Suku Kolang, Nusa Tenggara Timur

desa Tueng
pemukiman suku Kolang
Suku Kolang, merupakan suatu kelompok masyarakat yang berdiam di desa Tueng kecamatan Kuwus kabupaten Manggarai Barat provinsi Nusa Tenggara Timur. Populasi diperkirakan sebesar 1887 orang pada sensus tahun 2010

Suku Kolang merupakan salah satu dari 38 suku-suku kecil (kedaluan/ hameente) yang bermukim di Manggarai, yang pada masa reformasi Manggarai dimekarkan menjadi 2 wilayah, yaitu Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Pemekaran terjadi pada tahun 2003 untuk Manggarai Barat dan tahun 2006 untuk Manggarai Timur.

masyarakat suku Kolang
Walaupun telah terpisah dengan 2 nama wilayah yang berbeda, tapi secara historis ke 38 kedaluan tersebut tetap tidak terpisahkan.

Ke 38 suku kecil (kedaluan) tersebut adalah:
  1. Ruteng
  2. Rahong
  3. Ndoso
  4. Kolang
  5. Lelak
  6. Wontong
  7. Todo
  8. Pongkir
  9. Pocoleok
  10. Sita
  11. Torokgolo
  12. Rongga 
  13. Koe
  14. Kepo
  15. Manus
  16. Rimu
  17. Welak
  18. Pacar
  19. Rego
  20. Bari
  21. Pasat
  22. Nggalak
  23. Ruis
  24. Reo
  25. Cibal
  26. Lambaleda
  27. Congkar
  28. Biting
  29. Pota
  30. Rembong
  31. Rajong
  32. Ngoo
  33. Mburak
  34. Kempo
  35. Boleng
  36. Matawae
  37. Lo'o

  38. Bajo

Dari ke 38 kedaluan, terdapat banyak ragam dalam cerita tentang asal usul nenek moyang mereka. Ada yag mengisahkan berasal dari laut, dari gunung dan lain-lain.

Suku Kolang hidup berdampingan dengan ke 37 suku kecil di wilayah ini. Walaupun mereka memiliki identitas sendiri-sendiri, tapi pada dasarnya mereka masih berkerabat dan banyak terjadi hubungan kekeluargaan di antara mereka.

Suku Kolang dalam kepercayaan asli mereka telah mempercayai dengan adanya satu Tuhan, yaitu menyembah Mori Jari Dedek (Tuhan Maha Pencipta). Masyarakat Manggarai biasanya memberikan sesajian atau persembahan di compang (altar kampung) dan juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dianggap angker dan suci. Masyarakat Manggarai tidak pernah melupakan roh-roh orang yang telah meninggal, sehingga persembahan diberikan juga kepada nenek moyang. Hal ini dilakukan karena masyarakat Manggarai merasa tak terpisahkan dengan nenek moyangnya, sehingga rohnya tetap dihormati.
Masuknya bangsa Eropa ke wilayah Manggarai maka membawa pengaruh agama Kristen Katolik terhadap kepercayaan atau religi masyarakat Manggarai khususnya masyarakat suku Kolang. Adanya pengaruh tersebut sama sekali tidak melunturkan religi asli masyarakat Manggarai, melainkan karena adanya kemiripan antara agama Kristen dengan religi asli masyarakat Manggarai maka agama Kristen Katolik pun diterima sepenuhnya oleh masyarakat Manggarai.

Salah satu upacara yang dianggap penting dalam masyarakat suku Kolang adalah Upacara Adat Nongko Gejur, yaitu suatu upacara yang dilaksanakan pada saat sebelum panen. Upacara ini dilaksanakan sebagai ucapan syukur dan terima kasih kepada Mori Jari Dedek (Tuhan Sang Pencipta) dan Empo (para leluhur) atas segala penyertaan dalam segala usaha masyarakat khususnya di bidang pertanian dan perkebunan, sehingga padi dan jagung siap untuk dipanen.
Dalam setiap upacara adat, masyarakat suku Kolang menyiapkan hewan kurban. Hewan kurban di sini merupakan sebuah simbol penghargaan kepada Tuhan Sang Pencipta dan para leluhur yang tidak kelihatan wujudnya.

