Suku Lamaholot, adalah salah satu komunitas masyarakat yang terdapat di kabupaten Flores Timur, Tanjung Bunga, Adonara, Solor dan Lembata, yang semuanya berada di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Masyarakat suku Lamaholot berbicara dalam bahasa Lamaholot. Bahasa Lamaholot memiliki banyak varian bahasa, yang disebut sebagai bahasa Lamaholot dengan dialek-dialeknya.
Menurut penuturan masyarakat Lamaholot, bahwa pada awalnya bahasa mereka hanya satu bahasa, yaitu bahasa Lamaholot, dengan terjadinya percampuran penduduk dari suku-suku lain mempengaruhi penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam masyarakat Lamaholot, terdapat beberapa bahasa yang diucapkan oleh orang Lamaholot, selain bahasa Lamaholot yang terdiri 2 dialek, yaitu Lamaholot dialek barat (diucapkan di bagian barat kabupaten Flores Timur) dan Lamaholot dialek timur (diucapkan di wilayah Tanjung Bunga, Adonara, Solor dan sebagian Lembata). Selain itu orang Lamaholot yang ada di Lembata bagian selatan menggunakan bahasa Lebala-Boto, sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Kedang digunakan oleh orang di Lembata bagian timur. Sedangkan di kota Larantuka sendiri, para penduduknya menggunakan bahasa Nagi (bahasa Melayu Flores). Hampir semua orang Lamaholot generasi sekarang dapat menguasai beberapa bahasa itu, khususnya bahasa Nagi.
Menurut cerita, bahwa asal-usul orang Lamaholot yang mendiami Flores Timur daratan, pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di provinsi Nusa Tenggara Timur atau yang lebih populer dengan sebutan Solor Watan Lema dikatakan berawal dari perjalanan bangsa-bangsa Hindu-Budha dari India Belakang, dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di kepulauan Asia Tenggara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Dari sana terjadi pergerakan menuju ke kepulauan Timor, termasuk kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot.
Dalam adat perkawinan orang Lamaholot, seseorang yang akan menikah adalah suatu keharusan mengadakan pesta. Pesta ini merupakan sebuah pesta suku, maka penyelenggara pesta tersebut adalah merupakan semua anggota suku. Jadi seluruh anggota suku anggota wajib menyumbang. Bagi mereka akan merasa malu apabila tidak bisa menyumbang. Entah bagaimana caranya orang harus memberi sesuatu, tidak peduli hal tersebut diperoleh dengan cara meminjam dan sebagainya.
Hal demikian sangat dipengaruhi oleh jiwa kekerabatan yang ditopang oleh ikatan darah dan tanah leluhur. Jiwa kekerabatan tersebut muncul dari struktur perkampungan atau tempat tinggal, yang umumnya dikelompokkan berdasarkan suku dan garis keturunan. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang anggota suku sangat berpengaruh pada anggota lainnya. Bila ada perbuatan salah yang dilakukan oleh seorang anggota suku, maka kelompok suku secara keseluruhan memiliki kewajiban untuk menegur, bahkan menghukum orang yang bersangkutan. Sebab kesalahan seseorang anggota suku menjadi aib bersama.
Orang Lamaholot memiliki cara pandang kosmologi, yang berarti melihat keberadaan seluruh alam atau kosmos bukanlah sebagai sebuah obyek melainkan sebuah subyek yang sama dengan dirinya. Manusia merasa bersatu dengan alam. Bila manusia menjamin keselarasan dengan alam akan terwujudlah kebaikan, kemakmuran, kedamaian bagi manusia dan kosmos. Namun bila tidak, akan terjadi malapetaka, bencana, perang dan sebagainya. Maka setiap anggota suku harus menciptakan keharmonisan dengan alam semesta (kosmos), dunia roh-nenek moyang, roh-roh dan Tuhan Yang Tertinggi.
