Suku Ata Ujan, merupakan suku yang terdapat di Flores Timur, tersebar di pulau Adonara, pulau Solor dan pulau Lembata provinsi Nusa Tenggara Timur.
Suku Ata Ujan dikelompokkan ke dalam kelompok suku Lamaholot. Suku Lamaholot adalah suku terbesar yang berada di Flores Timur, yang tersebar di pulau Adonara, pulau Solor dan pulau Lembata.
Asal usul suku Ata Ujan berdasarkan penuturan penduduk setempat, dikatakan bahwa suku Ata Ujan dahulunya datang dari Seram Goran, yaitu sebuah pulau kecil dekat pulau Seram. Beberapa penduduk yang lain mengatakan bahwa nenek moyang mereka dahulunya menghuni pulau Lepan Batan. Tapi karena pulau Lepan Batan ini mengalami bencana alam dan pulau ini tenggelam, mereka akhirnya pindah ke pulau-pulau lain, seperti pulau Adonara, pulau Solor dan pulau Lembata. Ada juga yang mengatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari pulau Awololon.
Dari semua cerita-cerita di atas, kemungkinan bisa saja terjadi, mungkin saja dari pulau Seram Goran, pindah ke pulau Lepan Batan, tapi karena terjadi bencana, mereka kemudian pindah ke pulau Awololon, tapi karena kembali mengalami bencana alam, mereka pun pindah lagi dan tersebar ke pulau-pulau lain.
Sedangkan menurut cerita rakyat yang tersimpan secara turun-temurun, di suatu daerah yang bernama Bakan, terdapat 4 suku.
Dikatakan ke 4 suku tersebut, da belo (keluar dari lubang tanah) di tempat yang dinamakan Waiwawer Ataura, yaitu, kelompok ke 1 duduk di atas Bliko (pematang sawah), dan disebut sebagai suku Blikololong, kelompok ke 2, duduk di atas klamakmaka, dan mereka disebut sebagai suku Lamakrajan, kelompok ke 3, duduk di bawah pohon Kresaj, dan disebut sebagai suku Kresaor dan kelompok ke 4, duduk di bawah pohon Uja, maka mereka disebut sebagai suku Ata Uja (Ata Ujan)
Ternyata dari lubang tersebut, keluar seekor babi, dan terakhir hendak keluar seorang ibu hamil, tapi sang ibu hamil ini tidak bisa keluar, karena lubang tersebut mengecil, dan akhirnya sang ibu hamil tersebut tertimbun tanah lagi, yang disebut sebagai Enan Nebeta. Sedangkan babi itu digunakan oleh orang-orang tersebut untuk berpesta karena mereka sudah diselamatkan. Maka tempat di mana mereka keluar itu disebut Waiwawer (air dan babi) karena ditempat itu terdapat seekor babi dan mata air.
Setelah bepesta mereka meninggalkan Waiwawer ke Waikokol lalu berkelana terus di atas perbukitan Ile Kerbau dan akhirnya sampai di Giwanobeng (di atas Lewaji). Di tempat itu terdengar ayam berkokok dan anjing-anjing melolong, dan mereka pun akhirnya menuju ke tempat itu, yang ternyata di situ telah ada penduduk yang telah lama bemukim. Mereka pun tinggal beberapa hari di tempat itu, dan kemudian mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sebelum mereka meninggalkan tempat itu, mereka mengadakan pesta bersama-sama .Setelah pesta, mereka membagi-bagikan sisa makanan kepada penduduk setempat. Penduduk setempat yang bermukim di wilayah tersebut, disebut Lewaji (lewu adik). Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan beristirahat di sebuah tempat. Di situ mereka makan daging dari seekor kambing pemberian dari orang Lewaji. Daging itu dimakan dengan cara dibakar, oleh karena itu tempat tersebut diberi nama Tuno Witeru (bakar kambing). Mereka pun berjalan terus sampai di sebuah tempat yang mereka beri nama Peni Tobe. Di sini mereka bermukim dan membangun tempat tinggal, setelah beberapa lama menetap, mereka merasa tidak aman, karena anak-anak mereka sering hilang. Oleh karena itu mereka sepakat mencari tahu apa yang menjadi penyebab dari masalah tersebut. Akhirnya diketahui bahwa ternyata di dekat itu ada penunggu yang mengambil anak-anak mereka. Mereka pun akhirnya meminta bantuan dukun dari sebuah kampung di sebelah selatan yaitu daerah Udak, untuk melakukan seremonial pembukaan hutan baru untuk dijadikan pemukiman yang dikenal dengan nama Bakan sekarang ini.
Demikianlah suku-suku yang berada di Bakan, terdiri dari 4 suku asli, yaitu:
Setelah ke 4 suku ini bermukim di daerah Bakan ini, kemudian datang lah suku-suku lain dari Udak yaitu:
datang dari pengungsian bencana di pulau Awololon.
Dilihat dari suku-suku di atas, terdapat 2 suku yang bernama sama, yaitu suku Ata Ujan. Jadi untuk membedakan ke 2 suku Ata Ujan di Bakan dan suku Ata Ujan yang berasal dari Udak, maka suku Ata Ujan di Bakan diberi nama suku Ujan Wailolo, karena mereka diberi tempat di atas mata air, di mana mata air itu di sebut Waiuja. Sedangkan suku Ujan yang berasal dari Udak di beri nama suku Ujan Batukoti karena mereka ditempatkan di dekat tempat permainan Batukoti (nama sebuah permainan masyarakat setempat). Kemudian suku-suku yang lainnya diberi tempat sesuai dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan cerita di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suku Ujan yang berada di Bakan, Kolilerek, Kalikasa dan sekitarnya walau bernama sama, tapi berasal dari 2 suku yang berbeda, yaitu suku Ujan dari Bakan dan suku Ujan dari Udak.
