Suku Qauqaut, Formosa, Taiwan

Suku Qauqaut, adalah salah satu masyarakat adat asli Taiwan. Pemukiman orang Qauqaut di Taiwan utara-timur terutama berada di Su-ao, Yilan.
  • bahasa: Qauqaut
  • kelompok bahasa: Austronesia

Daerah pemukiman orang Qauqaut berada dalam wilayah adat orang Kebaran (Kavalan), saat ini banyak orang Qauqaut yang berasimilasi dengan budaya Kavalan. Budaya dan bahasa Qauqaut sendiri seperti terkikis oleh tekanan budaya dan bahasa Kavalan. Bahasa Qauqaut yang merupakan bahasa asli orang Qauqaut di masa sekarang ini hampir tidak dipergunakan oleh kebanyakan orang Qauqaut, diperkirakan hanya kalangan orang tua lanjut usia saja yang masih bisa berbicara dalam bahasa Qauqaut. Generasi muda Qauqaut kebanyakan berbicara dalam bahasa Kavalan atau dalam bahasa China Han.

Asal usul orang Qauqaut berdasarkan tradisi lisan dari daerah Atayal, diceritakan bahwa awalnya orang Qauqaut menetap di pertengahan aliran sungai Takiri (Liwuhsi; dalam bahasa Cina). Tapi karena tekanan dari orang Atayal sebagai mayoritas di wilayah itu, yang melakukan perluasan wilayah adat pada pertengahan abad ke-18, mendesak orang Qauqaut sehingga bergerak menuruni Takiri ke pantai timur. Dari tempat itu orang Qauqaut bergerak lagi menuju utara ke Langsu di Nan'ao, dan kemudian pindah ke Nanfang'ao dan terakhir menetap di Su'ao sampai hari ini. (Mabuchi, 1931)


sumber:
artikel lain:

Suku Papora, Formosa, Taiwan

Suku Papora, adalah salah satu suku asli Formosa, Taiwan, yang berdiam di daerah sekitar Taichung, Lishui, Chingshui, Shalu dan pesisir pantai barat Taiwan.

nama lain: Papola, Bābùlā, Bupuran, Vupuran, Hinapavosa
bahasa: Papora; (nyaris punah)
kelompok bahasa: Austronesia

Suku Papora bersama sebagian suku-suku asli lain belum mendapat pengakuan dari pemerintah untuk mendapatkan identitas sebagai suku asli di Taiwan.

Orang Papora memiliki bahasa asli, yaitu bahasa Papora, yang merupakan salah satu dari kelompok bahasa Austronesia. Bahasa Papora berkerabat dengan bahasa Hoanya. Bahasa Papora seperti halnya bahasa Hoanya selama beberapa abad berada di bawah pengaruh dominan bahasa China Han dan Taiwan, sehingga bahasa Papora dan juga bahasa Hoanya berada di ambang krisis punah. Diperkirakan hanya beberapa orang tua lanjut usia saja yang masih fasih berbicara dalam bahasa Papora. Bahasa Papora dan Hoanya, adalah dua dialek disintesis, yang berasal dari pantai tengah-barat Taiwan. Bahasa ini dimodifikasi di bawah pengaruh dominan Han dan masyarakat Cina.

Asal usul orang Papora tidak diketahui secara pasti, tapi menurut anggapan, bahwa orang Papora dahulunya adalah salah satu kelompok dari sekelompok besar bangsa Austronesia yang bermigrasi dari daratan Yunnan, China Selatan.

sumber:
artikel lain:

Goa Tengkorak Kuburan Suku Mekongga

tumpukan tengkorak manusia di dalam goa
di desa Lawolatu kecamatan Ngapa, Kolaka Utara,
Sulawesi Tenggara.
Suku Mekongga, (adalah salah satu sub-etnik suku Tolaki), ternyata memiliki banyak sejarah masa lalu yang belum terkuak seluruhnya.

Dengan ditemukannya goa penuh tengkorak manusia di desa Purau, Kolaka dan di desa Lawolatu, Kolaka Utara Sulawesi Tenggara, oleh peneliti dari tim Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Universitas Hasanuddin Makassar, yang meneliti tengkorak manusia di dalam goa di desa Purau, Kolaka, serta tim ekspedisi NKRI koridor Sulawesi tahun 2013 Subkorwil IX/Kolaka, Sulawesi Tenggara yang menemukan tengkorak manusia di dalam goa di desa Lawolatu, mengatakan bahwa ternyata goa tersebut merupakan kuburan bagi para bangsawan suku Mekongga yang diperkirakan sekitar abad 14 M.

Dari penelitian yang dilakukan dan informasi yang dihimpun dari penduduk sekitar lokasi penemuan, dan juga ditemukannya petimati di dalam goa, bahwa petimati tersebut oleh suku Tolaki Mekongga disebut sebagai "soronga". Soronga adalah sebutan untuk petimati bagi masyarakat suku Mekongga yang merupakan suku asli di Kolaka dan Kolaka Utara. 

Selain petimati dan tengkorak juga ditemukan benda-benda seperti guci keramik, manik-manik, koin-koin dari masa hindu-budha (dugaan dari Sriwijaya atau Majapahit) dan lain-lain yang sama tuanya dengan usia tengkorak di dalam goa.

Suku Mekongga sejak zaman dahulu melakukan penguburan menggunakan soronga sebagai petimati. Apabila ada anggota suku yang meninggal, akan dilakukan upacara sambil mengeringkan mayat dan cairan yang keluar dari mayat ditampung ke dalam guci. Setelah mayat mengering dan menjadi tulang belulang, maka dibawa ke dalam goa, dan dimasukkan ke dalam petimati.

Sebenarnya penemuan goa tengkorak suku Mekongga ini sudah sejak lama diketahui oleh penduduk sekitarnya, tapi penduduk cenderung lebih suka untuk tidak membeberkannya.

referensi:
http://regional.kompas.com/read/2013/05/20/1843092/Goa.Penuh.Tengkorak.Itu.adalah.Kuburan.Suku.Mekongga
http://news.okezone.com/read/2013/05/17/340/808635/cari-rotan-malah-temukan-ratusan-tengkorak-manusia