalinya prajurit, serta untuk mengakui prestasi penting seperti pembangunan rumah. Namun, selama pendudukan Jepang atas Taiwan (1895-1945), Jepang berperang dengan suku-suku asli, dan upacara ini berubah menjadi acara yang digelar setahun sekali.

sumber:
artikel lain:

Suku Dabang, Formosa, Taiwan

Suku Dabang, adalah suatu kelompok masyarakat adat kecil yang terdapat di Alishan, Formosa, Taiwan.

nama lain: Dapang, Tabangu
bahasa: Tsou dialek Dabang
kelompok bahasa: Austronesia


laki-laki suku Dapang
(dmtip)
Suku Dabang merupakan sub-kelompok dari suku Tsou Utara (Northern Tsou), bersama dengan suku Tefuye dan Lijia. Ketiga kelompok masyarakat adat ini lah yang disebut sebagai suku Tsou Utara. Secara tradisional orang Dabang, Tefuye dan Lijia, tidaklah berbeda, terutama dalam tradisi, budaya dan bahasa, hanya terdapat perbedaan dalam dialek.

Daerah Dabang, awalnya didirikan oleh suku-suku yang mendiami wilayah ini sekitar 300 tahun yang lalu, dan sekarang menjadi desa terbesar untuk bermukimnya suku Tsou.

Ritual adat yang utama pada masyarakat Dabang, adalah tradisi ritual "Mayasibi" (Mayasvi dalam bahasa Tsou)", yaitu ritual tradisional pengorbanan yang diadakan setiap tahun, yang dilakukan atas dasar rotasi. Mayasvi biasanya terjadi pada pertengahan Februari, tapi waktunya dapat berubah dari tahun ke tahun. Hal ini diadakan baik oleh masyarakat suku Dabang maupun suku Tefuye. Awalnya tradisi ini adalah sebuah upacara untuk menghormati para dewa dan untuk menyambut kembalinya prajurit, serta untuk mengakui prestasi penting seperti pembangunan rumah. Namun, selama pendudukan Jepang atas Taiwan (1895-1945), Jepang berperang dengan suku-suku asli, dan upacara ini berubah menjadi acara yang digelar setahun sekali.

sumber:
artikel lain:

Suku Tsou Utara, Formosa, Taiwan

Suku Tsou Utara (Northern Tsou), adalah suatu kelompok masyarakat adat yang hidup di daerah Alishan, Formosa, Taiwan, yang dikenal sebagai suku Tsou Utara, atau disebut juga sebagai orang Alishan. Populasi orang Tsou Utara di Alishan hampir 4.000 orang. Orang Tsou Utara adalah penduduk asli daerah Alishan.

nama lain: Alishan, Arisan, Northern Tsou, Tazo
bahasa: Tsou
kelompok bahasa: Austronesia

suasana alam di Alishan
(wikipedia)
Wilayah pemukiman orang Tsou Utara memiliki tempat yang indah dan natural, sehingga menarik para wisatawan untuk mengunjungi daerah ini. Daerah Alishan menjadi daerah tujuan wisata populer. Di Alishan, suku Tsou adalah pilar pariwisata budaya. Ada 8 desa Tsou di daerah indah: Laiji, Dabang, Tefuye, Shanmei, Sinmei, Lijia, Chashan dan Leye. Setiap desa telah mengembangkan tema karakteristik yang di atasnya untuk pusatnya pengembangan masyarakat dan upaya promosi pariwisata.

Bahasa Tsou Utara adalah salah satu bahasa Austronesia dituturkan di Taiwan selatan. Bahasa Tsou Utara yang dituturkan di Mt. Ali dan Nantou County, terdiri dari 3 dialek, yaitu dialek Tapangu, Tfuya dan Luhtu.
Suku Tsou Utara bertahan di distrik Alishan, di utara dan selatan. Mereka mengklaim identitas mereka sendiri. Beberapa desa memiliki sebuah pondok pertemuan tradisional di mana orang berkumpul untuk membahas hal-hal penting.
Orang Tsou yang budaya dan adat mereka yang terancam dengan budaya China dan Taiwan, tetap berusaha mempertahankan demi melestarikan budaya mereka dengan mengadakan beberapa upacara tradisional Tsou. Acara tradisional diadakan selama 3 hari dengan melakukan 6 ritual ibadah untuk menjaga kesatuan dan budaya penduduk asli.

