Suku Samré, adalah salah satu suku penduduk asli yang hidup di dataran tinggi Kamboja. Suku Samre secara bahasa dikelompokkan ke dalam kelompok Pear, bersama suku Chong, Pear, Sa'och, Somray dan Suy. Suku Samre adalah komunitas yang kecil dan memiliki populasi sekitar 200 orang.
Suku Samre yang tergabung dalam kelompok Pear, memiliki bahasa yang berbeda dengan suku mayoritas Khmer. Sedangkan oleh pemerintah Kamboja, suku Samre dikelompokkan sebagai Khmer Loeu bersama-sama seluruh suku-suku yang hidup di pegunungan. Istilah Khmer Loeu mengacu kepada kelompok masyarakat selain Khmer yang menjadi mayoritas di Kamboja.
Orang Samre berbicara dalam bahasa Samre. Bahasa ini memiliki banyak kemiripan dengan bahasa Pear, oleh karena itu bahasa Samre dianggap sebagai salah satu dialek dari bahasa Pear. Bahasa Pear adalah bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.
Secara historis, suku Samre merupakan penduduk awal Kamboja yang diperkirakan sebelum kehadiran suku mayoritas Khmer. Mereka sempat mengalami masa sulit selama periode Angkor, dan banyak dari mereka yang menjadi budak. Banyak dari mereka yang dianiaya oleh pasukan Khmer Merah. Beberapa kehilangan tanah tradisional selama dekade konflik. Saat ini sekelompok kecil komunitas mereka tersebar di kantong barat sungai Mekong. Generasi muda mereka banyak yang sudah berbicara dalam bahasa Khmer, dan menjadi semakin berasimilasi ke dalam masyarakat Kamboja. Dalam beberapa kasus hanya para orang tua yang masih berbicara dalam bahasa Samre. Dikuatirkan bahasa Samre akan mengalami masa kepunahan. Informasi tentang kelompok Samre ini sangat sedikit.
Komunitas Samre tinggal di desa kecil dan terpencil, berada di tengah hutan. Pada umumnya masih menganut kepercayaan animisme. Mereka masih percaya dengan adanya roh kuat di alam yang bisa mempengaruhi hidup mereka. Roh kuat di alam harus diberikan pengorbanan untuk meredam kemarahan roh kuat tersebut. Mereka adalah peramu obat tradisional yang merupakan campuran dari spiritisme dan penggunaan tanaman obat yang dikumpulkan dari hutan. Namun, sebagian besar dari praktik ini tidak terlalu menyembuhkan, bahkan beberapa kasus malah membahayakan. Mereka sangat percaya takhyul dan sangat takut terhadap roh-roh yang berada di segala benda-benda di hutan. Mereka tinggal di sebelah hutan kapulaga dengan memiliki banyak aturan spesifik tentang bagaimana harus berperilaku selama mengumpulkan kapulaga di hutan.
Kehidupan masyarakat suku Samre sangat miskin dan sering dipandang rendah oleh mayoritas Khmer. Sulitnya mendapat akses terhadap pendidikan dan kesehatan.
Rumah mereka sangat sederhana, dengan bentuk yang kaku, rendah dengan satu ruangan, atap terbuat dari daun dan dinding rumah terbuat dari bambu atau kayu.
Cara berpakaian orang Samre mirip dengan pakaian suku Khmer pedesaan yang pada dasarnya mengikuti gaya berpakaian ala barat.
Dalam bertahan hidup mereka melakukan praktek pertanian subsisten padi. Ladang berada jauh di hutan dan setiap beberapa tahun akan mencari tempat baru untuk membuka perladangan baru. Curah hujan menjadi sangat penting bagi mereka, karena sangat mempengaruhi hasil panen padi. Kekeringan atau kebanjiran akan membuat mereka kekurangan makanan. Mereka juga menanam beberapa sayuran dan pisang, mengumpulkan hasil hutan seperti damar, kayu bakar dan arang. Sekelompok kecil masih tinggal di pegunungan Cardamom dan mengumpulkan kapulaga dari hutan.
referensi:
Suku Samre yang tergabung dalam kelompok Pear, memiliki bahasa yang berbeda dengan suku mayoritas Khmer. Sedangkan oleh pemerintah Kamboja, suku Samre dikelompokkan sebagai Khmer Loeu bersama-sama seluruh suku-suku yang hidup di pegunungan. Istilah Khmer Loeu mengacu kepada kelompok masyarakat selain Khmer yang menjadi mayoritas di Kamboja.
Orang Samre berbicara dalam bahasa Samre. Bahasa ini memiliki banyak kemiripan dengan bahasa Pear, oleh karena itu bahasa Samre dianggap sebagai salah satu dialek dari bahasa Pear. Bahasa Pear adalah bagian dari keluarga bahasa Mon-Khmer cabang dari rumpun bahasa Austroasiatic.
Secara historis, suku Samre merupakan penduduk awal Kamboja yang diperkirakan sebelum kehadiran suku mayoritas Khmer. Mereka sempat mengalami masa sulit selama periode Angkor, dan banyak dari mereka yang menjadi budak. Banyak dari mereka yang dianiaya oleh pasukan Khmer Merah. Beberapa kehilangan tanah tradisional selama dekade konflik. Saat ini sekelompok kecil komunitas mereka tersebar di kantong barat sungai Mekong. Generasi muda mereka banyak yang sudah berbicara dalam bahasa Khmer, dan menjadi semakin berasimilasi ke dalam masyarakat Kamboja. Dalam beberapa kasus hanya para orang tua yang masih berbicara dalam bahasa Samre. Dikuatirkan bahasa Samre akan mengalami masa kepunahan. Informasi tentang kelompok Samre ini sangat sedikit.
rumah orang Samre (worldwidewanders) |
Kehidupan masyarakat suku Samre sangat miskin dan sering dipandang rendah oleh mayoritas Khmer. Sulitnya mendapat akses terhadap pendidikan dan kesehatan.
Rumah mereka sangat sederhana, dengan bentuk yang kaku, rendah dengan satu ruangan, atap terbuat dari daun dan dinding rumah terbuat dari bambu atau kayu.
Cara berpakaian orang Samre mirip dengan pakaian suku Khmer pedesaan yang pada dasarnya mengikuti gaya berpakaian ala barat.
Dalam bertahan hidup mereka melakukan praktek pertanian subsisten padi. Ladang berada jauh di hutan dan setiap beberapa tahun akan mencari tempat baru untuk membuka perladangan baru. Curah hujan menjadi sangat penting bagi mereka, karena sangat mempengaruhi hasil panen padi. Kekeringan atau kebanjiran akan membuat mereka kekurangan makanan. Mereka juga menanam beberapa sayuran dan pisang, mengumpulkan hasil hutan seperti damar, kayu bakar dan arang. Sekelompok kecil masih tinggal di pegunungan Cardamom dan mengumpulkan kapulaga dari hutan.
referensi:
- joshuaproject
- worldwidewanders
- khmercity
- dan sumber lain
artikel terkait:
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,