suku Dayak Jawant |
Menurut orang tua-tua adat pada masyarakat suku Dayak Jawant, bahwa dulunya mereka berasal dari suatu tempat di Kapuas Hulu. Dalam perjalanan, mereka tersesat dan akhirnya menemukan suatu tempat di hilir sungai Menterap, di wilayah Sekadau sekarang ini.
Bahasa suku Dayak Jawant adalah bagian dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Dayak Jawant terdapat sedikit kemiripan dengan bahasa suku dayak lain yang juga penghuni di sekitar sungai Menterap.
Suku Dayak Jawant, pada masa lalu adalah penganut agama asli suku dayak, seperti agama adat (kalau di kalimantan tengah disebut Kaharingan). Saat ini sebagian besar dari mereka telah menganut agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan, sedangkan sebagian kecil tetap mempertahankan agama asli mereka.
Nenek moyang orang Dayak Jawant punya hidup religiositas. Mereka menyembah kepada Duata Petara (Tuhan nenek moyang mereka) dalam bentuk patung belian. Upacara pemujaan dilakukan dalam jangka waktu 5 tahun sekali atau sewaktu-waktu kalau terjadi bencana atau wabah penyakit. Upacara adat ini mirip dengan upacara Tolak Bala di daerah Ketapang. Upacara adat ini bisa dilaksanakan selama 10 hari 10 malam.
Nenek moyang orang Dayak Jawant punya hidup religiositas. Mereka menyembah kepada Duata Petara (Tuhan nenek moyang mereka) dalam bentuk patung belian. Upacara pemujaan dilakukan dalam jangka waktu 5 tahun sekali atau sewaktu-waktu kalau terjadi bencana atau wabah penyakit. Upacara adat ini mirip dengan upacara Tolak Bala di daerah Ketapang. Upacara adat ini bisa dilaksanakan selama 10 hari 10 malam.
Menurut suku Dayak Jawant, ada dua pamali (pantangan), yaitu:
- Pamali Uma (pamali dalam berladang), berupa barobut pantap tikap bapancang tongah uma (perselisihan yang terjadi di ladang), padi terbakar ataupun dilanggarnya pantang lain.
- Pamali Rumah Tangga’ (pamali di dalam rumah), dapat berupa terbakar atau dibakarnya perabot rumah seperti tempat tidur, bantal, selimut, pakaian ataupun bagian dari rumah. Jika salah satu dari pamali itu dilanggar maka untuk pemulihannya harus dibayar adat Ngisi’ Pamali.
Suku Dayak Jawant, dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar melakukan praktek pertanian behuma (ladang) dan memanfaatkan pohon karet untuk menyadap getah karet. Memelihara hewan ternak seperti ayam, babi, sapi serta bebek untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual ke desa lain atau ke kota. Selain itu mereka juga berdagang dan berkebun sayur. Pada saat tidak ada pekerjaan di ladang, mereka akan berburu binatang liar seperti babi hutan, rusa dan burung, serta menangkap ikan di sungai-sungai yang mengalir di sekitar perkampungan mereka. Sementara beberapa memilih pekerjaan sebagai tukang ojek untuk transportasi dari satu desa ke desa lain, untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
sumber:
sumber:
- agustinusmualang.blogspot.com
- jawant.blogspot.com/
- amapatriswitin.blogspot.com
- wikipedia
- dan sumber lain
Tulisan yg bagus, Sangat kaya warisan budaya jawant yg tidak akan dijumpai di daerah lain spt adat berladang,pernikahan,menyelesaikan sengketa. Dan cerita peperangan antar suku dari orang2 tua,dll. saya bangga menjadi orang jawant.
ReplyDeleteTulisan yg bagus, Sangat kaya warisan budaya jawant yg tidak akan dijumpai di daerah lain spt adat berladang,pernikahan,menyelesaikan sengketa. Dan cerita peperangan antar suku dari orang2 tua,dll. saya bangga menjadi orang jawant.
ReplyDelete