Kepala suku dan para tetua memimpin upacara tradisional, dengan menampilkan prajurit laki-laki membunuh babi dengan tombak, membayar upeti kepada dewa mereka dan mengundang para dewa ke masyarakat. Para prajurit kemudian mengambil babi yang dibunuh untuk berbagi dengan keluarga mereka.
Ritual tradisional tidak terbuka untuk umum, sedangkan yang diperbolehkan untuk ditonton hanya ketika dalam acara lagu tradisional dan tarian.

Di Alishan terdapat 3 kelompok masyarakat adat, dengan 3 dialek yang sedikit berbeda dan bermukim di lokasi yang terpisah. Ketiga kelompok masyarakat adat ini disebut sebagai suku Tsou Utara, yaitu:
  • Dabang, bermukim di Dabang
  • Tefuye, bermukim di Tefuye
  • Lijia, berada di Lijia (sekitar 10,3 km dari Dabang)

Dalam kepercayaan tradisional, mereka menyembah dewa perang. Makanan tradisional mereka yang utama adalah babi tradisional.
Tradisi lama mereka seperti berburu kepala, saat ini sudah ditinggalkan, seiring dengan beralihnya sebagian besar dari orang Tsou dari agama ethnic ke agama Kristen yang dibawa para misionaris sekitar abad 17.

tarian orang Tsou Utara (Alishan)
(archello)
Orang Tsou di gunung Ali, rata-rata memiliki kepribadian tenang, hidung lurus, kulit kuning, mata agak sipit, merupakan ciri khas ras mongoloid. Sekilas mereka mirip dengan keturunan China, tapi mereka adalah ras yang berbeda, mereka lebih mendekati dengan ras Asia Tenggara, tepatnya mereka adalah dari kelompok Austronesia, yang lebih mendekati dengan bangsa-bangsa dari Malayo-Polynesia, seperti Malaysia, Filipina, Indonesia dan Polynesia.

Orang Tsou Utara di Alishan, untuk pakaian tradisional mereka menggunakan pakaian dari kulit binatang, seperti dari kulit kijang, termasuk topi dan sepatu. Pembuatan pakaian dari kulit ini dilakukan dengan cara tradisional, dengan mencukur semua bulu pada kulit, mengeringkan, menempatkannya di dalam mortir, dan memukulnya dengan alu sampai menjadi lembut dengan mengulang beberapa kali. Bagian kulit di tangan binatang itu tidak akan digunakan untuk membuat pakaian kulit dan topi, yang semuanya berasal dari kulit kijang, berbeda dengan orang Paiwan yang menggunakan kulit kambing.

Selain dari kulit binatang, orang Tsou biasanya memakai pakaian warna merah dengan topi bulu penuh ornamen. Sedangkan perempuan memakai korset merah, kain penutup kepala, baju biru dan rok hitam.

Orang Tsou Utara di Alishan pada umumnya hidup pada tanaman teh dan matsum di gunung Ali. Mereka belajar menanam teh dari orang-orang China Han. Pada dasarnya orang Tsou hidup dari berburu, tapi karena kegiatan berburu dilarang oleh pemerintah Taiwan, maka mereka beralih ke kegiatan penanaman teh dan matsum. Beberapa lain mencoba pada tanaman rebung dan kubis.

sumber:
artikel lain:

Suku Kanakanavu, Formosa, Taiwan

orang Kanakanavu
(english.cntv)
Suku Kanakanavu, adalah suatu kelompok masyarakat yang hidup di desa Minsheng dan Minquan di Sanmin Town, Kaohsiung County yang berada di Formosa, Taiwan. Populasi suku Kanakanavu diperkirakan hanya sekitar 500 orang.

nama lain: Tsou Selatan (Southern Tsou)
bahasa: Kanakanavu
kelompok bahasa: Austronesia

Suku Kanakanavu bermukim di pegunungan Anguana di Kaohsiung County, mereka hidup bertetangga dengan suku Hla'alua yang hidup di desa Gaozhong dan Taoyuan di Taoyunag Town. Kedua suku ini dimasukkan ke dalam sub-kelompok suku Tsou, sehingga sering disebut sebagai suku Tsou Selatan, walau mereka sendiri cenderung menolak istilah "tsou". Identitas kedua suku ini telah lama menjadi perdebatan, bahasa mereka berbeda dengan Tsou Utara, mereka tidak hidup bersama, dan legenda mereka serta struktur sosial juga berbeda secara signifikan.