Suku Ata Ujan dikelompokkan ke dalam kelompok suku Lamaholot. Suku Lamaholot adalah suku terbesar yang berada di Flores Timur, yang tersebar di pulau Adonara, pulau Solor dan pulau Lembata.
Asal usul suku Ata Ujan berdasarkan penuturan penduduk setempat, dikatakan bahwa suku Ata Ujan dahulunya datang dari Seram Goran, yaitu sebuah pulau kecil dekat pulau Seram. Beberapa penduduk yang lain mengatakan bahwa nenek moyang mereka dahulunya menghuni pulau Lepan Batan. Tapi karena pulau Lepan Batan ini mengalami bencana alam dan pulau ini tenggelam, mereka akhirnya pindah ke pulau-pulau lain, seperti pulau Adonara, pulau Solor dan pulau Lembata. Ada juga yang mengatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari pulau Awololon.
Dari semua cerita-cerita di atas, kemungkinan bisa saja terjadi, mungkin saja dari pulau Seram Goran, pindah ke pulau Lepan Batan, tapi karena terjadi bencana, mereka kemudian pindah ke pulau Awololon, tapi karena kembali mengalami bencana alam, mereka pun pindah lagi dan tersebar ke pulau-pulau lain.
daerah Bakan |
Dikatakan ke 4 suku tersebut, da belo (keluar dari lubang tanah) di tempat yang dinamakan Waiwawer Ataura, yaitu, kelompok ke 1 duduk di atas Bliko (pematang sawah), dan disebut sebagai suku Blikololong, kelompok ke 2, duduk di atas klamakmaka, dan mereka disebut sebagai suku Lamakrajan, kelompok ke 3, duduk di bawah pohon Kresaj, dan disebut sebagai suku Kresaor dan kelompok ke 4, duduk di bawah pohon Uja, maka mereka disebut sebagai suku Ata Uja (Ata Ujan)
Ternyata dari lubang tersebut, keluar seekor babi, dan terakhir hendak keluar seorang ibu hamil, tapi sang ibu hamil ini tidak bisa keluar, karena lubang tersebut mengecil, dan akhirnya sang ibu hamil tersebut tertimbun tanah lagi, yang disebut sebagai Enan Nebeta. Sedangkan babi itu digunakan oleh orang-orang tersebut untuk berpesta karena mereka sudah diselamatkan. Maka tempat di mana mereka keluar itu disebut Waiwawer (air dan babi) karena ditempat itu terdapat seekor babi dan mata air.
Setelah bepesta mereka meninggalkan Waiwawer ke Waikokol lalu berkelana terus di atas perbukitan Ile Kerbau dan akhirnya sampai di Giwanobeng (di atas Lewaji). Di tempat itu terdengar ayam berkokok dan anjing-anjing melolong, dan mereka pun akhirnya menuju ke tempat itu, yang ternyata di situ telah ada penduduk yang telah lama bemukim. Mereka pun tinggal beberapa hari di tempat itu, dan kemudian mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sebelum mereka meninggalkan tempat itu, mereka mengadakan pesta bersama-sama .Setelah pesta, mereka membagi-bagikan sisa makanan kepada penduduk setempat. Penduduk setempat yang bermukim di wilayah tersebut, disebut Lewaji (lewu adik). Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan beristirahat di sebuah tempat. Di situ mereka makan daging dari seekor kambing pemberian dari orang Lewaji. Daging itu dimakan dengan cara dibakar, oleh karena itu tempat tersebut diberi nama Tuno Witeru (bakar kambing). Mereka pun berjalan terus sampai di sebuah tempat yang mereka beri nama Peni Tobe. Di sini mereka bermukim dan membangun tempat tinggal, setelah beberapa lama menetap, mereka merasa tidak aman, karena anak-anak mereka sering hilang. Oleh karena itu mereka sepakat mencari tahu apa yang menjadi penyebab dari masalah tersebut. Akhirnya diketahui bahwa ternyata di dekat itu ada penunggu yang mengambil anak-anak mereka. Mereka pun akhirnya meminta bantuan dukun dari sebuah kampung di sebelah selatan yaitu daerah Udak, untuk melakukan seremonial pembukaan hutan baru untuk dijadikan pemukiman yang dikenal dengan nama Bakan sekarang ini.
Demikianlah suku-suku yang berada di Bakan, terdiri dari 4 suku asli, yaitu:
- Blikololong
- Lamakrajan
- Kresaor
- Ata Ujan dari Bakan (Ujan Wailolo).
- Ata Ujan dari Udak (Ujan Batukoti)
- Wuwur
datang dari pengungsian bencana di pulau Awololon.
Dilihat dari suku-suku di atas, terdapat 2 suku yang bernama sama, yaitu suku Ata Ujan. Jadi untuk membedakan ke 2 suku Ata Ujan di Bakan dan suku Ata Ujan yang berasal dari Udak, maka suku Ata Ujan di Bakan diberi nama suku Ujan Wailolo, karena mereka diberi tempat di atas mata air, di mana mata air itu di sebut Waiuja. Sedangkan suku Ujan yang berasal dari Udak di beri nama suku Ujan Batukoti karena mereka ditempatkan di dekat tempat permainan Batukoti (nama sebuah permainan masyarakat setempat). Kemudian suku-suku yang lainnya diberi tempat sesuai dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan cerita di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suku Ujan yang berada di Bakan, Kolilerek, Kalikasa dan sekitarnya walau bernama sama, tapi berasal dari 2 suku yang berbeda, yaitu suku Ujan dari Bakan dan suku Ujan dari Udak.
sumber:
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,