Suku Usatnesi, Nusa Tenggara Timur

Suku Usatnesi, adalah suatu kelompok masyarakat suku kecil yang hidup dan bermukim di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di kecamatan Biboki Anleu kabupaten Timor Tengah Utara. 

rumah adat suku Usatnesi
Suku Usatnesi di wilayah ini hidup bersama dengan banyak suku-suku kecil lain, yang hidup berdampingan sejak berabad-abad yang lalu. Sedangkan suku Usatnesi adalah adalah sebagai pemiliki tanah adat Taitoh terbesar di wilayah ini.

Keberadaan suku Usatnesi ini memang tidak seperti suku-suku lain yang lebih populer di Indonesia. Tapi keberadaan mereka termasuk penting untuk wilayah ini karena mereka sangat menghargai alam dan lingkungan hidup mereka. Sehingga dengan masuknya beberapa perusahaan penambangan mangan dan kegiatan lain, sangat ditentang oleh mereka. Karena menurut mereka kegiatan penambangan ini akan merusak sosial dan budaya terhadap hak-hak di tanah adat milik suku Usatnesi dan suku-suku lain. Kehadiran perusahaan penambang dianggap mereka akan merusak alam yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi mereka.

Melihat bekas-bekas penambangan di daerah-daerah lain, yang tidak memberikan hasil positif bagi masyarakat setempat, seperti di Papua dan Kalimantan, bahkan mengakibatkan kerusakan alam dan lingkungan, yang pada akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat setempat.

Bagi masyarakat suku Usatnesi dan suku-suku lain di wilayah ini, "Tanah adat Taitoh dan sekitarnya merupakan hak yang telah sejak dahulu ditempatkan kanaf (nama) dan leu (tempat sakral). Hingga saat ini masyarakat masih melakukan ritual adat di tanah tersebut".

Telah disepakati tempat-tempat sakral di wilayah ini harus dihormati sebagai warisan leluhur yang tidak boleh punah oleh ulah manusia, biar itu oleh pemerintah sekalipun. Warisan itu di antaranya hutan dan mata air yang masih terjaga kelestariannya hingga saat ini.

Suku Usatnesi, memiliki budaya dan sejarah yang terpelihara dengan baik hingga saat ini. Sekitar abad 15, suku Usatnesi memiliki budaya yang baik, kehidupan para bangsawannya yang disegani, terpandang dengan segala kesaktiannya dan memiliki banyak harta. Harta-harta yang masih tersimpan dalam sejarah suku Usatnesi, sehingga sampai sekarang suku Usatnesi beserta suku-suku lain di wilayah Biboki ini masih mengetahui dengan jelas tentang sejarah ini.
Harta-harta karun tersebut, dianggap keramat, dan disebut Kanam. Istilah Kanam berasal dari Kana-Kana, atau bermacam-macam harta karun yang lebih dikenal sebagai Kanam.

Kanam terdiri dari:
  • Naka Soul Hitu Iko Soul Fanu (sebagai harta yang paling keramat),
  • Sia None Aet None,
  • Bas Hae Mnatu Pen Hae Mnatu,
  • Tesa Mnatu,
  • Ue Mnatu,
  • Fleu Mnatu,
  • Sobe Mnatu,
  • Bes Tali Mnatu,
  • Tain Danu Mnatu,
  • Inu Mnatu,
  • Boke Mnatu,
  • Falo Mnatu,
  • Mniti Mnatu,
  • Kili Mnatu,
  • Klene Mnatu,
  • Noen Mnatu,
  • Pette Mnatu,
  • Kusi Mnatu,
  • Pika Mnatu,
  • Sono Mnatu,
  • Na'i Mnatu,
  • Tasu Mnatu,
  • Teko Mnatu,
  • Kopo Mnatu,
  • Sula Mnatu,

Kanam ini sering diungkapkan dalam tutur adat, yaitu: 
  • Pinam Nemen Ma' Na Kla Am Nemen
  • On Fkun Ma' Faef Nome As La Sia None Aet None Bas Hae Mnatu Pen Mnatu
  • Ma Nok Naen In Tuana As La Naka Soul Hitu Iko Soul Fanu,
  • Tboeb Ulan Tboeb Anin,
  • Anin Bele Bauk,
  • Ulan Bele Bauk.

Selain Kanam, terdapat juga sebuah Gong besar ajaib yang selalu berbunyi apabila “In Usi Nasi Santap Pagi, Siang, Malam, juga pada saat tidur malam dan bangun pagi" dan juga kelengkapan pertahanan berupa Senapan Tumbuk, Kelewang, Tombak dan lain-lain.