Suku Kanakanavu yang sering disebut sebagai suku Tsou Selatan, oleh peneliti dari Sayama, Ykichi (1915) dan Hengli Lin (1963) menunjukkan bahwa terdapat 11 ritual keagamaan tradisional di kalender mereka, yaitu:
  1. ma'anai (merebut kembali),
  2. mitoalu (menabur ),
  3. morulabalu (penyiangan),
  4. pulling and plucking (menarik dan mencabut),
  5. kana-koala (inisiasi malai dari pigweed),
  6. mata-ulu kaisisi pi-Kuapa (menakut-nakuti burung),
  7. umaunu (buah),
  8. ala-mia'u (awal panen),
  9. mikaungu (akhir panen),
  10. moa-nivi (akhir dari bersasaran dan untuk mengusir penyakit), dan
  11. kaisisi kabuburu (memenggal kepala musuh dan berburu).
(Jichang Xie, Jianing Ye, Wang Zhanghua, Yaotong Lin, 2002, Aboriginal society and culture of Kaohsiung County)

lokasi pemukiman suku Kanakanavu
(fasdt)
Sejak masuknya agama Kristen ke wilayah orang Kanakanavu, Pemerintah dan Gereja mendukung membangkitkan kembali beberapa ritual mereka yang banyak ditinggalkan. Beberapa budaya asli mereka kembali diterapkan, untuk mengembalikan identitas mereka yang hilang. Ritual tradisional penting bagi masyarakat Kanakanavu, adalah upacara tradisional "Mikong". Identitas asli mereka telah diperkuat dengan pariwisata budaya etnis telah muncul. Karena semua faktor ini, kelompok ini mulai mengembalikan individu, unik dan etnik ritual dan upacara "tradisional" mereka. Restorasi bahkan telah menjadi mekanisme simbolis penting untuk konsolidasi identitas suku Kanakanavu.

Dalam masyarakat Kanakanavu, keluarga merupakan ritual penting dan unit sosial. Pekerjaan pertanian aktual dan ritual upacara yang berlangsung setelah reklamasi dan sebelum panen semua dilaksanakan oleh keluarga sebagai unit independen. Upacara skala besar yang diselenggarakan oleh seluruh tranaser hanya akan berlangsung setelah musim panen dimulai. (Jichang Xie, Jianing Ye, Wang Zhanghua, Yaotong Lin, 2002, Aboriginal society and culture of Kaohsiung County)

Suku Kanakanavu telah lama berada di bawah tekanan asimilasi dengan orang Han dan Bunun, sehingga bahasa dan budaya mereka hampir menghilang. Jumlah orang yang fasih berbicara dalam bahasa Kanakanavu hanya sekitar 50 orang. Dalam bidang linguistik, bahasa Kanakavu dan bahasa Hla'alua diakui sebagai "yang tertua di antara seribu bahasa Austronesia di dunia". (Keshu Cai, Dr.josef Szakos, Hla’alua language and Kanakanavu language of South-Tsou)

sumber:
artikel lain:

Suku Hla'alua, Formosa, Taiwan

Suku Hla'alua, adalah suatu kelompok masyarakat yang hidup di desa Gaozhong dan Taoyuan di Taoyunag Town, Kaohsiung County. Populasi suku Hla'alua diperkirakan hanya sekitar 200 orang.

nama lain: Sa'alua, Southern Tsou (Tsou Selatan)
bahasa: Hla'alua
kelompok bahasa: Austronesia

lokasi pemukiman suku Hla'alua
(fasdt)
Suku Hla'alua di Kaohsiung County hidup bertetangga dengan suku Kanakanavu yang hidup di desa Minsheng dan Desa Minquan di Sanmin Town, Kaohsiung County. Kedua suku ini dimasukkan ke dalam sub-kelompok suku Tsou, sehingga sering disebut sebagai suku Tsou Selatan, walau mereka sendiri menolak istilah "tsou". Identitas kedua suku ini telah lama menjadi perdebatan, bahasa mereka berbeda dengan Tsou Utara, mereka tidak hidup bersama, dan legenda mereka serta struktur sosial juga berbeda secara signifikan.

