Suku Ras Mongoloid di Bangladesh

suku Chakma
Bangladesh, dihuni oleh sebagian besar suku Bengali yang menjadi mayoritas di Negara ini, sekitar 98% dari total penduduk Bangladesh.  Sedangkan suku-suku minoritas di Bangladesh, hanya 2%. Pada sensus terakhir tahun 1981 jumlah keseluruhan populasi suku-suku minoritas di Bangladesh adalah sebesar 778.425 orang. Mereka tinggal di daerah pedesaan di perbukitan, kebanyakan mereka mempraktekkan metode perladangan berpindah.

Suku-suku minoritas ini pada umumnya adalah keturunan Sino-Tibetan yang memiliki fitur khas Mongoloid. Suku-suku minoritas ini memiliki tradisi sosial yang berbeda-beda dalam organisasi sosial mereka, adat perkawinan, upacara kelahiran, kematian, makanan, dan kebiasaan sosial lainnya. Mereka berbicara dalam keluarga bahasa Tibeto-Burman.

Suku minoritas ras Mongoloid di Bangladesh, adalah:
  • Chakma
  • Marma (atau Magh)
  • Tippera (atau Tipra)
  • Mro (atau Moorang)
  • Tripura
  • Tanchangya
  • Chak
  • Murong
  • Khumi
  • Boam
  • Lushai
  • Pankho
  • Khyang.

Suku-suku ini hidup berbaur berdampingan, tetapi mereka tetap menjaga keaslian sukunya serta budaya, bahasa dan adat-istiadatnya, sehingga mereka mudah dibedakan satu sama lain. Perbedaan terlihat dari bahasa dan dialek, pakaian dan adat istiadat.
Berbeda dengan suku minoritas lainnya yang tinggal di dataran tinggi perbukitan, suku Chakma dan suku Marma umumnya hidup di lembah. Suku Chakma mayoritas penganut Buddha, beberapa lain adalah penganut Hindu dan Kristen.

Semua kelompok suku-suku minoritas di Bangladesh, memiliki warisan budaya yang berbeda. Lagu-lagu dan tarian dari kelompok etnis minoritas ini sangat populer di Bangladesh. Gaun tradisional dan ornamen wanita sangat cantik dan berwarna-warni. Gaun tradisional sebagian besar terbuat dari bahan tenun tangan. Biasanya, para wanita memakai ornamen perak.

Pekerjaan utama dari masyarakat suku minoritas di Bangladesh adalah pada bidang pertanian, pada budidaya Jhum, terutama dengan sistem tradisional di bukit Chittagong.

sumber:

Suku Tana 'Ai, Nusa Tenggara Timur

orang Tana 'Ai
COLLECTIE TROPEN MUSEUM
Drie Krowenese mannen van Tana 'Ai
met verschillende haardrachten TMnr 0
(florestourism.com)
Suku Tana 'Ai, adalah suatu masyarakat adat yang berdiam di kabupaten Sikka, di Flores Timur, pulau Flores provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Populasi orang Tana 'Ai lebih dari 6.000 orang.

Istilah "tana 'ai" berarti "orang-orang dari tanah hutan", merupakan sebutan yang digunakan oleh orang Tana 'Ai sendiri maupun di luar orang Tana 'Ai.

Seperti suku-suku lain di Flores Timur, orang Tana 'Ai juga memiliki ketrampilan membuat tenun ikat yang indah, dan memiliki kekhasan tersendiri.

Orang Tana 'Ai berbicara dalam bahasa Tana 'Ai yang dianggap sebagai dialek Sikka, cabang dari keluarga bahasa Austronesia. Orang Tana 'Ai menetap di bagian timur pegunungan kabupaten Sikka. Bahasa Tana 'Ai memiliki perbedaan dengan bahasa Sikka, selain itu juga memiliki beberapa perbedaan dalam tradisi dan budaya. Bahasa Tana 'Ai adalah bahasa yang kompleks dan termasuk rumit.
Pemukiman orang Tana 'Ai yang terisolasi menyebabkan mereka tidak mendapat banyak pengaruh dari luar sampai saat ini. Orang Tana 'Ai sejak dulu tinggal di beberapa domain terorganisir secara longgar disebut Tana. Domain ini adalah entitas kurang teritorial, tetapi lebih ditentukan oleh batas-batas agama dan seremonial. Setiap tana dipimpin oleh kepala marga pendiri domain itu, dan juga memiliki Mahe sendiri, sebuah situs seremonial pusat yang ditemukan baik di pusat desa atau tempat di sekitar hutan. Dalam sejarah orang Tana 'Ai, pernah memiliki kerajaan mereka sendiri. 

Masyarakat suku Tana 'Ai, seperti kebanyakan suku-suku di Flores, memeluk agama Kristen Katolik, yang diterima ketika masuknya Portugis ke wilayah Flores. Walaupun begitu beberapa tradisi agama tradisional animisme dan terhadap roh-roh di alam masih dipercaya oleh sebagian orang Tana 'Ai.
 
Tradisi budaya suku Tana 'Ai yang utama adalah ritual sakral Gren Mahe yang dilaksanakan untuk menunjukkan rasa hormat dan terima kasih kepada ibu bumi (Ina Nian Tana) dan bapa langit (Ama Lero Wulan Reta). Setiap desa-desa Tana 'Ai memiliki waktu yang berbeda dalam pelaksanaan ritual Gren Mahe, seperti di desa Kringa biasanya mengadakan Gren Mahe setiap 5 tahun, sedangkan di desa lain bisa setiap 7 tahun atau setiap 20 tahun, tergantung pada urgensi dan situasi ekonomi warga desa.
Pemimpin masyarakat Tana 'Ai', disebut Litin Pitu Lera Walu, yang mendapat izin dari nenek moyang mereka (Du'a Mo'an Watu Pitu) untuk memimpin desa melalui keputusan penting tentang organisasi dan pelaksanaan Gren Mahe. Kegiatan ritual Gen Mahe bisa berlangsung sampai 7 hari 7 malam. Pusat ritual desa memiliki 2 rumah panggung tradisional sementara, yaitu Woga dan Lepo. Rumah tradisional pertama, Woga, berisi satu set gong tradisional dan drum yang digunakan selama pertunjukan ritual. Di bawah rumah, tersedia hewan korban kambing dan babi. Rumah kedua, Lepo, berfungsi sebagai dapur umum tersedia makanan dan minuman dan sesaji disiapkan.
Menurut adat setempat, itu adalah wajib bahwa setiap peserta Gren Mahe, termasuk tamu, harus menghormati leluhur Tana 'Ai dengan mengelilingi Mahe tiga kali. Acara diisi dengan kesenian beladiri yang disebut Labit. Tarian perkelahian disertai dengan gong gemuruh yang menunjukkan awal dan akhir putaran. Dengan jenis yang berbeda dari gerakan yang mencakup hit tampaknya tidak disengaja, dua lawan mulai saling menantang dan memicu perkelahian. Saat ini pejuang baik menggunakan tinju mereka atau tongkat kayu sebagai senjata, di masa lalu, mereka akan saling menyerang dengan parang, yang bisa menyebabkan pertumpahan darah dan cedera serius. Sebuah mitos mengatakan bahwa yang cedera harus pergi ke hutan dan kembali setelah semua luka cedera sembuh.
Labit diikuti dengan nyanyian gembira dan acara menari didedikasikan untuk perdamaian. Para wanita tampil mengenakan kostum ikat yang paling indah mereka dan melakukan rambut mereka di konde bun tradisional dihiasi. Perempuan yang sudah menikah tambahan mengenakan bahar Tibu, anting-anting emas khusus.
Upacara ditutup dengan ritual pengorbanan kambing dan babi. Daging mereka kemudian didistribusikan secara merata di antara anggota masyarakat.

situs terkait:
  • http://beritadaerah.com/article/bali/38507/8
  • http://www.florestourism.com/page/history
  • http://epress.anu.edu.au/austronesians/origins/mobile_devices/ch08s06.html
  • http://www.everyculture.com/East-Southeast-Asia/Ata-Tana-Ai-Orientation.html 

Suku Sikka, Nusa Tenggara Timur

tenun ikat Sikka
(florestourism.com)
Suku Sikka, adalah suatu masyarakat adat yang mendiami kabupaten Sikka, di Flores timur-tengah, pulau Flores provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Populasi orang Sikka diperkirakan lebih dari 300.000 orang.

Suku Sikka disebut sebagai bagian dari etnis Mukang yang terdiri dari beberapa suku, yaitu suku Sikka, Krowe, Mukang dan Muhang.

tenun ikat Sikka di masa lalu
(ikat.us)
Orang Sikka terkenal karena tenun ikat halus mereka yang berakar dalam masyarakat Sikka, yang memiliki nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Produksi kain tenun ikat Sikka mungkin yang terbaik di Flores. Perempuan Sikka banyak yang berprofesi dalam pembuatan tenun ikat. Tenun ikat merupakan kekayaan budaya yang dipakai dalam setiap upacara adat maupun kehidupan sehari-hari. Keunikan tenun ikat ini merupakan ciri khas dan juga bagi suku-suku lain yang berada di wilayah ini, termasuk ragam motif, warna maupun proses warnanya.

Selain seni tenun ikat, Sikka juga memiliki sejarah yang menarik dari kerajaan kuno dan integrasi pengaruh luar awal dalam budaya lokal mereka.
Nama Sikka juga menjadi nama sebuah desa di kecamatan Lela yang jaraknya kurang lebih 30 kilometer dari Maumere. Desa Sikka ini menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sikka zaman dahulu dan menjadi titik awal kedatangan bangsa Portugis di Flores.

Etnis lain yang juga menetap di kabupaten Sikka ini adalah Tana 'Ai yang berada di bagian timur pegunungan kabupaten dan masyarakat Sikka-Krowe yang berdiam di daerah pusat, serta di bagian utara dan pantai selatan. Sikka adalah nama dari kelompok etnis serta domain sebelumnya diperintah oleh Raja Sikka. Selain berbicara bahasa yang berbeda, orang Sikka dan Tana 'Ai juga memiliki beberapa perbedaan budaya.
Masyarakat Sikka pada awal abad 17 sering berhubungan dengan Portugis, yang meninggalkan jejak kaki budaya yang masih terlihat serta agama Kristen Katolik yang berkembang di tengah masyarakat Sikka. Di Sikka pernah berdiri sebuah kerajaan dengan desa Sikka Natar di pantai selatan sebagai pusatnya kekuasaan. 
Raja Sikka yang pertama Sikka pada pertengahan abad 17 adalah Mo'ang atau Don Alésu Ximenes da Silva. Selama era Portugis di Flores Timur, masyarakat Sikka Natar mengambil nama marga Portugis, dengan nama 'da Silva'.

Setelah Don Alésu, Sikka berada di bawah kekuasaan berikutnya dari 17 keturunannya. Selama abad 19 dan 20, wilayah kepulauan Asia Tenggara yang dikuasai Belanda berubah menjadi negara semi-otonom, berdasarkan kebijakan pemerintahan sendiri. Dengan berlalunya raja terakhir, Don Josephus Thomas Ximenes da Silva pada tahun 1952, aturan rumah kerajaan Sikka berakhir, dan harus memberi jalan kepada negara Indonesia, yang tinggal dalam ingatan rakyat Sikka sebagai elemen yang menonjol dari sejarah budaya mereka.

situs terkait:
  • http://beritadaerah.com/article/bali/38507/8
  • http://www.florestourism.com/page/sikka
  • http://www.ikat.us/ikat_flores_sikka.php 
  • http://epress.anu.edu.au/austronesians/origins/mobile_devices/ch08s05.html 

Suku Evenk, Russia

orang Evenk
(news.bbc.co.uk)
Suku Evenk (Evenki, Ewenki) adalah suatu kelompok masyarakat adat yang hidup di wilayah Russia. Orang Evenk diduga berasal dari daerah Mongolia Asia Utara. Pada tahun 2002 populasi orang Evenk di Russia sekitar 35.000 orang.

Selain di Russia, orang Evenk juga hidup di wilayah China dengan populasi lebih dari 30.000 orang. Di Mongolia yang merupakan negeri asal orang Evenk populasi mereka hanya sekitar 500 orang, dengan sebutan sebagai suku Khamnigan. Di Ukraina juga terdapat komunitas kecil orang Evenk, yang hanya sekitar 45 orang saja.

Orang Evenk di Russia sebelumnya dikenal sebagai Tungus. Orang Evenk sendiri menyebut diri mereka sebagai orang Evenk. Orang sendiri memiliki beberapa sebutan untuk menyebut kelompok mereka, seperti Evenk (sejak tahun 1931), Orochen (penduduk sungai Oro, kuda berkepala sekeras rusa), Ile (berarti manusia), Manjagir, Birachen, Solon dan lain-lain. Dari beberapa sebutan di atas telah menyatakan sebagai etnis yang terpisah sendiri yang terpisah dari Evenk. Kemudian ada juga kelompok Siberia bernama Even (sebelumnya Lamut), meski masih berhubungan dengan orang Evenk, tapi saat ini orang Even dianggap sebagai kelompok etnis yang terpisah dari Evenk.

perempuan Evenk
(site.uit.no)
Menurut orang Evenk, mereka memiliki kekerabatan dengan orang Shiwei yang hidup di daerah Greater Khingan sekitar abad 5 sampai abad 9. Orang Shiwei memiliki tanah asli di daerah yang luas di Siberia, antara danau Baikal dan sungai Amur.

Orang Evenk berbicara dalam bahasa Evenk, yang membentuk cabang utara kelompok bahasa Manchu-Tungusic dan berkerabat dengan bahasa Negidal di Siberia. Pada tahun 1600 orang Evenk dari Lena dan lembah Yenisey menjadi penggembala rusa.
Dari cerita orang Evenk, bahwa orang Solon yang berada di Cina, yang hidup nomaden di sepanjang sungai Amur juga merupakan nenek moyang mereka. Orang Evenk juga terkait erat dengan orang Daur dan berkerabat dengan orang Khamnigan yang hidup di Mongolia yang hidup pada peternakan kuda di daerah Transbaikalia. Di lembah Amur Siberia, orang Evenk disebut sebagai orang Orochen yang berbahasa Manchu.
Kemungkinan dahulunya orang Evenk adalah hasil dari banyak percampuran suku-suku kuno asli utara Siberia dengan suku-suku yang berbahasa Mongol dan Turki. Menurut dugaan orang Evenk awalnya berasal dari wilayah Baikal Siberia Selatan (dekat perbatasan Mongolia modern) sejak era Neolitik.
Berdasarkan antropologi, orang Evenk adalah berasal dari kelompok Baikal atau Paleo-Siberian ras Mongolia, yang berasal dari orang-orang Paleo-Siberia kuno sungai Yenisei sampai ke Laut Okhotsk. Bahasa Evenk adalah yang terbesar dari kelompok utara bahasa Manchu-Tungus, sebuah kelompok yang juga termasuk bahasa Negidal.

rumah tradisional Evenk
(global.britannica.com)
Orang Evenk sebagian besar tinggal di "taiga"atau hutan boreal dan tinggal di tenda berbentuk kerucut dari kulit pohon birch atau dari kulit rusa, mereka masih menerapkan budaya dari zaman Neolitik, seperti umpan tulang ikan, kapal dari kulit pohon birch. Ketika pindah, mereka meninggalkan kerangka tenda dan hanya membawa penutup tenda. Selama musim dingin, musim berburu, kebanyakan kamp terdiri dari satu atau dua tenda sementara perkemahan musim semi mencakup hingga 10 rumah tangga (Vasilevich, 637). Dari daerah asal mereka di danau Baikal, mereka menyebar ke Amur dan Laut Okhotsk (Lena Basin dan Yenisey Basin, 623).

Pakain tradisional orang Evenk adalah pakaian dari kulit rusa, bersama dengan legging dan sepatu sandal, atau sepatu lentur lain panjang sampai ke paha. Mereka juga mengenakan mantel kulit rusa yang tidak menutup di depan tapi malah ditutupi dengan kain apron. Beberapa pakaian memiliki hiasan bordir.

Secara tradisional orang Evenk adalah penggembala dan pemburu-pengumpul, dan bergantung pada rusa peliharaan mereka untuk produksi susu dan sebagai transportasi dan untuk menghasilkan daging. Saat ini orang Evenk sebagian besar hidup sebagai pemburu dan peternak rusa, sedangkan yang lainnya sebagai peternak kuda dan sapi.

Selain pada peternakan, kehidupan berburu menjadi kegiatan penting bagi orang Evenk. Rusa liar, dan unggas merupakan hewan buruan yang utama. Hewan lain termasuk "roe, beruang, anjing liar, lynx, serigala, siberian marmut, rubah dan sable. Sebelum abad 18, orang Evenk menggunakan busur dan anak panah baja. Seiring dengan alat berburu utama mereka, pemburu selalu membawa tombak, dan pisau besar pada pegangan panjang digunakan sebagai pengganti kapak ketika melewati taiga tebal atau tombak saat berburu beruang.

Evenk di Luar Russia
Di Ukraina, terdapat komunitas kecil orang Evenk yang berjumlah sekitar 48 orang, tapi hanya 4 orang yang bisa berbicara dalam bahasa Evenk, sedangkan lainnya berbicara dalam bahasa Rusia dan bahasa Ukraina.

Di Mongolia, komunitas orang yang sama dengan Evenk lebih dikenal dengan sebutan orang Khamnigan, yang merupakan istilah Buriat-Mongolia untuk menyebut kelompok Evenk. Orang Khamnigan adalah kelompok etnis asal Manchu-Tungus di Mongolia. Orang Khamnigan menempati padang rumput di sekitar Nerchinsk dan stepa Aga mendapat tekanan dari orang Khori-Buriat yang berusaha untuk menduduki sebagian besar padang Aga dan memaksa orang Khamnigan mengungsi ke Dinasti Qing.
Awalnya pada tahun 1880 orang Evenk Russia yang setengah nomaden bergerak pindah menggiring sapi, domba, unta dan kuda. Beberapa saat pada tahun 1918, mereka menyeberangi perbatasan Mongolia dan Hulun Buir, membangun masyarakat Khamnigan di Mongolia. Orang Khamnigan Mongolia tersebar antara Buriat dan berbicara dalam bahasa Buriat dialek Khamnigan. Mereka tinggal di sekitar Yeruu Lake, Dornod dan provinsi Khentii serta Möngönmorit di provinsi Tov.

Sebelum kontak dengan bangsa Rusia, orang Evenk adalah penganut animisme. Namun kemudian banyak yang mengadopsi Buddhisme Tibet. Orang Evenk adalah masyarakat nomaden, pastoral, dan menjalani pertanian subsisten, sebagian besar hidup mereka berhubungan dekat dengan alam.
Sama seperti nenek moyang mereka, mereka memiliki rasa hormat terhadap alam dan keyakinan mereka bahwa alam adalah makhluk hidup. Namun saat ini sebagian orang Evenk telah hidup menetap dan tidak menjalani hidup nomaden.
Pada abad 18, sebagian orang Evenk memeluk Kristen, terutama Kristen Ortodoks. Keyakinan agama dan praktek Evenk adalah karya yang besar karena tetap mempertahankan beberapa bentuk archaic. Pada awal abad ini, agama Evenk termasuk sisa-sisa berbagai tahap pengembangan ide-ide keagamaan. Di antara ide yang paling kuno spiritualisasi semua fenomena alam, personifikasi dari mereka, kepercayaan pada dunia atas, tengah dan bawah, keyakinan jiwa (omi) dan konsep totemistic tertentu. Ada juga berbagai ritual magis yang terkait dengan berburu dan menjaga ternak. Kemudian ritual ini dilakukan oleh dukun. Perdukunan membawa perkembangan pandangan dari roh-master (Vasilevich 647).

situs terkait:
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Evenks
  • http://www.news.bbc.co.uk
  • http://www.site.uit.no
  • http://www.global.britannica.com

Suku Nanman, China

suku Barbar Nanman
(thethreekingdoms.wikia.com)
Suku Nanman (Hanzi, Nan-Man, Sanman), adalah suatu suku yang pernah hidup pada zaman kuno di China barat laut. Orang Nanman kemungkinan berhubungan dengan Sanmiao pada abad 3 SM. Istilah "Nanman" berarti "Southern Barbar" atau "Barbar Selatan".