Istilah Kanam, selain dimaksud sebagai harta karun, juga bermakna untuk 3 sebutan, seperti berikut.
  1. Kanam, sebagai sebutan pemberian nama suku / fam / marga, terhadap sekelompok orang berdasarkan keadaannya yang dibuat pada saat itu seperti pada saat mereka membawa barang apa, berperilaku seperti apa atau berbuat apa. Kondisi inilah yang secara langsung mereka dipanggil atau disebut nama sukunya misalnya : suku Ketmoen pada saat itu mereka datang membawa lidi enau atau disebut Keat Bon’ne yang disimpan di pinggir kolam ketboen hingga sekarang. Suku Us Abatan pada saat itu mereka datang membawa atau memikul kayu bat’a yang diserahkan kepada in Usi nasi dan disimpan ke tanah Kanam dan mereka disebut Us Abatan. Suku Us Tai’toh pada saat itu mereka menginjak pohon Tato'o sampai tertidur di gunung Tai’toh tanah Kanam sehingga Usi nasi menamakan mereka Us Tai’toh.
  2. Kanam, sebagai nama Tanah Suku; dimana ada hutan larangan dengan gunung tertinggi Tai’toh, gunung Kanam bukit-bukit, sumber-sumber mata air keramat yang dihuni oleh suku Usatnesi Tbobe secara turun temurun dan pemakaman para leluhur hingga sekarang dengan batas-batas alam yang jelas bersama suku-suku lainnya. Adapun tempat atau lokasi keramat yang biasa dilakukan upacara adat di dalam tanah suku, berada di dalam kawasan hutan larangan, tapi ada juga yang berada di luar kawasan yang selalu dituturadatkan dengan: Kanam, Luneon, Tai’toh, Manmuti, Lensa, Faknaisin, Kana Le'e, Boal Mataus, Peutna, Oe Soeta, Batas, Oe Mofa, An'a, Kinabas, Sanan, Nautani, Oe Nunu, Wehali, Beto, Maubes, Nule, Oen Tonas, Lobus, Man’aman, In Ane, Bea’tan, Kotak, Babolos dan masih banyak lagi.
  3. Kanam, sebagai nama Sonaf atau Istana atau Rumah Adat yang disebut Sonaf Kanam. Pada tempat ini putra-putri dalam suku Usatnesi Tbobe berkumpul dan melakukan ritual upacara adat dan budaya baik untuk menerima atau mengesahkan Fanay atau istri dari Nayuf atau putra-putri dalam suku maupun memberikan gelar pada suku (Kanana Boin'na) kepada Fanay atau putra-putri bangsawan dalam suku yang keluar ke marga suaminya. Sonaf ini ditempati oleh putra tertua sekaligus menjabat sebagai pemangku adat dalam suku Usatnesi Tbobe.

Usatnesi Tbobe
Istilah Usatnesi T’bobe adalah sebutan untuk marga, hanya saja setiap marga berdiri sendiri, sehingga lebih menyerupai sebuah suku kecil, karena memiliki aturan sendiri-sendiri, dalam setiap marga-marga di Biboki. Usatnesi sendiri, adalah suku bangsawan tertinggi di Biboki, yang terbagi lagi dalam 4 sub suku, yaitu:
  1. Usatnesi Tbobe, yang dikenal dengan Kanam, tersebar di Sunbay, Nekus, Kaubele, Kefamenanu, Wini, Kolobeuk, Silawan dan Timor Leste.
  2. Usatnesi Kelen, yang dikenal dengan Lalian Netna, yang berpusat di Oekopa, Kefamenanu dan sekitarnya.
  3. Usatnesi Suil Kono, yang juga dikenal dengan Lalian Netna, berpusat di Oekopa dan Usapi Naek dan sekitarnya.
  4. Usatnesi Pobasah, yang dikenal dengan Lalian M’Neasta terpusat di Kaubele dan sekitarnya.

Di Biboki, terdapat 4 suku bangsawan, yang berdasarkan urutan tertinggi, yaitu:
  1. Usatnesi,
  2. Us Aluman, tersebar di Ponu, Motadik dan Oenenu.
  3. Usateba, tersebar di Oenopu dan sekitarnya
  4. Us Tautpah, yang biasanya dipanggil Usboko, tersebar di Tautpah, Oekopa, Ponu, Kaubele, Kefamenanu dan Kupang.

Suku-suku lain, yang bermukim di wilayah Biboki, yaitu:
  • Usif
  • Amaf
  • Ustaito
  • Aisaef (Us Sanak)
  • Humoen
  • Ta'ni'i
  • Tas'au
  • Ta'haf

Suku-suku pendatang yang ikut bermukim di wilayah ini:
  • Usmauk in Usi, di bukit Lunion,
  • Usnafeto (Usabatan in Usi) di bukit Tekesen,
  • Atitus di bukit Nai'sita,
  • Ambasan di bukit Nai'sita,

Suku-suku yang pernah tinggal di wilayah ini dan akhirnya pindah lagi ke wilayah lain:
  • Tanino Fianbas (Ustaitoh), di tanah Afmalule dan pindah ke desa Makun.
  • Sonba'y, bermukim di Sunbay, dan pindah ke Molo di TTS.
  • Maubes (Usfinit), bermukim di Talalab, dan pindah ke Insana (Maubesi).
  • Bobo, bermukim di Nai'bobo, setelah paska perang saudara perebutan harta emas berkeramat mereka berpindah ke Ambeno.
  • Ambenu.
  • Sanan
  • Oenunu
  • Nule
  • Lita
  • Lalian
  • dan lain-lain.


Informasi selengkapnya bersumber dari: 

1 comments:

  1. Saya salut dgn suku Usatnesi n suku2 lain di NTT yang tegas melarang perusahaan tambang atau pemerintah sekalipun utk eksploitasi lingkungan mereka. Karena apabila diizinkan yg ada hanyalah kerusakan alam n akhirnya bencana alam. Sbg putra Kalimantan, sy sdh menyaksikan tanah kelahiran sy hancur binasa oleh aneka perusahaan tambang, yg tersisa hanya derita rakyat kecil...

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,