Suku Ameng Sewang, adalah suatu kelompok sosial yang berdiam di pulau Belitung dan sekitarnya, yang berada dalam wilayah administratif provinsi Bangka Belitung. Orang Ameng Sewang telah ada di pulau ini sejak berabad-abad lamanya tersebar menjadi penghuni laut dan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Bangka dan Pulau Belitung.
Pada tahun 1950-an, populasi suku Ameng Sewang ini masih ada ribuan keluarga, tetapi mengalami penciutan, sehingga saat ini diperkirakan hanya tinggal ratusan orang saja.
Pada tahun 1668, sebuah kapal Belanda mendarat di pulau Belitung, awak kapal itu mendapat serangan dari orang Ameng Sewang ini. Masyarakat Ameng Sewang pada masa lalu sangat gigih mempertahankan wilayah mereka ini yang kaya timah, terhadap pendudukan tentara Belanda pada abad ke-17.
suku Ameng Sewang |
Suku Ameng Sewang ini hidup di tengah kehidupan di laut yang keras dibandingkan dengan pengetahuan mereka yang masih sederhana dalam menghadapi tantangan itu. Satu keluarga yang sempat mendapat enam orang anak sudah merasa beruntung andai kata ada dua rang anak yan sempat hidup sampai dewasa. Pada tahun 1980 di empat kecamatan Kota Tanjungpandan, Nambalong, Manggar, dan Gantung, diperkirakan jumlah mereka hanya 500 jiwa yang tergabung dalam kira-kira 150 kepala keluarga. Berdasarkan perkiraan di atas orang mengkhawatirkan kelompok ini akan segera punah bila tidak segera diambil langkah penyelamatan.
Masyarakat suku Ameng Sewang hampir 90 % telah memeluk agama Islam. Kebiasaan lama mereka yang percaya kepada dunia mistis, animisme dan dinamisme, hampir terkikis habis. Walaupun telah memeluk Islam, sebenarnya mereka masih mempercayai hal-hal gaib, seperti roh-roh jahat yang dapat mengganggu ketenteraman hidup dan menimbulkan penyakit bagi kehidupan mereka.
Masyarakat ini bukanlah masyarakat yang menetap, tetapi hidup di atas perahu dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pulau ke pulau kecil lainnya di sekitar pulau Belitung. Di sekitar Pulau Belitung ini ada sekitar 120 pulau kecil. Kepindahan mereka berlangsung menurut musim penangkapan ikan. Bila bukan musim ikan mereka menetap buat sementara di sekitar pantai; di sana mereka tinggal dalam perahu atau dalam gubuk-gubuk sementara yang mereka buat.
Masyarakat ini bukanlah masyarakat yang menetap, tetapi hidup di atas perahu dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pulau ke pulau kecil lainnya di sekitar pulau Belitung. Di sekitar Pulau Belitung ini ada sekitar 120 pulau kecil. Kepindahan mereka berlangsung menurut musim penangkapan ikan. Bila bukan musim ikan mereka menetap buat sementara di sekitar pantai; di sana mereka tinggal dalam perahu atau dalam gubuk-gubuk sementara yang mereka buat.
Mengenai keterasingan suku Ameng Sewang, sebenarnya tidak seluruhnya mereka hidup secara terasing. Tetapi beberapa kelompok dari mereka telah membangun kampung d kelurahan Paal I kecamatan Tanjungkarang, yang diberi nama “Kampung Laut”.
Tidak sedikit dari mereka yang melakukan kawin campur dengan suku-suku lain, sehingga akibat pembauran ini sebagian dari mereka telah masuk ke dalam budaya dan adat-istiadat suku lain.
Kemajuan yang telah mereka alami, adalah dengan minat yang besar untuk menyekolahkan generasi muda mereka ke sekolah yang ada di dekat wilayah pemukiman mereka. Beberapa dari mereka ternyata sudah banyak yang telah bekerja sebagai pegawai negeri, karyawan tambang timah, dan perusahaan swasta lainnya. Bahkan pada tahun 1995, seorang warga dari suku Ameng Sewang menjadi anggota DPRD Tingkat II Belitung.
Suku Ameng Sewang bermata-pencaharian sebagai penangkap ikan dan mencari hasil laut. Alat penangkap ikan yang digunakan sangat sederhana, misalnya pancing dan tombak. Dengan alat yang sederhana itu mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Saat ini mereka dikelompokkan sebagai “masyarakat terasing”. Tetapi mereka telah mengenal minuman bir, ciu, dan jenis minuman keras lainnya. Sejak masa lalu mereka memang sudah terbiasa minum tuak nira kelapa.
sumber:
Suku Ameng Sewang bermata-pencaharian sebagai penangkap ikan dan mencari hasil laut. Alat penangkap ikan yang digunakan sangat sederhana, misalnya pancing dan tombak. Dengan alat yang sederhana itu mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Saat ini mereka dikelompokkan sebagai “masyarakat terasing”. Tetapi mereka telah mengenal minuman bir, ciu, dan jenis minuman keras lainnya. Sejak masa lalu mereka memang sudah terbiasa minum tuak nira kelapa.
sumber:
- word-dialect.blogspot.com
- melalatoa, j. 1995. ensiklopedi sukubangsa di indonesia. jilid a-k. jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan.
- iidmarsanto.wordpress.com
- uun-halimah.blogspot.com
- wikipedia
- dan sumber lain
foto:
- iidmarsanto.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,