Suku Kraol, adalah suatu kelompok suku yang hidup di wilayah perbatasan provinsi Kracheh dan provinsi Mondolkiri, Kamboja. Populasi orang Kraol diperkirakan lebih dari 3.000 orang.
Pemukiman utama orang Kraol berada di Kracheh. Daerah pemukiman orang Kraol tersebar di sepanjang tepi sungai Krieng. Di wilayah ini orang Kraol bertetangga dengan suku Mel yang juga hidup di sekitar sungai Krieng. Orang Kraol berbicara dalam bahasa Kraol, yang merupakan bagian dari kelompok bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic. Bahasa Kraol mirip dengan bahasa T'moan, tapi memiliki dialek yang berbeda. Sedangkan dengan bahasa Mel, bahasa orang Kraol sangat berbeda, sehingga dalam berkomunikasi mereka menggunakan bahasa Khmer.
Kepercayaan asli orang Kraol adalah agama ethnic, yang mengandung unsur animisme, tapi karena tekanan politik mereka biasanya mengaku sebagai penganut Buddha. Mereka tetap menjalankan praktek agama ethnic, dengan melakukan pengorbanan kerbau dan sapi untuk menenangkan roh-roh yang mereka takuti. Untuk tradisi upacara penyembuhan, mereka melakukan mantra dengan mengorbankan babi dan ayam. Selain itu tradisi perayaan Buddha juga dilaksanakan, hanya saja tradisi Buddha dicampur dengan agama ethnic seperti minum anggur dan pengorbanan untuk roh-roh di alam.
Desa-desa pemukiman orang Kraol sudah memiliki jalan akses menuju desa, hanya saja kondisi jalan yang sangat buruk menyulitkan untuk pasokan barang-barang keperluan mereka, seperti bahan bakar, makanan dan lain-lain. Orang Kraol sebagian besar tinggal di sepanjang sungai Krieng. Di sisi seberang sungai juga terdapat pemukiman orang Kraol, hanya saja karena tidak adanya jembatan untuk menyeberangi sungai, sulit untuk berhubungan dengan kerabat mereka di seberang sungai. Kehidupan orang Kraol masih dalam taraf kemiskinan, tidak ada pasar bahan makanan, sedikit akses ke perawatan medis, tidak ada fasilitas pendidikan atau prasarana modern lainnya.
Pada masa perang Kamboja, orang Kraol mengalami penderitaan panjang, mereka dipaksa untuk menjalani gaya hidup orang Khmer, termasuk agama dan bahasa untuk meng"khmer"kan orang Kraol. Di bawah Khmer Merah, mereka sering dianiaya dan dipaksa untuk pindah ke daerah lain untuk dipekerjakan sebagai petani padi. Pada akhir 1980-an desa Kraol utama Srie Chi, dibakar oleh Khmer Merah dan banyak orang Kraol yang tewas. Beberapa orang Kraol telah menikah dengan orang Bunong, tapi hidup di antara orang-orang Bunong, dan telah menggunakan bahasa Bunong dan bahasa Khmer.
Kehidupan orang Kraol dalam bertahan hidup pada umumnya sebagai petani pada tanaman padi sawah. Mereka juga memelihara sapi yang nantinya dijual ke orang Khmer setiap tahun. Gaya rumah-rumah orang Kraol banyak mengadopsi gaya arsitektur rumah orang Khmer.
sumber:
artikel terkait:
Pemukiman utama orang Kraol berada di Kracheh. Daerah pemukiman orang Kraol tersebar di sepanjang tepi sungai Krieng. Di wilayah ini orang Kraol bertetangga dengan suku Mel yang juga hidup di sekitar sungai Krieng. Orang Kraol berbicara dalam bahasa Kraol, yang merupakan bagian dari kelompok bahasa Mon-Khmer, cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic. Bahasa Kraol mirip dengan bahasa T'moan, tapi memiliki dialek yang berbeda. Sedangkan dengan bahasa Mel, bahasa orang Kraol sangat berbeda, sehingga dalam berkomunikasi mereka menggunakan bahasa Khmer.
Kepercayaan asli orang Kraol adalah agama ethnic, yang mengandung unsur animisme, tapi karena tekanan politik mereka biasanya mengaku sebagai penganut Buddha. Mereka tetap menjalankan praktek agama ethnic, dengan melakukan pengorbanan kerbau dan sapi untuk menenangkan roh-roh yang mereka takuti. Untuk tradisi upacara penyembuhan, mereka melakukan mantra dengan mengorbankan babi dan ayam. Selain itu tradisi perayaan Buddha juga dilaksanakan, hanya saja tradisi Buddha dicampur dengan agama ethnic seperti minum anggur dan pengorbanan untuk roh-roh di alam.
Desa-desa pemukiman orang Kraol sudah memiliki jalan akses menuju desa, hanya saja kondisi jalan yang sangat buruk menyulitkan untuk pasokan barang-barang keperluan mereka, seperti bahan bakar, makanan dan lain-lain. Orang Kraol sebagian besar tinggal di sepanjang sungai Krieng. Di sisi seberang sungai juga terdapat pemukiman orang Kraol, hanya saja karena tidak adanya jembatan untuk menyeberangi sungai, sulit untuk berhubungan dengan kerabat mereka di seberang sungai. Kehidupan orang Kraol masih dalam taraf kemiskinan, tidak ada pasar bahan makanan, sedikit akses ke perawatan medis, tidak ada fasilitas pendidikan atau prasarana modern lainnya.
Pada masa perang Kamboja, orang Kraol mengalami penderitaan panjang, mereka dipaksa untuk menjalani gaya hidup orang Khmer, termasuk agama dan bahasa untuk meng"khmer"kan orang Kraol. Di bawah Khmer Merah, mereka sering dianiaya dan dipaksa untuk pindah ke daerah lain untuk dipekerjakan sebagai petani padi. Pada akhir 1980-an desa Kraol utama Srie Chi, dibakar oleh Khmer Merah dan banyak orang Kraol yang tewas. Beberapa orang Kraol telah menikah dengan orang Bunong, tapi hidup di antara orang-orang Bunong, dan telah menggunakan bahasa Bunong dan bahasa Khmer.
Kehidupan orang Kraol dalam bertahan hidup pada umumnya sebagai petani pada tanaman padi sawah. Mereka juga memelihara sapi yang nantinya dijual ke orang Khmer setiap tahun. Gaya rumah-rumah orang Kraol banyak mengadopsi gaya arsitektur rumah orang Khmer.
sumber:
artikel terkait:
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,