Suku Rongga, Nusa Tenggara Timur

suku Rongga
Suku Rongga, adalah suatu komunitas masyarakat yang menyebut dirinya suku Rongga, yang terdapat di kabupaten Manggarai Timur provinsi Nusa Tenggara Timur.

Suku Rongga berbicara dalam bahasa Rongga, yang dituturkan oleh sekitar 20 suku yang biasanya disebut sebagai sub-suku Rongga, yang juga merupakan klan atau suku-suku kecil.  Sub-suku Rongga yang memiliki populasi terbesar adalah suku Motu, suku Lowa dan suku Nggeli. Masing-masing sub suku Rongga mempunyai peran adatnya tersendiri, misalnya peran pemimpin secara tradisional dipegang oleh kelompok suku Motu dan Lowa. Setiap suku mempunyai rumat adatnya masing-masing yang digunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang pustaka, upacara adat dan juga tempat berbagai acara ritual lain diadakan.

Tulisan tentang suku Rongga sangat sedikit bisa didapat di beberapa media, Suku yang mendiami wilayah Selatan Manggarai Timur ini, di samping unik dari sisi bahasa, juga memiliki sejarah kebesaran peradabannya tersendiri. Wilayahnya tidak saja mencakup Kisol dan Waelengga, tetapi meliputi sebagian dari luas kecamatan kota Komba dan kecamatan Borong. Wilayah kedaualatan suku ini di sebelah Timur berbatasan dengan Wae Mokel dan di bagian barat berbatasan dengan Wae Musur (Sita). Sementara di utara berbatasan dengan suku Mendang Riwu, Suku Manus dan Suku Gunung.

Suku Rongga menganut sistem kekerabatan patrilineal. Warisan dan nama keluarga, jatuh menurut garis laki-laki, dilakukan oleh sang ayah (kalau masih hidup), atau oleh anak tertua (jika ayah sudah meninggal). Poligami bagi masyarakat Rongga, dahulunya dibolehkan, tapi sejak kedatangan Agama Kristen Katolik memberi hal positif bagi masyarakat suku Rongga, dan praktek poligami semakin ditinggalkan. Karena dianggap tidak baik bagi masyarakat suku Rongga.

Proses perkawinan dalam adat Rongga bisa merupakan proses yang panjang, dimulai dari pinangan oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan, yang berlangsung lama dalam perundingan untuk mendapatkan kesepakatan atas besarnya belis (mas kawin) yang harus diserahkan oleh keluarga laki-aki.

Pada saat orang Rongga meninggal, dilaksanakan upacara Sedhu Mbizha Ndoa Ngembo. Upacara ini diisi dengan Nggore Nggote (pukul gendang), membunyikan meriam bambu, Teka Tana (potong hewan untuk penggalian kubur), pertunjukan Mbata dan Vera (nyanyian dan tarian tradisional), Paka Zhi'a (acara 4 malam berturut-turut), dan setelah setahun, diadakan upacara Toko Lulu Huki. Makam biasanya dikuburkan di halaman depan rumah sebelah kanan.

Tari Vera
Dalam masyarakat suku Rongga terdapat suatu tradisi budaya yang populer di kalangan masyarakat Manggarai, yaitu Tari Vera. Tarian ini merupakan suatu tarian yang dianggap utama bagi masyarakat suku Rongga. Tari Vera ini sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh suku Rongga saja, tapi juga dimiliki oleh seluruh suku-suku lain yang merupakan bagian dari suku Rongga yang tersebar di wilayah Manggarai Timur.

Masyarakat suku Rongga dalam kegiatan sehari-hari sebagian besar bercocoktanam di kebun (Uma) atau ladang. Mereka menanam berbagai jenis tanaman untuk kebutuhan hidup keluarga mereka. Selain itu mereka juga memelihara beberapa hewan ternak untuk menambah penghasilan atau untuk mendapatkan unsur hewani bagi keluarga mereka. Setelah kegiatan di kebun selesai mereka kembali ke kampung (Nua) dan beraktifitas di rumah (Sa'o).

baca juga:
sumber:

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,