Suku Cia-Cia, Sulawesi

suku Cia-Cia

Suku Cia-Cia, adalah suatu suku yang mendiami kota Bau-Bau, bagian selatan pulau Buton di Sulawesi Tenggara. Wilayah pemukiman mereka bersebelahan dengan suku Wolio dan orang Muna. Populasi suku Cia-Cia ini diperkirakan sebesar 80.000 orang.

Orang Cia-cia berbicara dalam bahasa Cia-Cia, yang termasuk anggota keluarga bahasa Austronesia dan masih terkait kekerabatan bahasa dengan bahasa Wolio. Suatu hal yang unik dengan bahasa Cia-Cia ini dalam penulisan, mereka menggunakan aksara Korea (Haenggul). Karena orang Cia-Cia tidak memiliki aksara seperti orang Wolio. Oleh karena itu orang Cia-Cia untuk mengampilkan bahasa Cia-Cia mereka menggunakan aksara Korea atau Haenggul.

plank tulisan Haenggul

plank tulisan Haenggul

Keunikan lain, plank nama jalan di kota Bau-Bau yang memakai aksara Hanguel. Beberapa siswa, guru, masyarakat Cia-Cia, serta pihak Pemkot Bau-Bau pernah diundang langsung ke Korea. Mereka mendemonstrasikan kemampuan menuliskan huruf Hanggeul untuk bahasa Cia-Cia. Bahkan, beberapa guru dari Korea didatangkan langsung ke Bau-Bau untuk mengajarkan huruf Haenggul.

Rumah orang Cia-Cia didirikan di atas tanah dan dibangun dari papan-papan yang kokoh. Atapnya terbuat dari papan sirap atau ditutupi dengan daun kelapa. Setiap rumah hanya memiliki sedikit jendela. Desa-desa pemukiman orang Cia-Cia hampir semua memiliki pasar yang memperdagangkan kain tenun sutra, katun, dan lain-lain.

Orang Cia-Cia adalah monogami (memiliki satu pasangan). Meskipun orang tua terlibat dalam penyelenggaraan pernikahan, orang-orang muda bebas memilih pasangan mereka. Setelah menikah, pasangan tersebut tinggal dengan keluarga mempelai perempuan sampai sang suami sanggup membangun rumah sendiri.

Hampir semua orang Cia-Cia adalah penganut agama Islam, tetapi beberapa keyakinan lama mereka, masih sangat kuat dalam kehidupan mereka. Mereka percaya adanya roh-roh yang menguasai berbagai hal di lingkungan mereka, serta roh nenek moyang yang dianggap dapat menolong kehidupan sanak saudara mereka atau menyebabkan penyakit, tergantung dari perilaku mereka.

Suku Cia-Cia menggantungkan hidup mereka pada bidang pertanian. Tanah di pulau Buton ini sangat subur, sehingga hasil pertanian merekapun sangat baik. Hasil pertanian utama mereka adalah jagung, beras kering, dan ubi. Mereka juga banyak yang menjadi nelayan, selain itu mereka juga pembuat kapal yang handal. Mereka juga memiliki jiwa perantau, sehingga banyak dari mereka yang pergi berlayar ke pulau-pulau yang jauh untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Beberapa dari mereka tidak pernah kembali. Berlayar dianggap sebagai pekerjaan laki-laki, termasuk pekerjaan perbesian, pembuatan kapal, usaha kuningan dan perak, dan sebagian besar pengusaha ladang. Pembuatan tembikar, pertenunan, penyiapan makan, pekerjaan rumah tangga, dan pengelolaan keuangan keluarga adalah tanggung jawab utama para perempuan.

sumber:

• kenali-negrimu.blogspot.com
• misi.sabda.org
• wikipedia

sumber lain dan foto:

• bloodyredemption.blogspot.com
• infofadhl.wordpress.com