Suku Hla'alua memiliki kemiripan dengan suku Tsou Utara yang berada di gunung Ali (Mt. Ali) dalam tradisi "Ritual Pertanian". Namun terdapat perbedaan dalam upacara tradisional "Miatongusu", yang hanya dimiliki oleh suku Hla'alua, sedangkan suku Tsou Utara tidak.

Orang Hla'alua berbicara dalam bahasa sendiri, yaitu bahasa Hla'alua. Suku Hla'alua lama berada di bawah tekanan asimilasi bahasa dan budaya orang Han dan Bunun, sehingga bahasa dan budaya mereka hampir menghilang. Saat ini yang fasih berbicara dalam bahasa Hla'alua hanya tinggal 30 orang. Dalam bidang linguistik, bahasa Hla'alua dan bahasa Kanakavu diakui sebagai "yang tertua di antara ribuan bahasa Austronesia di dunia". (Keshu Cai, Dr.josef Szakos, Hla’alua language and Kanakanavu language of South-Tsou)

Orang Hla'alua yang sebelumnya dalam bertahan hidup dengan cara berburu dan menangkap ikan, sejak tahun 1940 mulai menerapkan budidaya padi.

sumber:

Suku Tsou Selatan, Formosa, Taiwan

Suku Tsou Selatan (Southern Tsou), adalah suatu kelompok masyarakat adat yang hidup di daerah Sanmin dan kota-kota Taoyuan di Kaohsiung County, yang dikenal sebagai suku Tsou Selatan.

nama lain: Zou, Chou, Tazo
bahasa: Tsou
kelompok bahasa: Austronesia

Orang Tsou Selatan, kemungkinan masih berkerabat dengan orang Tsou Utara. Hanya saja di antara kedua kelompok ini terdapat perbedaan mendasar pada budaya, adat serta bahasa yang digunakan berbeda, terutama dalam dialek dan pengucapan.

Bahasa Tsou Selatan adalah termasuk dari kelompok bahasa Austronesia yang dituturkan di Kaohsiung County, terdiri dari 2 bahasa yang dituturkan oleh 2 etnis, yaitu:

orang Kanakanavu
(dokkyo-eng)
Suku Hla'alua dan suku Kanakanavu hidup bertetangga dalam satu wilayah. Suku Hla'alua hidup di desa Gaozhong dan Taoyuan di Taoyunag Town, Kaohsiung County, sedangkan suku Kanakanavu hidup di desa Minsheng dan desa Minquan di Sanmin Town, Kaohsiung County. Kedua suku ini dimasukkan ke dalam sub-kelompok suku Tsou, sehingga sering disebut sebagai suku Tsou Selatan. Tapi identitas kedua suku ini menjadi perdebatan, bahasa mereka berbeda dengan Tsou Utara, secara geografis mereka tidak hidup bersama, dan legenda mereka serta struktur sosial juga berbeda secara signifikan dengan suku Tsou Utara.

Orang Tsou Selatan adalah patriarkal yang kaku, status perempuan berada di bawah laki-laki dalam status masyarakat. Mereka memiliki rumah adat yang hanya boleh dimasuki oleh para laki-laki.

Upacara adat "Kemenangan Ritus" adalah yang paling penting, yang melibatkan renovasi balai pertemuan suku, serta proses yang panjang, tapi disertai acara hiburan seperti tarian dan minuman seperti tuak. Mereka masih mempercayai beberapa roh termasuk roh nenek moyang.

Pemukiman orang Tsou Selatan yang berada di Sanmin Township, sekarang berganti nama Namaxia District, yang terletak di Taiwan selatan, timur laut kota Kaohsiung di daerah pegunungan. Daerah ini merupakan salah satu dari 3 kabupaten Aborigin kota Kaohsiung. Penduduk di kabupaten ini meliputi beberapa masyarakat adat seperti suku Tsou Selatan, Bunun dan Paiwan.