Dari cerita rakyat yang terpelihara dalam masyarakat suku Kolang, menceritakan asal usul masyarakat suku Kolang. Walaupun ini hanya merupakan cerita rakyat, tapi bisa dijadikan acuan untuk menelusuri masa lalu masyarakat suku Kolang.

Pada mulanya suku Kolang mendiami sebuah tempat yang bernama Nder Laho. Sebab musabab suku Kolang berada di desa Tueng adalah: pada waktu itu terjadilah hubungan perkawinan antara suku Kolang dan suku Suka yakni antara seorang pria yang bernama Jangga dari Kolang dan seorang wanita dari Suka yang bernama Umbur. Setelah menikah, mereka tinggal di Nder Laho. Umbur sering kembali ke Suka untuk menjenguk sanak keluarganya, tetapi saat Umbur pergi ke Suka, ia menceritakan bahwa orang Nder Laho menjelekkan nama orang suka. Sekembalinya Umbur dari Suka, ia juga menceritakan nama orang-orang Suka kepada orang-orang Nder Laho. Umbur mengadu domba orang suka dan kolang.
bagan silsilah suku Kolang
sumber: stengeon
Karena hal ini maka timbullah percekcokan antara orang suka dan orang Nder Laho. Baik orang Suka maupun orang Nder Laho, telah mengetahui bahwa yang menjadi penyebab pertikaian ini adalah Umbur. Tapi orang Nder Laho tidak mengadili Umbur karena dia sudah menjadi bagian dari keluarga Nder Laho. Lain halnya dengan yang dilakukan oleh orang Suka. Langkah pertama yang dilakukan orang suka adalah membunuh saudari mereka sendiri yakni Umbur, karena menurut mereka dialah penyebab pertikaian tersebut. Setelah membunuh Umbur, orang suka menyerang Nder Laho karena ditantang oleh orang Nder Laho yakni Wajang. Terjadilah pertikaian antara Suka dan Nder Laho. Wajang adalah seorang yang sakti mandraguna, kebal terhadap api dan besi. Dalam pertempuran, Wajang sanggup menahan gempurang dari orang Suka. Tak sedikitpun serangan-serangan dari orang Suka yang berhasil membunuh atau melukainya.
Walaupun demikian, karena orang Suka membagi serangan mereka menjadi 2 bagian, yakni sebagiannya menghadapi Wajang dan sebagiannya menghancurkan kampung Nder Laho. Usaha orang suka berhasil, mereka berhasil membakar kampung Nder Laho, sehingga warga kampung Nder Laho sebagian lari ke suatu daerah yang bernama Kolang, Tueng, dan sebagiannya lagi lari ke suatu daerah yang bernama Daleng. Orang Nder Laho yang lari ke Tueng kemudian menetap dan membuka kebun di sana. Pada tahun 1939 (pada masa perang dunia II), daerah Tueng menjadi salah satu sasaran pemboman jepang. Pemukiman maupun lahan perkebun dari orang Nder Laho di Tueng hancur. Oleh karena itu, masyarakat lari ke Ngalo (sekarang Dusun Ngalo), menetap dan membuka kebun di sana hingga sekarang.

Sedangkan menurut Yoseph Bang (69: 10 Mei 2011, tua adat), setelah kampung Nder Laho diserang oleh suku Suka, masyarakat suku Kolang yang menetap di Nder Laho lari dan berpencar ke beberapa daerah antara lain: daerah Tueng, daerah Kolang, dan daerah Daleng. Suku Kolang yang mendiami daerah Tueng adalah keluarga Jangkal dan keluarga Banja (Ngabal); suku Kolang yang mendiami daerah Kolang adalah keluarga Banja (Rapet) dan keluarga Jangga; dan suku Kolang yang mendiami daerah Daleng adalah keluarga Antol.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kita dapat mengetahui sejarah suku Kolang di Kabupaten Manggarai Barat yang walaupun mereka berada di beberapa daerah, tetapi pada mulanya berasal dari satu nenek moyang dan satu daerah.

Masyarakat suku Kolang adalah masyarakat agraris, terlihat dari kegiatan bertani dan berkebun. Daerah Manggarai sendiri dikenal dengan beberapa hasil pertanian dan perkebunan seperti padi, jagung, kopi, cengkeh, kemiri dan sebagainya. Selain bertani dan berkebun, mereka juga memelihara beberapa hewan ternak, seperti babi, ayam, kambing, kerbau sapi dan sebagainya.

sumber:

Suku Dawan, Nusa Tenggara Timur

masyarakat suku Dawan
Suku Dawan, merupakan suku yang berada di pulau Timor. Suku Dawan ini menempati seluruh wilayah Timor Barat, tersebar di 3 kabupaten yaitu kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan kabupaten Timor Tengah Utara provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Populasi suku Dawan diperkirakan sekitar 600.000 orang.

Suku Dawan sering disebut juga sebagai orang Atoni Pah Meto. Orang Atoni ini kebanyakan hidup di daerah pedalaman. Mereka hidup sebagai petani. Selain itu kehidupan mereka sangat tergantung dari alam. Menurut mereka alam memberikan kesejahteraan bagi manusia, tapi bisa juga mendatangkan malapetaka.

Masyarakat suku Dawan hidup dalam kelompok-kelompok berdasarkan kanaf (marga). Setiap kanaf memiliki adat istiadatnya masing-masing.
Dalam menjaga keharmonisan dengan alam, masyarakat Dawan meiliki berbagai tradisi lisan. Beberapa tradisi lisan tersebut umumnya menggunakan bahasa ritual dan upacara formal dalam masyarakat tersebut. Kehidupan masyarakat Dawan memiliki hubungan yang erat antara ritus dan mitos pertanian, yang juga berhubungan erat dengan keyakinan religius tradisional. Kehidupan masyarakat dawan selalu berhubungan dengan berbagai ritus primitif dalam setiap kegiatan hidup mereka. Salah satu ritus tetap dipraktekkan oleh masyarakat Dawan primitif itu yakni Fua Pah. Suatu ritus untuk menyiasati alam yang gersang dan iklim yang kurang bersahabat. Fua pah adalah salah satu ritus dalam sistem kepercayaan masyarakat Dawan mengenai (Tuhan, Roh, Alam Semesta, Bumi dan Kerja). Fua pah merupakan penyembahan terhadap wujud tertinggi yang tidak diketahui dan dijangkau oleh daya nalar manusia.

Masyarakat Dawan yang hidup di pulau Timor hidup dalam kelompok-kelompok kecil, membentuk komunitas berdasarkan kanaf (marga). Komunitas ini hampir bersifat ekslusif dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Masyarakat Dawan pada umumnya hidup dengan bercocok tanam dan beternak. Hal ini merupakan pengaruh yang sangat besar dari komposisi tanah, iklim dan sumber air di wilayah tersebut. Keadaan tanah berupa tanah liat berpori yang mengandung kapur sangat sulit bagi tumbuhnya vegetasi penutup. Saat musim hujan keadaan tanah banyak mengandung air dan mengembang ketika sudah penuh dengan air hujan. Pada saat musim kemarau, tanah menjadi kering dan sangat sulit menemukan sumber air di daerah-daerah yang lebih rendah. Faktor-faktor alam seperti inilah yang mebuat masyarakat lebih memilih tinggal di daerah-daerah pegunungan yang banyak air. Daerah pegunungan merupakan pusat pemukiman dan pusat pertanian. Daerah pegunungan merupakan pusat pengembangan usaha tani lahan kering yang di dominasi oleh tanaman palawija dan jagung. Daerah atau wilayah yang keadaan tanahnya berupa tanah liat umumnya digunakan sebagai bahan dasar untuk kerajinan. Misalnya membuat periuk dari tanah liat, patung-patung, pot bunga, asbak rokok, dan jenis kerajinan tangan lainnya yang memiliki nilai jual yang tinggi. Sementara untuk tempat pertanian, umumnya mereka memilih dataran tinggi sebagai tempat mengembangkan usaha pertanian. Masyarakat Dawan mengembangkan usaha pertanian di daerah pegunungan; berpindah-pindah tempat dengan sistem tebas-bakar.
Itulah sebabnya, pusat pemukiman masyarakat Dawan umumnya ditemukan di wilayah-wilayah pegunungan yakni di daerah pedalaman pulau Timor yang kondisi tanahnya sangat kering. Maka tidak mengherankan bagi kita apabila orang Dawan menamakan dirinya Atoni Pah Meto, yang artinya “Orang daerah kering” atau “Orang tanah kering”.

