suku Adonara |
Suku Adonara terdiri dari beberapa suku yang tersebar di seluruh wilayah pulau Adonara, yaitu:
- Lewobunga
- Lewonara
- Lango
- Lewotana Molo
- Kame Dore
- Raran Belen
- dan lain-lain
Pulau Adonara awalnya bernama Ado Wayo, namun kemudian diganti nama menjadi Adonara oleh seorang pastor SVD yang berasal dari Cina pada tahun 1512, penggantian nama ini dikarenakan di pulau ini sering terjadi perang beradu darah, di antara suku-suku yang mendiami pulau Adonara ini (ado=adu, nara=darah).
Saat ini pulau Adonara terdiri dari 8 kecamataan, yaitu kecamatan Adonara Timur, kecamatan Klubagolit, kecamatan Witihama, kecamatan Adonara, kecamatan Adonara Barat, kecamatan Adonara Tengah, kecamatan Wotan Ulu Mado dan kecamatan Ile Boleng. Populasi penduduk pulau Adonara, adalah sebesar 169 ribu orang.
Pada umumnya, orang Adonara sangat memegang teguh tradisi adat-istiadat. Mereka sangat patuh dan taat kepada tradisi adat, hingga pranata sosial warisan nenek moyang sejak dahulu kala, masih dipertahankan dan berlaku hingga saat ini.
Dua desa di pesisir Adonara Timur dipimpin dan dikuasai oleh 3 Raja, yakni:
- Raja Terong
- Raja Adonara berdomisili di Sagu
- Raja Larantuka
Ketiga raja ini memiliki Kapitan Pulo Pegawe Lema (kepala suku) yang ada di masing-masing desa. Di bawah Kapitan Pulo Pegawe Lema, ada Ana Koda (semacam dukun, berperan melakukan ritual adat), di bawah Ana Koda ada Panglima Perang (eksekutor hasil ritual adat di medan perang).
Dalam kehidupan suku Adonara ini, ada suatu tradisi yang dipatuhi oleh masyarakat Adonara, yaitu tradisi perang tanding, yang merupakan suatu tradisi penyelesaian sengketa ulayat yang dipercaya akan membuktikan kebenaran sejarah. Apabila terjadi korban di medan perang, dipercaya memiliki kesalahan secara adat istiadat.
seorang Adonara di dusun terpencil |
Struktur pemerintahan tradisional orang Adonara dikenal sebagai Asa atau Kemuha. Struktur ini disebut Kapitan Pulo Pegawe Lema, diwariskan secara turun temurun dimulai dengan Lewo Alap yang bertugas menjalankan pemerintahan kampung, dibantu Kenewang bertugas menjalankan roda perekonomian (penentu musim bertani), Leba Beahe bertugas menjalankan pembangunan kampung, Reket Leu bertugas mempersiapkan senjata untuk berperang, Molang Pati Daeng Beda, Dukun mengobati luka dan sakit, Kdang Knere bertugas menjembatani hubungan manusia dengan alam bawah tanah dan alam nirwana.
Sebelum berperang, orang Adonara harus melewati proses ritual Gahin Koda Eddatau, menganalisis sebab akibat memulai perang. Ritual ini biasanya dipimpin oleh Ata Mua (Ata Mukin Mua Wadan), setelah itu, dilakukan ritual Leda atau Neren yakni membicarakan akibat jika perang dimulai. Bisa dikatakan, perang di Adonara berpatokan pada mimpi yang dilakukan oleh pelaku Kdang Knere. Setelah itu dilakukan ritual bubuk muhuk atau pembagian jahe merah untuk dimakan bala tentara perang, setelah itu baru bala tentara akan turun ke medan perang atau disebut Kuan Lagan. Di medan perang, sebuah bala tentara dipimpin oleh panglima perang yang disebut Pehen Muhuk Saga Wangun, yang dibantu pemimpin pasukan yang disebut Pehen Raran Reket Leu Dopi Lati dan spionase yang disebut Temeek.
Perang tanding biasanya dimulai pukul 06.00 sampai 09.00. Diatas jam 09.00 sampai pukul 15.00 disebut masa Knema Tepo atau batas waktu perang, jika perang tetap dilanjutkan pada jam ini, diyakini akan jatuh lebih banyak korban. Perang akan dilanjutkan pada pukul 15.00 sampai pukul 18.00. Uniknya, tidak ada pembunuhan atau tindakan main hakim sendiri di luar arena perang tanding.
Paul Ardnt seorang Etnografer dan Misionaris dari Rasselwitz/Schlesia (dulu wilayah Jerman, sekarang Polandia), menceritakan tentang kehidupan masyarakat Adonara, tentang keganasan Adonara. Sejak tahun 1900-an, nama Adonara sudah dikenal oleh para misionaris dan bangsa Eropa yang datang ke Adonara. Hanya saja kesan yang timbul bagi para misionaris dari Eropa ini, adalah tentang kesadisan dan kekejaman penduduk di Adonara. Hal tersebut menarik perhatian Etnografer seperti Ardnt dan Vatter. Menurut Ardnt perang di Adonara dilakukan dengan cara yang sangat kejam, mereka saling membunuh dengan memotong bagian tubuh lawan. Masyarakat Adonara diceritakan sangat temperamen, masalah-masalah kecil seperti saling ledek dapat memicu perkelahian yang berujung pembunuhan.
Menurut cerita, ada 2 orang tokoh di Adonara, yang sering memicu perang, yaitu Demon dan Paji. Dari kedua tokoh inilah yang konon berawal terpicunya perang di tanah Adonara. Kisah tentang Demon dan Paji adalah sebuah folklore yang ada di Adonara. Demon dan Paji adalah saudara kandung, tetapi mereka memiliki perbedaan karakter yang acap kali menimbulkan perselisihan, hingga sampai suatu saat mereka bertengkar hebat, yang diteruskan oleh keturunan-keturunan mereka.
Tarian Hedung merupakan salah satu dari sekian banyak tarian yang ada dalam kultur masyarakat Adonara. Tarian Hedung ini merupakan tari perang yang pada masa dahulu dibawakan untuk menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Tarian in melambangkan nilai-nilai kepahlawanan dan semangat berjuang tanpa kenal menyerah.
Di masa kini, tarian Hedung dibawakan dalam acara penyambutan tamu yang datang ke Adonara. Selain itu juga biasa ditampilkan dalam event-event budaya atau dalam acara-acara tertentu misalnya acara pernikahan, pembukaan turnamen dan lain-lain. Seluruh desa pemukiman suku Adonara mengenal tarian ini.
Masyarakat Adonara saat ini adalah pemeluk agama Kristen, terutama mayoritas adalah pemeluk agama Kristen Katolik. Agama Kristen masuk ke wilayah ini sekitar tahun 1900, yang diperkenalkan oleh para misiionaris.
sumber:
http://www.junioralpha.info/
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete