Suku Ambelau, Maluku

Suku Ambelau, adalah suatu suku yang mendiami pulau Ambelau, pulau Buru dan pulau-pulau di sekitarnya di provinsi Maluku Indonesia. Populasi suku Ambelau diperkirakan sekitar 6.000 orang.

Pemukiman orang Ambelau berada di daerah pesisir pulau Ambelau. Mereka adalah penduduk mayoritas di pulau Ambelau. Populasi suku Ambelau terbesar di luar pulau Ambelau adalah di di desa Wae Tawa, sekitar 700 orang di daerah selatan-timur pulau Buru.

anak-anak suku Ambelau
Mereka tetap mempertahankan identitas etnis mereka, serta menjaga budaya, sosial, ekonomi dan hubungan dengan masyarakat Ambelau yang berada di pulau-pulau sekitarnya. Sebagian kecil suku Ambelau juga hidup di pulau Buru dan pulau Ambon. Pada abad 17, banyak orang Ambelau yang dipaksa pindah ke pulau Buru oleh pemerintah Belanda sebagai pekerja di perkebunan rempah-rempah milik Belanda.

Suku Ambelau berbicara dalam bahasa Ambelau yang merupakan cabang bahasa Maluku Tengah dari kelompok bahasa Malayo-Polynesia. Mereka juga fasih berbicara dalam bahasa Melayu Ambon, sebagai bahasa pengantar di kepulauan Maluku.

Masyarakat suku Ambelau sebagian besar adalah penganut agama Islam Sunni, sedangkan sebagian kecil masih mempertahankan agama tradisional suku mereka yang mereka pertahankan sejak zaman nenek moyak mereka.

Rumah tradisional suku Ambelau berbentuk rumah panggung yang dibuat dari dari bahan bambu dengan atap ditutupi dengan daun kelapa atau alang-alang. Ciri khas pakaian suku Ambelau adalah berwarna merah, dengan memiliki topi unik berbentuk topi pet dengan bulu-bulu untuk laki-laki, sedangkan para perempuan mengenakan Panache.

Suku Ambelau hidup pada bidang pertanian. Karena mereka berada di daerah pegunungan, mereka tidak menanam padi, karena lokasi mereka sulit untuk ditanami dengan tanaman padi. Oleh karena itu mereka menanam jagung, ubi jalar, kakao, kelapa, allspice dan buah pala yang tumbuh subur di daerah ini. Beberapa penduduk bekerja di perkebunan sagu di pulau Buru. Selain itu di luar kegiatan berladang, mereka berburu babi hutan dan rusa di hutan dekat pemukiman mereka. Sedangkan yang tinggal di daerah pesisir biasanya berprofesi sebagai nelayan untuk menangkap ikan tuna, yang sebagian hasilnya dijual ke desa Massawa dan desa Ulima.

sumber:
sumber lain dan foto:
  • ambonekspres.com

7 comments:

  1. tulisan harus di edit ulang dengan memperbaiki beberapa informasi yang tidak sesuai dengan sejarah dan keadan sosial masyarakat ambalau

    ReplyDelete
  2. tidak ada sejarah masyarakat ambalau yang di pindahkan ke buru sebagai pekerja, begtu juga dengan agama semua memeluk islam bukan sunni juga bukan syiah atau aliran lainnya, dan tdk ada yang memeluk agama nenek moyang selain islam, karena agama nenek moyang suku ambalau adalh islam

    ReplyDelete
  3. Woe se yang tulis artikel in, se pung mai pung puki, kalot, puki anjing, babi. Se pung nenek moyang deng tete moyang pung puki deng kalot. Se pung nene moyang it yang tar jelas agamanya, tukang perkosa, penjudi, pemabuk. Dalam puki kalau tulis it jang sabarang. Mai pung puki.

    ReplyDelete
  4. Woe se yang tulis artikel in, se pung mai pung puki, kalot, puki anjing, babi. Se pung nenek moyang deng tete moyang pung puki deng kalot. Se pung nene moyang it yang tar jelas agamanya, tukang perkosa, penjudi, pemabuk. Dalam puki kalau tulis it jang sabarang. Mai pung puki.

    ReplyDelete
  5. Woe se yang tulis artikel in, se pung mai pung puki, kalot, puki anjing, babi. Se pung nenek moyang deng tete moyang pung puki deng kalot. Se pung nene moyang it yang tar jelas agamanya, tukang perkosa, penjudi, pemabuk. Dalam puki kalau tulis it jang sabarang. Mai pung puki.

    ReplyDelete
  6. Kalo tar tau apa2 yg batulis sabarang...nau2 buta huruf.. mantap adw rizal rivaldi

    ReplyDelete
  7. Ass... saran saya bahwa anda harus lebih teliti lagi dalam melihat dan menilai suku tersebut sebab suku ambalau tidak mengosumsi hewan "babi" nah tolong anda mengoreksi sedikit dari segi suku agar terjawab dengan struktur dan tidak ambigu. Terimakasih

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,