Suku Tanchangya, Bangladesh

suku Tanchangya
Suku Tanchangya (Tongchangya), adalah salah satu penduduk asli di Jalur Bukit Chittagong di wilayah Tenggara Bangladesh. Populasi suku Tanchangya diperkirakan sebesar 51.773 orang.

Terdapat 12 etnis penduduk asli lain yang hidup bersama suku Tanchangya di bukit Chittagong. Sedangkan di Bangladesh sendiri terdapat 45 etnis yang tersebar di seluruh wilayah Bangladesh.

Kata Tanchangya berasal dari tong "bukit" dan taugya berarti "jhum", jadi kata tanchangya berarti "bukit petani". Suku Tanchangya disebut dengan nama "Tanchangya Arakanise", yang juga dikenal sebagai "Doingnak". Suku Tanchangya yang ke 5 terbesar etnis penduduk asli (pribumi) di Chittagong. Banyak anggapan yang menyebutkan bahwa suku Tanchangya adalah sub-komunitas suiku Chakma. Pada tahun 1869 M, seorang peneliti, Mr. Lewin, memasukkan suku Tanchangya ke dalam sub-suku Chakma dan menulis "Tanchangya" sebagai "Toungjynya".

Suku Tanchangya yang hidup dan menetap di kabupaten Cox Bazar diidentifikasikan sebagai suku Chakma. Mereka juga menyebut diri mereka sebagai suku Chakma, dan suku Benggala yang menjadi tetangga mereka pun menyebut mereka sebagai Chakma. Tapi dilihat dari karakteristik, suku Tanchangya adalah salah satu komunitas etnis yang berbeda dan terpisah. Pada tahun 1989 suku Tanchangya diakui oleh Pemerintah Bangladesh sebagai suku tersendiri dan terpisah (Rupayan Dewan, Jhum). Secara antropologi, suku Tanchangya adalah kelompok Mongoloid.

Secara keseluruhan suku Tanchangya terdiri dari 12 Gasha (klan). Tapi di Bangladesh hanya ada 7 Gasha.
  • Karua
  • Dunya
  • Mou
  • Mongla
  • Lambacha
  • Millong
  • Ongya

Suku Tanchangya berkomunikasi menggunakan bahasa Tanchangya. Bahasa Tanchangya sendiri terdiri dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Pali, bahasa Bengali Prakrit dan bahasa Tanchangya kuno. Selain itu mereka juga memiliki aksara sendiri.

Secara tradisional seorang perempuan Tanchangya memakai gaun warna-warni penuh ornamen. Gaun penuh perempuan Tanchangya dikenal sebagai "Paiet Kapor". Terdiri dari lima bagian.
  1. "Pinon" yang merupakan tujuh warna dengan garis-garis.
  2. "Fadhuri" yang digunakan sebagai sabuk.
  3. "Mada-Kobong" yang mengenakan atas kepala.
  4. "Khadi" sebagai syal.
  5. "Shaloom" seperti blus.
Perempuan Tanchangya memakai banyak ornamen.
  • rajjur dan jhanga, untuk telinga
  • baghor dan kuchikharu, untuk pergelangan tangan
  • tajjur, untuk senjata
  • chandrahar, hachuli dan sikchara, untuk leher. 

Tradisi budaya adat mereka yang utama adalah Festival 'Bishu' sebagai festival menyenangkan utama di akhir dan awal Tahun Baru Bengali. Mereka juga memiliki olahraga tradisional yang dikenal sebagai "Ghila kala", "Nahdeng kala" dan "Gudhu kala".

seorang gadis kecil
suku Tanchangya
Masyarakat suku Tanchangya secara mayoritas adalah penganut agama Buddha. Mereka meyakini Gautama Budha dan mengikuti ritual keagamaan seperti mendengar khotbah Pendeta Budha. Mereka memiliki Vihara Buddha sendiri di daerah mereka.
Menurut keyakinan mereka, ketika seseorang meninggal, tubuh kematian dimandikan dan ditutupi dengan kain putih. Orang-orang berdoa untuk jiwa meninggal di hadapan para Bhikkhu. Putra tertua atau kerabat dekat almarhum kemudian menggeser tubuh ke tumpukan kayu pemakaman. Pada hari berikutnya, mereka mengumpulkan tulang dan dibakar dalam panci, menutupinya dengan selembar kain. Lalu mereka melemparkan tulang bakaran ke sungai.
Anak-anak laki-laki dari ayah almarhum Tanchangya membagi harta keluarga yang sama di antara mereka sendiri. Sedangkan perempuan tidak dapat mengklaim saham harta keluarga, kecuali jika perempuan tidak memiliki laki-laki. Jika ayah meninggal tidak memiliki anak, anak angkat mewarisi semua harta keluarga. Jika seorang istri dipisahkan ketika dia hamil dan jika dia melahirkan seorang anak laki-laki, ia akan mewarisi harta bekas suaminya.

Masyarakat suku Tanchangya pada umumnya berprofesi sebagai petani. Pertanian adalah pekerjaan utama dari masyarakat Tanchangya. Budidaya utama mereka adalah budidaya jhum dan menanam padi, jahe, bawang putih, bagurpada (egcoriander) dan lain-lain di lereng bukit. Beberapa dari mereka bekerja dalam organisasi pemerintah dan non-pemerintah. Saat ini banyak masyarakat Tanchangya yang menjadi pekerja profesional seperti dokter, insinyur, pengacara dan guru. Selain itu banyak juga yang bekerja menjadi pedagang eceran.

sumber:
  • wateraid.org: foto
  • utacf.org: foto
  • english wikipedia
  • dan sumber lain

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,