Di masa kuno, pada masa di China Kuno terdiri dari 3 negara, suku Nanman bersekutu melawan serangan negara Shu di bawah kepemimpinan Meng Huo.

Pada masa China kuno terdapat 4 suku Barbar yang berada di luar perbatasan China, yaitu:
  • suku Nanman di sebelah selatan 
  • suku Dongyi di sebelah timur 
  • suku Xirong di sebelah barat 
  • suku Beidi  di sebelah utara.

Keturunan suku Nanman tersebar ke berbagai wilayah, yang telah memiliki identitas sendiri, tapi tetap teridentifikasi dalam garis keturunan Nanman, terdiri dari suku Miao, Kinh, Thai, dan beberapa kelompok Tibeto-Burman seperti Bai dan lain-lain. 

topeng prajurit Nanman
(shop.bricktw.com)
Selama periode Tiga Kerajaan, negara Shu Han memerintah China barat daya. Setelah kematian pendiri Shu Han, Liu Bei, warga suku daerah memberontak melawan kekuasaan Shu Han. Shu Han Kanselir, Zhuge Liang, memimpin ekspedisi berhasil menumpas pemberontakan.
Dalam novel Romance of Three Kingdoms, suku pemberontak Nanman digambarkan sebagai aliansi di bawah kepemimpinan Meng Huo. Meng Huo dikatakan telah disampaikan kepada aturan Shu Han setelah ditangkap dan dirilis tidak kurang dari 7 kali oleh Zhuge Liang. Kisah ini telah diadaptasi ke dalam banyak karya fiksi lainnya selama berabad-abad, serta video game. Selama Dinasti Tang, Miao (Hmong) berhenti sebagai kelompok non-Cina utama kecuali di provinsi Yunnan di mana mereka diperintah oleh enam "Zhao". Paling selatan, yang dikenal sebagai Mengshezhao atau Nanzhao, bersatu semua enam Zhaos dan mendirikan negara pertama Nanman independen pada awal abad 8. Royalti yang dianggap orang-orang Bai. Nanzhao teratur dibayar upeti melalui kepala distrik militer Jiannan Jiedushi. Ketika Dinasti Tang secara bertahap menurun, Nanman memperoleh kemerdekaan lebih, tapi diasimilasi oleh dinasti kemudian. Namun, beberapa pengaruh budaya Nanzhao yang dilakukan selatan karena lokasinya.

situs terkait:
  • http://www.wattpad.com/2428965-dynasty-warriors-fanfic-folk-tale-the-dragon-the#.UgHUjH88Awo
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Nanman
  • http://thethreekingdoms.wikia.com
  • http://shop.bricktw.com

Suku di Laos

Laos, merupakan suatu negara republik sosialis satu partai di Asia Tenggara, yang multietnis, yang tersebar di berbagai wilayah di Laos. Ibukota negara Laos adalah Vientiane, dengan kota-kota lain seperti Luang Prabang, Savannakhet dan Pakse.

Dalam bahasa Lao, nama negara adalah "Muang Lao" atau "Pathet Lao", keduanya yang secara harfiah berarti "Negara Lao".
Bahasa resmi Laos adalah bahasa Lao.

Suku-suku di Laos, terdiri dari lebih dari 160 suku dengan 82 bahasa yang berbeda, dengan pembagian dibagi menjadi 8 kelompok berdasarkan klasifikasi, yaitu:
  • Mon-Khmer
    • Aheu
    • Alak
    • Arem
    • Bo
    • Bru
    • Chut
    • Halang Doan
    • Hung
    • Ir
    • Jeh
    • Jeng
    • Kasseng
    • Katang
    • Katu
    • Khlor
    • Khmer
    • Khua
    • Kri
    • Kuy
    • Lavae (juga disebut Brao)
    • Lave
    • Laven
    • Lavi
    • Maleng
    • Mon
    • Ngae
    • Nguon
    • Nyaheun
    • Ong
    • Oi
    • Pakoh
    • Phong
    • Sadang
    • Salang
    • Sapuan
    • Makong
    • Sok
    • Sou
    • Souei
    • Taliang
    • Ta-oi
    • Thae
    • Tum
    • Vietnamese
    • Yae
  • Palaungic
    • Bit (menjadi perdebatan masuk ke Palaungic atau Khmuic)
    • Con
    • Samtao
    • Lamet
  • Khmuic
    • Khmu
    • Khuen
    • Mal
    • Mlabri (juga dikenal sebagai Yumbri) 
    • O;du
    • Phai
    • Xinh Mul (juga dikenal sebagai Sing Mun)
      • Phong-Kniang
      • Puoc
  • Tibeto-Burman
    • etnis Lolo:
      • Kaw
      • Hani
      • Kaduo
      • Lahu (juga diketahui sebagai Museu)
      • Lahu Shi
      • Phana
      • Phunoi
      • Si La
    • Kado
    • Myen
  • Hmong-Mien
    • Hmong Daw
    • Hmong Njua
    • Iu Mien
    • Kim Mun
  • Tai dan Rau:
    • Tai Daeng
    • Tai Dam
    • Tai Gapong
    • Tai He
    • Tai Khang
    • Tay Khang
    • Tai Kao
    • Kongsat
    • Kuan
    • Tai Laan
    • Tai Maen
    • Lao
    • Lao Lom
    • Tai Long
    • Tai Lue
    • Northeastern Thai
      • Tai Kaleun
      • Isan
    • Tai Nuea
    • Nung
    • Nyaw
    • Tai Pao
    • Tai Peung
    • Phuan
    • Phutai
    • Pu Ko
    • Rien
    • Saek
    • Tai Sam
    • Tai Yo
    • Tayten
    • Yoy
    • Zhuang
      • Nung
    • Shan
    • Yang
  • Chinese
    • Chinese
  • Unclassified
    • Chere
    • Jri

Kelompok etnis Laos yang berbicara bahasa unclassified:
  • Tchaho
  • Laoseng (Tareng, Tariang)
  • Poumong
  • Pouhoy
  • Kongsat
  • Taket
  • Tamoy
  • Nguan
  • Bo
  • Salao

terkait:
  • http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ethnic_groups_in_Laos
  • http://asiaharvest.org/people-group-profiles/laos/

Suku Myen, Laos

orang Myen
(millionelephants.com)
Suku Myen, adalah salah satu suku minoritas yang hidup di Laos. Populasi orang Myen di Laos diperkirakan sekitar 614 orang.

Orang Myen adalah orang-orang yang berasal dari daerah Burma. Mereka menetap di daerah perbatasan Laos dan Burma. Dalam 10 tahun terakhir orang Myen yang hidup sebagai pedagang sebagian besar telah memasuki dan menetap di Sing dan kabupaten di provinsi Luang Namtha, Laos. Sedangkan lainnya tinggal di kota Vientiane, Xaignabouri dan di kabupaten Houayxay di provinsi Bokeo, Laos. 

Orang Myen berbicara dalam bahasa Myen yang merupakan bahasa yang dipakai sebagian besar suku-suku di Burma. Orang Myen yang hidup di Burma diperkirakan lebih dari 30.000.000 orang. Lainnya terdapat di Malaysia, Thailand, Amerika Serikat, Singapura, dan berbagai negara lain di seluruh dunia.

Asal Usul orang Myen sendiri diyakini berasal dari China, yang melakukan perjalanan migrasi pada abad 9 ke Burma. Mereka dengan cepat menetapkan diri sebagai kekuatan utama di lembah subur sungai Irrawaddy.

Dahulu orang Myen memiliki agama tradisional etnis, yaitu agama yang berakar dalam diri mereka sejak dari masa nenek moyang mereka. Namun, saat ini orang Myen telah menjadi salah satu penganut Buddhisme Theravada yang ter"fanatik" di dunia. Orang Myen berkeyakinan bahwa mereka mempertahankan iman yang benar. Dalam masyarakat Buddhis Theravada biarawan mewujudkan prinsip-prinsip Buddha, Dhamma. Penarikan mereka dari dunia fana ke dalam lingkungan mereka di mana mereka berpakaian berbeda, mengikuti rezim harian berbeda dari sisa masyarakat, tunduk untuk menguraikan kode etik, termasuk kode penghindaran, khususnya terhadap perempuan yang bisa menggoda mereka untuk kembali ke dunia biasa. Sehingga hampir tidak ada orang Myen yang memeluk agama di luar Buddhisme Theravada, terutama dari suku-suku yang mereka anggap lebih rendah daripada diri mereka sendiri. Prinsip mereka adalah "Menjadi Myen adalah menjadi Buddha".

situs terkait:
  • http://www.millionelephants.com/UPGs/myen.htm
  • http://www.peoplegroups.org/Explore/groupdetails.aspx?peid=20930

Suku Zaiwa, China

orang Zaiwa
(himalayanlanguages.org)
Suku Zaiwa, adalah suatu suku minoritas kecil yang ada di China barat daya. Suku Zaiwa merupakan sub-etnis dari suku Jingpo.

Orang Zaiwa, yang hidup di luar China memiliki sebutan lain seperti Atsi di Burma, dan Tsaiwa, Aci, Atshi, Atsi-Maru, Azi, Xiaoshanhua, Aji, Atzi atau Szi. Sedangkan sebutan Xiaoshan adalah sebutan yang diberikan oleh pemerintah China. Orang Zaiwa di China disebut Xiaoshan, yang berarti "gunung kecil". Populasi orang Zaiwa yang kecil, ternyata memiliki reputasi menakutkan di China. James Fraser, menggambarkan orang Zaiwa sebagai "orang-orang paling liar", karena reputasi mereka seperti perampok, kotor dan berantakan. Semua orang takut dan membenci orang Zaiwa.

Orang Zaiwa berbicara dalam bahasa Zaiwa, yang merupakan dialek bahasa Jingpo. Bahasa Zaiwa sendiri merupakan salah satu bahasa yang terancam punah di China. Bahasa Zaiwa merupakan cabang dari kelompok bahasa Sino-Tibetan, yang berkerabat dengan bahasa-bahasa di Burma.

Orang Zaiwa di China telah tertempa sejak kecil sebagai Mafia versi lokal. Sistem gumsa mereka mendorong mereka menjadi orang yang agresif dan kompetitif. Mereka adalah masyarakat otoriter yang memilih kepala desa dengan persetujuan masyarakat. Desa orang Zaiwa, yaitu desa Banwa, memaksa 44 desa tetangga mereka untuk membayar uang kepada orang Zaiwa demi perlindungan dan keamanan.

Para pemuda Zaiwa memiliki kebiasaan "tidak tidur di rumah". Mereka biasanya menghabiskan malam menggoda perempuan muda di klub-klub. Seorang gadis yang hamil tanpa proposal tidak akan mudah menemukan anak lain untuk menikahinya dan akan dianggap sebagai janda karena mas kawin yang berat. Di Desa Banwa terdapat 55 janda dari total 134 rumah tangga.
Orang Zaiwa sebagian besar masih mempercayai adanya roh-roh di alam. Di masa lalu orang Zaiwa mendapat intimidasi dari suku Lisu untuk membayar pajak 3 tupai per tahun, yang digunakan sebagai persembahan kepada roh-roh.

Beberapa orang Zaiwa yang hidup dalam komunitas Jingpo Kristen, menjadi Kristen di beberapa desa mereka, tapi mengalami tekanan dan dikucilkan oleh suku Zaiwa sendiri, mengusir dan menyita tanah dan ternak mereka, untuk memaksa meninggalkan keyakinan baru mereka.

terkait:
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Zaiwa_language
  • http://www.joshuaproject.net/people-profile.php?peo3=15586&rog3=BM
  • http://www.himalayanlanguages.org

Suku Miao, China



orang Miao (chinatoday.com)
Suku Miao, adalah salah satu suku minoritas yang hidup terutama di Yunnan, Guizhou, Yunnan, Hunan, Hubei, provinsi Hainan dan Guangxi Zhuang. Populasi orang Miao di China hampir 9.000.000 orang.

Suku Miao sendiri terdiri dari beberapa etnis, yaitu:
  • Black Hmong
  • White Hmong
  • Striped Hmong
  • dan lain-lain

Orang Miao berbicara dalam bahasa Miao, yang termasuk kelompok bahasa Miao-Yao dari keluarga bahasa Sino-Tibet. Bahasa Miao sendiri telah berkembang menjadi 3 dialek:
  • dialek Provinsi Hunan Barat,
  • dialek timur Provinsi Guizhou
  • dialek Chuan Qian Dian (Sichuan, Guizhou dan Yunnan)

Orang Miao hidup lama dengan orang Han, yang membuat orang Miao juga bisa berbicara dalam bahasa China, Dong dan bahasa Zhuang. Orang Miao menulis bahasa Miao dengan menggunakan huruf latin sejak tahun 1956. Orang Miao, di luar China memiliki sebutan yang berbeda, seperti di Vietnam dikenal dengan sebutan Meo atau Hmong, di Thailand dikenal dengan sebutan Maew atau Mong, sedangkan di Burma sebagai Mun Lu-myo.

Sebagian besar orang Miao masih percaya terhadap roh di alam, yang dianggap berada pada segala sesuatu di alam, yang mampu mengendalikan kehidupan mereka. Setiap kali ada bencana, mereka akan mengundang dukun untuk melakukan upacara untuk mengusir roh hantu. Mereka juga menyembah roh nenek moyang dengan mengadakan upacara peringatan yang sangat besar. Dalam upacara adat orang Miao mengadakan persembahan seperti anggur, daging dan beras ketan. Selain itu sebagian orang Miao telah memeluk agama Kristen Katolik atau denominasi Kristen lainnya.Orang Miao adalah orang yang trampil dalam mengolah barang kerajinan, seperti menyulam, menenun, pemotongan kertas, batik dan perhiasan. Bordiran Miao dan perhiasan perak sangat halus dan indah. Dari topi, kerah, dan manset untuk rok dan gendongan bayi, pola pada pakaian warna-warni.
Laki-laki memakai mantel pendek dan celana panjang, sementara para perempuan menghias diri dengan rok yang cantik dan mempesona dengan aksesoris perhiasan. Pada rok orang Miao memiliki banyak pola mengambil tema dari kehidupan seperti bunga, burung dan lain-lain.


New Rice Tasting Festival
(travelchinaguide.com)
Orang Miao memiliki banyak tradisi budaya yang dilaksanakan pada waktu yang berbeda, seperti Dragon Boat Festival, Festival Huashan, Pure Brightness dan New Rice Tasting Festival (Chixin Jie). Di antaranya, Festival Musim Semi adalah yang paling penting yang diadakan selama bulan Lunar 9 sampai bulan ke 11.

Tarian Lusheng adalah pertunjukan tarian dengan iringan musik yang unik suku Miao. Pada tarian Lusheng, diiringi alat musik tiup, dan tarian dalam pola menuntut, sambil bernyanyi satu sama lain.

Bull Fighting
(absolutechinatours.com)
Satu tradisi suku Miao yang unik adalah Bull Fighting. Seperti selama ini yang diketahui, Bull Fighting yang terkenal adalah di Spanyol. Tapi pertarungan Banteng yang paling mendebarkan dan menarik justru terdapat di antara masyarakat Miao.
Banteng adalah lambang keberanian dan kekuatan dalam budaya Miao. Menurut mitos, Chuiyou, seorang pemimpin pemberontak yang memiliki kepala banteng dan tubuh manusia, adalah nenek moyang mereka. Orang Miao memiliki sistem yang lengkap dan efektif dalam memilih dan melatih banteng. Banteng (atau sapi jantan), harus memiliki hidung lebar, pantat besar, dahi lebar, pinggang ketat, kuku kekar, mulut ketat dan kulit kencang yang menjanjikan pemenang setelah pelatihan yang tepat. Setelah persiapan, orang Miao akan membawa banteng untuk acara besar. Untuk menghidupkan semangat banteng, orang Miao memberi makan banteng mereka dengan alkohol beras yang membuat banteng menjadi berani dan agresif. Banteng akan diadu, bersaing dengan lawannnya yang terkadang sampai mati. Banteng pemenang akan diberi hadiah dan membawa ketenaran serta keberuntungan bagi pemiliknya. Acara ini akan berlangsung dari 3 sampai 5 hari.

terkait:
  • http://www.travelchinaguide.com/intro/nationality/miao/
  • http://www.absolutechinatours.com/china-travel/Yunnan/Yunnan-Top-Festivals-2-2.html
  • http://www.chinatoday.com 
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Miao_people


Suku De'ang, China

orang De'ang (chinatoday.com)
Suku De'ang (Ta'ang), adalah suatu etnis minoritas yang hidup berdiam di provinsi Yunnan China, terutama di Luxi dan Zhenkang County. Populasi orang De'ang di China lebih dari 17.000 orang.

Orang De'ang di daerah Yunnan hidup bertetangga bersama etnis minoritas lain seperti suku Dai, Jingpho dan Wa. Selain terapat di China, etnis De'ang juga terdapat di Burma yang lebih dikenal sebagai suku Palaung.

Suku De'ang di China terdiri dari 4 sub-kelompok, yaitu:
  • Pale
  • Shwe
  • Rumai
  • Riang

Sehari-hari orang De'ang berbicara dalam bahasa De'ang, yang merupakan cabang dari kelompok bahasa Mon-Khmer, dari keluarga bahasa Austroasiatic. Orang De'ang tidak memiliki bahasa tulisan tradisional, sehingga sebagian dari mereka menggunakan huruf Cina dalam berkomunikasi secara tertulis.

Orang De'ang adalah orang yang trampil untuk membuat berbagai kerajinan seperti silversmiths cor gelang, kancing, kalung dan pipa tembakau. Para perempuan untuk kerajinan tenun dan lain-lain. Barang kerajinan orang De'ang terkenal dengan kualitas yang terang dan halus.


Mayoritas orang De'ang adalah penganut Hinayana, sebuah sekte agama Buddha, yang kemungkinan mendapat pengaruh dari suku Dai. Anak laki-laki kurang dari 10 tahun dikirim ke kuil untuk belajar dan menjadi biarawan. Kebanyakan dari mereka menjalani pendidikan di kuil Buddha dalam beberapa tahun, hanya beberapa yang dipromosikan sebagai bikhu Buddha. Di luar itu, orang De'ang juga mempercayai dewa-dewa seperti Raja Naga, Dewa Gunung, Dewa Tanah dan lain-lain.

Orang De'ang memiliki tradisi budaya yang mirip dengan orang Dai, seperti Festival Air Percikan
, pembukaan dan penutupan Festival Pintu-hari sebagai seremonial.
Festival
Air Percikan diadakan pada pertengahan siklus bulan lunar ke 4, dalam waktu 3 sampai 5 hari. Pada hari besar, semua orang berkumpul di kuil-kuil, mendengarkan khotbah dan membersihkan patung Buddha dengan air murni. Setelah itu, sambil bernyanyi dan menari, mereka menyiramkan air satu sama lain yang merupakan ritual untuk memberikan salam.

Kemahiran Wushu juga menjadi andalan suku De'ang, yang disuguhkan sebagai hiburan. Orang De'ang adalah kelompok minoritas yang sopan. Dalam keluarga, yang lebih muda akan membersihkan kaki saudara yang lebih tua.


Orang De'ang hidup pada pertanian tradisional, seperti tanaman padi sawah untuk menghasilkan beras, yang menjadi makanan pokok orang De'ang. Selain itu jagung, gandum dan kacang-kacangan juga penting bagi mereka. Tanaman teh juga menjadi tanaman andalan orang De'ang, karena kebiasaan mereka minum teh kental. Mereka bangga dengan budaya teh mereka yang unik. Dalam kegiatan kunjung mengunjungi keluarga, teh menjadi suguhan yang istimewa. Cara lain untuk menikmati teh adalah dengan cara mengunyah teh basah untuk memberi kesejukan pada saat musim panas terik.

terkait:
>  http://www.travelchinaguide.com/intro/nationality/deang/
 http://www.chinatoday.com/people/china_ethnic_de_ang.htm

Suku Palaung, Burma

orang Palaung
(tai-culture.info)
Suku Palaung, adalah suatu etnis yang hidup di Shan State (Negara Bagian Shan) di Burma. Orang Palaung merupakan kelompok minoritas dari etnis Mon-Khmer. Selain di Burma orang Palaung juga terdapat di provinsi Yunnan China dan Thailand Utara.

Di Burma, orang Palaung bermukim di Palaung Self-Administered Zone. Orang Palaung sendiri sebenarnya merupakan sebuah kelompok suku, yang terdiri dari 4 sub-suku, yaitu:
  • Pale
  • Shwe
  • Rumai
  • Riang 

Orang Palaung yang hidup di Thailand disebut sebagai Benglong atau Palong. Kelompok Palaung ini kadang mencakup suku Danau (Danaw) yang memiliki identitas terpisah dari suku Pale. Kelompok Palaung yang hidup di China disebut Ta-ang atau De'ang, yang berarti "Rock people" atau "orang batu (tebing)".
Ke 3 kelompok Palaung (Pale, Shwe dan Rumai) secara mayoritas adalah penganut agama Buddha Theravada dengan kuil Buddha yang bisa ditemukan di sebagian besar kota-kota mereka. Sedangkan suku Riang adalah satu-satunya yang tetap menganut animisme.

terkait:
>  http://en.wikipedia.org/wiki/Palaung_people
>  http://www.tai-culture.info/text/text_theshan.html

Suku Rohingya, Burma

suku Rohingya rohingya 
(days.net)
Suku Rohingya, adalah suatu kelompok masyarakat Muslim dari Indo-etnis. Populasi orang Rohingya di Burma diperkirakan sekitar 1 sampai 2 juta orang. Komunitas orang Rohingya sekitar 250.000 orang hidup di Bangladesh. Sedangkan dalam kelompok kecil tersebar ke Thailand dan Malaysia.

Orang Rohingya hidup di Rakhine State (Arakan) di Burma Barat sejak berabad-abad yang lalu. Tapi karena di Burma merupakan mayoritas penganut Buddhisme, maka orang Rohingya menjadi komunitas yang terasing di negeri sendiri, karena mayoritas orang Rohingya adalah Muslim. 

Pemerintah Burma bahkan menganggap orang Rohingya sebagai orang asing di Burma. Hingga saat ini orang Rohingya menjadi suku asli yang tidak mendapat pengakuan sebagai suku asli di Burma. Akibat hal ini orang Rohingya mengalami diskriminasi, mereka tidak bisa berkembang, mencari pekerjaan tanpa memperoleh izin atau harus membayar suap, dan secara sistematis mengalami perlakuan sewenang-wenang. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan nasional "Burmanisation", ideologi ultra-nasionalis berdasarkan kemurnian rasial Burman etnis dan agama Buddha, yang dilaksanakan ketika Jenderal Ne Win dan junta militer berkuasa pada 1962.

orang Rohingya di kamp pengungsian
(nationmultimedia.com)
Sekitar 30.000 Rohingya tinggal di kamp-kamp resmi di distrik selatan-timur Bangladesh dari Cox Bazar, dengan 17.000-40.000 hidup lain tanpa dukungan di kamp-kamp darurat terdekat. Sekitar 200.000 orang hidup Thailand juga kurang mendapat perhatian dari pemerintah Thailand. Sedangkan di Malaysia yang notabene sama Muslim, juga mengalami perlakuan tidak manusiawi, termasuk penangkapan, kebrutalan polisi dan deportasi. Mereka tidak memiliki akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, dan sering menjadi korban perdagangan manusia.

terkait:
  • http://www.oxfordburmaalliance.org/ethnic-groups.html
  • Laporan: Kejahatan Terhadap Kemanusiaan di Burma Barat: Situasi dari Rohingya (Pusat Irlandia untuk Hak Asasi Manusia, 2010) 
  • Laporan: Situasi Stateless Rohingya Anak di Myanmar (Burma) (Proyek Arakan, 2012)
  • http://www.nationmultimedia.com
  • http://www.days.net

Suku Tai Khün, Burma

Kengtung, desa suku Tai Khun
(mrmyanmartravel.com)
Suku Tai Khün, adalah suatu suku minoritas yang hidup daerah perbatasan Burma, Thailand dan China. Terletak di Keng Tung (Kyaing Tong) pada suatu lembah di daerah terpencil sebelah timur Shan State (Negara Bagian Shan) di Burma.

Orang Tai Khun berbicara dalam bahasa Tai Khun yang mirip dengan bahasa Thailand. Pemukiman orang Tai Khun di Kengtung dikelilingi oleh bukit-bukit yang juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bukit lainnya.

Mayoritas masyrakat Tai Khun adalah penganut Buddha, dengan ditandai beberapa patung Buddha yang dibangun di atas danau, lembah dan perbukitan. Selain itu orang Tai Khun juga banyak yang telah memeluk agama Kristen Katolik, terlihat dengan adanya Catholic Sacred Heart Cathedral (Katedral Hati Kudus Katholik). Masyarakat suku Tai Khun, di wilayah ini hidup berdampingan dengan suku Akha, Lisu, Eng, Wa, Loi, Silver Palaung dan lain-lain.
Orang Tai Khun pada umumnya bertahan hidup dengan cara pertanian tradisional yang dipraktekkan selama berabad-abad. Mereka hidup pada tanaman padi, dan juga berbagai tanaman lainnya. Kengtung yang merupakan pemukiman orang Tai Khun memiliki banyak sawah yang subur, yang menjadi sumber kehidupan utama bagi orang Tai Khun, selain itu beberapa hewan ternak juga menjadi kegiatan sampingan bagi mereka.

situs terkait:
> http://www.mrmyanmartravel.com/kawtaung-a-golden-triangle.html

Suku Pale, Burma

orang Pale (roughguides.com)
Suku Pale, adalah salah satu suku minoritas yang hidup di negara bagian Kayah (Kayah State) di Burma (Myanmar). Selain di Kayah State, orang Pale juga terdapat di Shan State di sekitar kota Kalaw dan Namtu. Populasi orang Pale di Burma diperkirakan lebih dari 300.000 orang.

Orang Pale kadang disebut juga sebagai De'ang Pale, Ngwe Palaung atau Silver Palaung.Orang Pale merupakan salah satu sub-suku dari suku Palaung. Desa pemukiman utama orang Pale berada di daerah pegunungan sekitar perbatasan Burma - Thailand.


Selain di Burma, komunitas orang Pale terdapat juga di China, terutama di Luxi County provinsi Yunnan barat, yang tidak berapa jauh dari perbatasan Burma. Di Thailand juga terdapat sekitar 5.000 orang Pale yang menetap di distrik Fang provinsi Chiang Mai, yang bermigrasi ke Thailand pada tahun 1983 untuk menghindari pertempuran di Burma.

Suku Pale di Burma adalah penganut Buddhisme selama berabad-abad. Setiap desa Pale memiliki sebuah kuil yang dianggap sebagai kehormatan besar bagi setiap keluarga Pale ketika anak-anak mereka menjadi bhikkhu. Sebagian orang Pale masih percaya pada roh di alam, yang disebut ganam. Kekuatan supernatural ada dalam semua lingkungan alam, misalnya dalam air, hutan, langit, pohon, desa dan rumah-rumah. Penawaran kepada roh-roh yang paling sering dibuat oleh orang biasa, meskipun dianggap roh bisa menyebabkan penyakit atau bencana yang dibuat oleh seorang tukang sihir, yang disebut pho moo muang
Daging dari sacrifices direbus sebelum dipersembahkan kepada roh alam. Setiap desa Pale memiliki rumah roh, yang terletak tidak jauh dari desa, dan roh gerbang melindungi roh jahat masuk ke desa.

situs terkait:
>  http://asiaharvest.org/wp-content/themes/asia/docs/people-groups/Myanmar/PalaungPale.pdf
>  http://www.roughguides.com/article/living-with-the-locals-in-rural-myanmar/

Suku Mon, Burma

orang Mon
(guideformyanmar.com)
Suku Mon, adalah orang-orang yang banyak bermukim di Mon State (Negara Bagian Mon), yang berada di selatan Burma, juga di daerah perbatasan Bago (Pegu), wilayah Tanintharyi (Tenasserim), Delta Irrawaddy dan di sepanjang perbatasan Thailand-Burma selatan,  juga terdapat di wilayah Karen. Daerah pemukiman orang Shan memiliki akses langsung ke laut Andaman. Perkiraan populasi orang Mon di Burma adalah sebesar 8 juta orang.

Orang Mon termasuk suku bangsa yang dianggap sebagai penghuni pertama Asia Tenggara dan yang pertama menetap di Burma. Peran mereka sangat besar dalam penyebaran Theravada Buddhisme di Asia Tenggara. Orang Mon memiliki sekolah agama Buddha tertua di Burma. Penyebaran orang Mon di Asia Tenggara, meliputi Burma, Thailand hingga ke Malaysia.

wilayah pemukiman orang Mon (albany.edu)
Simbol dari orang Mon adalah "Hintha", yaitu "angsa" yang merupakan mitologi orang Mon, dan juga merupakan lambang negara dari daerah Bago dan Negara Mon, dua kubu dalam sejarah Mon.

Orang Mon berbicara dalam bahasa Mon, yang merupakan cabang keluarga bahasa Austroasiatic. Sedangkan sebagian orang Mon yang berbicara dalam bahasa Burma dihitung sebagai orang Bamar (etnis mayoritas Burma) oleh pemerintah Burma. 
Orang Mon di Burma berjuang untuk melestarikan bahasa dan budaya Mon, dan mendapatkan kembali posisi yang lebih baik dalam otonomi politik. 

Orang Mon di Burma dibagi menjadi 3 sub-kelompok berdasarkan wilayah leluhur mereka di Lower Burma: 
  • Man Nya, dari Pathein (delta Irrawaddy) di barat
  • Man Duin, di Bago
  • Man Da
  • Nyah Kur (Chao-bon), adalah suatu kelompok masyarakat keturunan Mon yang berbicara dalam bahasa Nyah Kur, yang berasal dari Dvaravati, yang kini hidup di Thailand. Orang Nyah Kur di Thailand dikenal sebagai Chao-bon. Bahasa Nyah Kur diucapkan oleh sekitar 4000 - 6000 orang, yang sebagai besar hidup di provinsi Chaiyaphum.
    Bahasa Nyah Kur memiliki 2 dialek, yaitu:
    - dialek Chaiyaphum (dialek selatan)
    - dialek Pechabun (dialek utara)

Dari bukti penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang Mon dan orang Bamar berbagi keturunan genetik umum. Sebuah studi genetik yang dilakukan pada orang Mon dan Bamar menunjukkan prevalensi tinggi tertentu dehidrogenase glukosa-6-fosfat (G6PD).

Orang Mon aktif dalam perjuangan anti-kolonial untuk kebebasan Burma. Setelah kemerdekaan Burma pada tahun 1948, orang Mon mulai mencari penentuan nasib sendiri. Mereka berusaha bangkit memberontak beberapa kali dan mengalami peristiwa berdarah dalam tekanan rezim Burma. Pada tahun 1962 Negara New Mon muncul dan Negara Mon sebagian otonom. Pemerintah Burma menciptakan "Monland" pada tahun 1974 untuk menenangkan orang Mon. Namun, bentrokan tetap berlanjut sampai ditandatangani perjanjian gencatan senjata pada tahun 1996. Meskipun ada perjanjian gencatan senjata, wilayah Mon tetap rapuh dan ada keprihatinan serius tentang keamanan dan pelanggaran HAM untuk orang Mon. Masyarakat Mon banyak yang mengungsi ke Thailand, juga ke negara-negara lain, bahkan ke Amerika. 

Orang Mon memiliki budaya yang kaya dan kuno, yang memiliki pengaruh besar budaya dominan di Burma, serta script Mon yang digunakan dalam bahasa Burma. Namun, rezim Burma tidak membiarkan orang Mon berbicara dalam bahasa Mon dan mengembangkan budaya Mon.
Budaya Mon meliputi tarian spiritual, alat musik seperti crocodile xylophone, harpa dan gitar datar. Tarian Mon diiringi dengan musik latar belakang menggunakan seperangkat drum tuned melingkar dan diiringi tepuk tangan, crocrodile xylophone, gong, seruling, gitar datar, kecapi dan banyak lagi. Pakaian tradisional Mon mirip dengan pakaian suku Bamar. Sedangkan orang Mon yang tinggal di Thailand telah mengadopsi gaya syal dan rok Thailand.

situs terkait:

- http://arakanhrdo.org/2011/09/13/health-and-education-in-burma/
- http://www.myanmar.com/people/mon.html
- http://www.oxfordburmaalliance.org/ethnic-groups.html
- http://www.guideformyanmar.com/people.html
- http://www.albany.edu/~gb661/