Suku Dayak Bubung

Suku Dayak Bubung, kadang disebut juga sebagai suku Dayak Bentiang, yang termasuk pecahan dari suku Dayak Tengon dari Kumba-Bidayuh, yang sudah berbaur dengan penduduk dayak di sekitarnya, yang bukan keturunan orang Sungkung. Populasi suku Dayak Bubung pada sensus tahun 1998 adalah sebesar 870 orang, serta tambahan masyarakat suku Dayak Bubung yang berada di kampung Jangkak dan kampung India’. Penyebaran suku Dayak Bubung yang berada di perkampungan Bentiang terdiri dari empat kampung asli, serta beberapa kampung lain yang menjadi tempat perpindahan suku Dayak Bubung, yaitu kampung Bentiang Samokong, kampung Bentiang Samame’, kampung Bentiang Sijanjung, kampung Bentiang Ma’ Domong, kampung Jangkak serta kampung India’.

Bahasa Dayak Bubung juga disebut sebagai bahasa Badeneh, bahasa ini juga diucapkan oleh suku Dayak Tengon, hanya terjadi perbedaan dialek yang tidak terlalu berbeda. Bahasa Badeneh atau bahasa Bubung diucapkan oleh masyarakat dayak yang tinggal di perkampungan Bentiang serta orang-orang yang pindah dari perkampungan Bentiang ke kampung-kampung lain di sekitarnya.

Istilah Bentiang adalah istilah sekarang yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk menamakan kampung Bubung. Sedangkan kampung Bubung sebenarnya adalah merupakan kampung asli suku Dayak Bentiang, sedangkan penduduk setempat menamakan kampung mereka sebagai kampung Kedo’. Kampung Bentiang dahulunya terbagi menjadi 4 kampung, yaitu kampung Bubung (kampung suku Dayak Bentiang Asli), kampung Asem, kampung India’ dan kampung Jangkak.

Menurut cerita masyarakat di kampung Bubung, bahwa pada zaman dahulu ada sebuah kampung yang bernama kampung Sigayoi, yang terletak di hulu Sungai Pade. Pada waktu itu, terjadi perselisihan antar kampung, yaitu antara kampung Sigayoi dan kampung Jangkak. Perselisihan ini menimbulkan situasi yang semakin memanas. Akhirnya orang-orang dari kampung Sigayoi menuangkan racun di sungai tempat orang dari kampung Jangkak mandi dan mengambil air minum. Hal ini dilakukan karena kampung Sigayoi berada di hulu sungai. Sesudah menuangkan racun tersebut, terjadilah kematian yang misterius di kampung Jangkak. Penduduk yang selamat, pindah ke kampung Pare, kampung Jangkok dan kampung Suti. Pada akhirnya di kampung Jangkak tinggal dua kepala keluarga yang tetap bertahan. Karena merasa jumlah 2 kepala keluarga ini terlalu sedikit, maka kedua kepala keluarga ini memanggil 2 orang dari Bentiang untuk tinggal di kampungnya, yang bernama si Katun dan si Biau. Si Biau merasa kampung ini masih kurang orang. Dengan demikian, Si Katun memanggil lagi sanak saudaranya untuk tinggal di kampung Bubung. Dengan kejadian ini nama Biau pun diabadikan menjadi nama sebuah kampung, yaitu kampung Sebiau.
Namun, tidak lama, si Katun sebagai seorang Timanggong (kepala kampung) di kampung Sebiau, nama kampung Sebiau ini diubah menjadi kampung Jangkak. Bahasa mereka yang pada mulanya disebut sebagai bahasa Suti Bamayo’ berubah menjadi bahasa Bubung (Bentiang) Badeneh. Saat ini Bubung yang asli Bentiang terbagi menjadi Bentiang Sijanjung, Bentiang Semokong, Bentiang Ma’ Domong dan Bentiang Semame’ ditambah Jangkak dan India’ (Silia’).

sumber:
  • word-dialect.blogspot.com
  • kebudayaan-dayak.org
  • wikipedia
  • dan sumber lain

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,