Para laki-laki Tsou Selatan memiliki kegiatan yang khas, seperti berburu dan menyamak kulit, yang menjadi ciri khas suku Tsou Selatan.

sumber:
artikel lain:

Suku Tsou, Formosa, Taiwan

Suku Tsou, adalah masyarakat adat tengah selatan Taiwan. Populasi orang Tsou pada tahun 2000 sekitar 7.000 orang. Orang Tsou bermukim di 3 wilayah berbeda, yaitu di Nantou, Chiayi dan kota Kaohsioung.

nama lain: Alishan, Arisan, Northern Tsou, Tsu'u, Tsuou, Tzo
bahasa: Tsou
kelompok bahasa: Austronesia


orang Tsou
(en.wikipedia)
Orang Tsou sendiri terbagi menjadi 2 kelompok, yang menggunakan bahasa sama, tapi memiliki dialek yang berbeda, yaitu:
  • Tsou Utara
  • Tsou Selatan
Sebagian besar dari suku Tsou terkonsentrasi di Chiayi County di indah Alishan National Scenic Area dan di kota Kaohsiung sepanjang Southern Cross-Island Highway. Orang Tsou Utara dari Alishan dan orang Tsou Selatan dari Kaohsiung dibagi menjadi dua kelompok yang berbeda, disebut sebagai utara dan selatan. Ada perbedaan besar antara kedua kelompok dalam hal bahasa dan adat istiadat.

Bahasa Tsou adalah salah satu bahasa Austronesia dituturkan di Taiwan selatan. Hal ini dapat diklasifikasikan menjadi dua sub-bahasa, yaitu bahasa Tsou Utara yang dituturkan di Mt. Ali dan Nantou County, yang terdiri dari 3 dialek, yaitu dialek Tapangu, Tfuya dan Luhtu. Satu lagi adalah bahasa Tsou Selatan yang dituturkan di Kaohsiung County, yang terdiri dari 2 dialek, yaitu dialek Sa'alua dan Kanakanavu.

Sistem kekeluargaan orang Tsou sangat ketat, untuk adat pernikahan maupun acara-acara lain. Sistem ini ditaati oleh seluruh anggota suku. Aturan ini yang membuat orang Tsou selalu bekerja sama dan bekerja dengan efisiensi tinggi.
Tanah adalah milik bersama. Putra tertua memiliki prioritas utama untuk mewarisi properti keluarga. Senjata berharga diwarisi oleh putra tertua juga. Sedangkan putri tertua memiliki hak untuk mewarisi benda-benda milik ibunya

Orang Tsou adalah patrilineal, marga (nama keluarga) menurun dari sang bapak. Sedangkan perempuan harus hidup dengan keluarga suami setelah menikah. Mereka tidak diizinkan menikah dengan orang memiliki marga sama atau masih memiliki hubungan darah.

upacara tradisional Tsou
(formosatravel)
Pakaian tradisional dibuat dari kulit binatang. Dalam keseharian orang Tsou suka memakai pakaian warna merah dengan topi bulu yang dihiasi ornamen. Sedangkan perempuan memakai korset merah, kain penutup kepala (semacam kerudung), baju biru dan rok hitam.

Pertanian dan berburu menjadi kegiatan utama orang Tsou dalam bertahan hidup. Tapi karena adanya larangan berburu yang ditetapkan oleh pemerintah Taiwan, banyak orang Tsou memutuskan untuk pindah dari pemukiman mereka. Mereka banyak bekerja di perkebunan teh dan Matsum di Mountain Ali. Kegiatan ini meningkatkan taraf hidup orang Tsou. Mereka mempelajari teknik menanam teh dari orang-orang China Han. Nilai tanaman ekonomis yang tinggi membuat beberapa orang Tsou bisa kembali ke pemukiman mereka. Selain itu mereka juga mencoba dengan tanaman rebung dan kubis. Di luar itu, beberapa dari mereka mencoba mendalami cara-cara penanaman bunga penghasil parfum, seperti bunga Lily.

sumber:
artikel lain: