|
tempat wisata di danau Bulilin |
Suku Tombatu, adalah suatu komunitas masyarakat yang menetap di kabupaten Minahasa Tenggara provinsi Sulawesi Utara.
Tombatu (Toumbatu), adalah suatu Walak yang berasal dari Pakasaan Toundanouw, yang terbagi 2 walak, salah satunya adalah Walak Tombatu, sedangkan satu lagi adalah Walak Tonsawang.
Asal-usul orang Tombatu yang dari pecahan Pakasaan Toundanouw daerahnya terdapat beberapa danau dan danau yang terbesar adalah danau Bulilin. Oleh karena itu orang Tombatu disebut juga sebagai orang Toundanouw.
Orang Tombatu banyak berbaur dengan orang Tonsawang dan terjadi perkawinan campur, dan menetap di daerah yang sama, sehingga antara kedua kelompok ini agak susah dibedakan, sehingga saat ini cenderung disamakan sebagai orang Tonsawang.
Penyebaran orang Tombatu adalah di desa Molompar Satu, Molompar dua, Kuyanga, Tombatu 1, Tombatu 2, Tombatu 3, Betelen, Mundung, Mundung 1, Esandom, Winorangian, Tonsawang (Nevy Kawulusan). Letak daerah Tombatu berada di sebelah selatan gunung Soputan, sekitar 15 km dari ibukota kabupaten: Ratahan.
|
orang Tombatu |
Masyarakat Tombatu hampir seluruhnya memeluk agama Kristen Protestan, yang berkembang di kalangan masyarakat Tombatu sejak abad 19. Sebenarnya sejak abad 16 mereka telah memeluk agama Kristen Katolik. Tapi sejak kehadiran Belanda di wilayah mereka, banyak orang Tombatu yang beralih ke agama Kristen Protestan. Di pemukiman orang Tombatu banyak terdapat gereja dari berbagai denominasi gereja. Gereja yang paling menonjol adalah gereja GMIM, Pantekosta, Advent dan Katolik. Putra-putri Tombatu banyak yang menjadi pendeta dan gembala sidang di perantauan, misalnya Noch Supit gembala GPdI di Riau, Pdt. Piet Tiouw di Bagansiapi-api, Pdt. James Pangau di Jakarta, Ferdinand Kindangen di daerah Sulawesi Selatan, Pdt. Buce Pelleng di Tonasa - Makassar, Pdt. DR. Ruddy Alow, M.Div {Bandung); dan Pdt. Freddy Tondatuon (Sulteng).
Masyarakat Tombatu memiliki tradisi gotong royong yang disebut "Mapalus". Anggota mapalus dalam jumlah puluhan disebut Kelup. Kelompok kelup tersebut biasanya membangunkan anggota mereka pada jam 03.00 subuh dengan terompet. Suara terompet tersebut akan membangunkan masyarakat seluruh kampung. Anggota "Mapalus" segera bangun, mempersiapkan diri untuk berangkat ke kebun. Dalam perjalanan ke kebun, mereka berjalan berjejer seperti "kaki seribu" yang diiringi dengan berbagai alat musik, seperti tambur, gendang, dan lain-lain, yang dipukul secara berirama oleh 4-5 orang, sampai ke tempat tujuan. Mereka bekerja selama 8 jam sehari. Petang hari mereka akan pulang berjalan kaki dengan cara yang sama dan menuju kampung, biasanya banyak anak-anak yang berdiri di pinggir jalan menanti kedatangan grup Mapalus, karena waktu mereka berangkat pagi-pagi, anak-anak itu belum bangun.
Masyarakat Tombatu, seperti kelompok sub-suku Minahasa pada umumnya hidup pada bidang pertanian terutama pada kopra, cengkeh dan vanili. Dahulu mereka sempat menanam padi di sawah, tapi beberapa tahun belakangan areal sawah di daerah Tombatu banyak yang ditimbun dengan tanah dan dibangun rumah-rumah penduduk, yang menjadi perkampungan baru bagi penduduk Tombatu.
sumber:
sumber lain dan foto:
- youtube.com
- griyawisata.com
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,