Kepercayaan akan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam tampak dalam sikap orang-orang Lamaholot terhadap benda-benda tertentu, seperti barang warisan nenek moyang, pohon-pohon besar yang dianggap keramat, atau tempat-tempat yang dianggap angker dan berbahaya. Tempat-tempat tersebut diyakini sebagai tempat tinggal roh-roh para nenek moyang. Karena itu, orang sering datang membawakan persembahan untuk roh-roh nenek moyang. Berada di tempat itu orang harus bersikap sopan dan hormat. Rasa persatuan dengan dunia mistis ini membuat orang merasa tenteram, aman dan tidak mengalami gangguan.
Selain benda-benda tertentu, kejadian-kejadian yang luar biasa juga sangat berpengaruh terhadap sikap manusia. Kejadian-kejadian itu antara lain gempa bumi, gerhana bulan, bunyi burung-burung tertentu. Bila kejadian-kejadian alam itu benar menimpa manusia, orang akan berpikir bahwa penyebab dari hal tersebut adalah ketidakharmonisan antara manusia dengan alam. Maka orang harus mengadakan upacara pemulihan untuk memperbaiki situasi sehingga ketentraman kembali terwujud.
Ada suatu cerita rakyat Lamaholot yang menceritakan bahwa dahulu ada seorang pemuda Patigolo Arakian di gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri. Selain itu, seorang pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng yang merupakan putri titisan Ile Boleng di oulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan. Dikatakan bahwa orang Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.
Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.
Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di pulau Pasir dekat Lewoleba, ibukota kabupaten Lembata di pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di pulau Solor.
Nilai magic kehidupan yang diyakini orang Lamaholot purba saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan manusia.
Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisahkan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan.
Keyakinan Lamaholot purba, diduga kemungkinan mendapat pengaruh dari keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang, yang kemungkinan dibawa oleh nenek moyang purba mereka dari daerah India Belakang.
Dunia religius masuk ke dalam kalangan masyarakat suku Lamaholot diperkenalkan oleh bangsa Portugis sekitar abad 19. Pada dasarnya suku Lamaholot secara mayoritas adalah pemeluk agama Kristen, terutama agama Kristen Katolik, yang saat ini merupakan agama suku bagi masyarakat Lamaholot dan suku-suku di Lamalera lainnya.
Sementara itu, masuknya agama Islam di Lamaholot diduga ketika para pendatang dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore, meski sebelumnya disinyalir agama Islam dari Malaka telah masuk lebih dahulu melalui ke wilayah ini.
sumber:
sumber foto:
Masyarakat suku Lamaholot berbicara dalam bahasa Lamaholot. Bahasa Lamaholot memiliki banyak varian bahasa, yang disebut sebagai bahasa Lamaholot dengan dialek-dialeknya.
Menurut penuturan masyarakat Lamaholot, bahwa pada awalnya bahasa mereka hanya satu bahasa, yaitu bahasa Lamaholot, dengan terjadinya percampuran penduduk dari suku-suku lain mempengaruhi penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
salah satu tarian Lamaholot |
Menurut cerita, bahwa asal-usul orang Lamaholot yang mendiami Flores Timur daratan, pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di provinsi Nusa Tenggara Timur atau yang lebih populer dengan sebutan Solor Watan Lema dikatakan berawal dari perjalanan bangsa-bangsa Hindu-Budha dari India Belakang, dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di kepulauan Asia Tenggara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Dari sana terjadi pergerakan menuju ke kepulauan Timor, termasuk kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot.
Dalam adat perkawinan orang Lamaholot, seseorang yang akan menikah adalah suatu keharusan mengadakan pesta. Pesta ini merupakan sebuah pesta suku, maka penyelenggara pesta tersebut adalah merupakan semua anggota suku. Jadi seluruh anggota suku anggota wajib menyumbang. Bagi mereka akan merasa malu apabila tidak bisa menyumbang. Entah bagaimana caranya orang harus memberi sesuatu, tidak peduli hal tersebut diperoleh dengan cara meminjam dan sebagainya.
Hal demikian sangat dipengaruhi oleh jiwa kekerabatan yang ditopang oleh ikatan darah dan tanah leluhur. Jiwa kekerabatan tersebut muncul dari struktur perkampungan atau tempat tinggal, yang umumnya dikelompokkan berdasarkan suku dan garis keturunan. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang anggota suku sangat berpengaruh pada anggota lainnya. Bila ada perbuatan salah yang dilakukan oleh seorang anggota suku, maka kelompok suku secara keseluruhan memiliki kewajiban untuk menegur, bahkan menghukum orang yang bersangkutan. Sebab kesalahan seseorang anggota suku menjadi aib bersama.
Orang Lamaholot memiliki cara pandang kosmologi, yang berarti melihat keberadaan seluruh alam atau kosmos bukanlah sebagai sebuah obyek melainkan sebuah subyek yang sama dengan dirinya. Manusia merasa bersatu dengan alam. Bila manusia menjamin keselarasan dengan alam akan terwujudlah kebaikan, kemakmuran, kedamaian bagi manusia dan kosmos. Namun bila tidak, akan terjadi malapetaka, bencana, perang dan sebagainya. Maka setiap anggota suku harus menciptakan keharmonisan dengan alam semesta (kosmos), dunia roh-nenek moyang, roh-roh dan Tuhan Yang Tertinggi.
Kepercayaan akan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam tampak dalam sikap orang-orang Lamaholot terhadap benda-benda tertentu, seperti barang warisan nenek moyang, pohon-pohon besar yang dianggap keramat, atau tempat-tempat yang dianggap angker dan berbahaya. Tempat-tempat tersebut diyakini sebagai tempat tinggal roh-roh para nenek moyang. Karena itu, orang sering datang membawakan persembahan untuk roh-roh nenek moyang. Berada di tempat itu orang harus bersikap sopan dan hormat. Rasa persatuan dengan dunia mistis ini membuat orang merasa tenteram, aman dan tidak mengalami gangguan.
Selain benda-benda tertentu, kejadian-kejadian yang luar biasa juga sangat berpengaruh terhadap sikap manusia. Kejadian-kejadian itu antara lain gempa bumi, gerhana bulan, bunyi burung-burung tertentu. Bila kejadian-kejadian alam itu benar menimpa manusia, orang akan berpikir bahwa penyebab dari hal tersebut adalah ketidakharmonisan antara manusia dengan alam. Maka orang harus mengadakan upacara pemulihan untuk memperbaiki situasi sehingga ketentraman kembali terwujud.
Ada suatu cerita rakyat Lamaholot yang menceritakan bahwa dahulu ada seorang pemuda Patigolo Arakian di gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri. Selain itu, seorang pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng yang merupakan putri titisan Ile Boleng di oulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan. Dikatakan bahwa orang Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.
Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.
Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di pulau Pasir dekat Lewoleba, ibukota kabupaten Lembata di pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di pulau Solor.
Nilai magic kehidupan yang diyakini orang Lamaholot purba saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan manusia.
Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisahkan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan.
Keyakinan Lamaholot purba, diduga kemungkinan mendapat pengaruh dari keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang, yang kemungkinan dibawa oleh nenek moyang purba mereka dari daerah India Belakang.
Dunia religius masuk ke dalam kalangan masyarakat suku Lamaholot diperkenalkan oleh bangsa Portugis sekitar abad 19. Pada dasarnya suku Lamaholot secara mayoritas adalah pemeluk agama Kristen, terutama agama Kristen Katolik, yang saat ini merupakan agama suku bagi masyarakat Lamaholot dan suku-suku di Lamalera lainnya.
Sementara itu, masuknya agama Islam di Lamaholot diduga ketika para pendatang dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore, meski sebelumnya disinyalir agama Islam dari Malaka telah masuk lebih dahulu melalui ke wilayah ini.
sumber:
sumber foto:
bacaan yang bermanfaat
ReplyDeleteKeren...numpang share yah..
ReplyDeletePenambah wawasan
ReplyDeletekalau kedang bukan lamaholot karena bukan berasal dari hindia belakang melainkan dari gunung uyelewun
ReplyDelete