Masyarakat Dawan telah memeluk agama Kristen, yang menjadi agama utama bagi masyarakat suku Dawan di pulau Timor ini. Tapi jauh sebelum agama Kristen masuk ke pulau Timor, masyarakat Dawan telah memiliki konsep tentang “Yang Ilahi”. Pengalaman akan “Yang Ilahi” dalam dalam setiap kegiatan hidup manusia.

masyarakat suku Dawan
dalam suatu ritual
Sejak zaman dahulu masyarakat Dawan menghadapi kenyataan hidup yang tidak dapat ditangkap secara rasional. Apa yang dialami dalam kehidupannya ditanggapi sebagai suatu misteri. Misteri tersebut tidak sama dengan teka-teki. Ia adalah misteri besar yang tidak pernah dimengerti, namun tidak disangkal kebenarannya dalam setiap pengalaman manusia. Oleh karena itu, masyarakat Dawan menyebut “Yang Tertinggi” itu dengan sebutan Uis Neno.
Selain Tuhan langit, Masyarakat Timor Dawan juga mengakui adanya Tuhan bumi atau penguasa alam semesta. Tuhan bumi ini disebut Uis Pah atau Pah Tuaf (pah artinya dunia atau alam). Uis Neno dan Uis Pah atau Pah Tuaf diakui membentuk satu kesatuan ilahi. Walaupun demikian superioritas Uis Neno tetap nyata. Kuasa Uis Neno melampaui kekuasaan dewa manapun. Uis Neno dan Uis Pah atau Pah Tuaf memiliki sifat yang berbeda. Uis Neno merupakan sang pencipta, sang penyelenggara dan Mahakuasa. Sedangkan Uis Pah atau Pah Tuaf dianggap bisa memberikan malapetaka bagi manusia. Oleh karena itu, manusia harus berusaha mengambil hati mereka dengan berbagai upacara ritual.

1. Uis Neno (Tuhan )
Uis Neno berasal dari kata Uis atau Usi artinya Raja, Tuan, Yang Empunya, sedangkan Neno artinya hari, langit, Yang tertinggi. Uis Neno diartikan sebagai Dewa atau “Tuhan”.
Uis Neno adalah “Dewa Langit” atau “Dewa Tertinggi”, memiliki kekuatan yang lebih tinggi, dan berkuasa atas langit dan bumi yang diyakini oleh masyarakat Dawan sebagai “Tuhan”.
Uis Neno dianggap sebagai asal mula segala sesuatu; pencipta, pemelihara dan penguasa alam semesta. Uis Neno juga digambarkan sebagai Apinat ma Aklaat atau “Yang Bernyala dan Yang Membara”, Afinit ma Amnaut atau “Yang Tertinggi dan Yang Mengatasi Segala Sesuatu”.
Uis Neno juga diyakini sebagai pemberi Manikin ma Oetene atau “Yang memberi kita makanan dan kesehatan”. Uis Neno tidak boleh disebutkan namanya secara langsung. Ia adalah dewa pemberi hujan, sinar matahari, atau untuk medapatkan keturunan, kesehatan dan kesejahteraan.
Dalam tradisinya, Uis Neno adalah Dewa yang paling istimewa dari dewa-dewa lain yang ada dalam masyarakat suku Dawan. Ritus Fua Pah Fua Pah adalah salah satu upacara ritual masyarakat Timor Dawan terhadap Uis Neno atau uis pah atau Pah Tuaf sebagai penguasa langit dan bumi. Upacara ritual ini dilaksanakan pada saat masyarakat Timor Dawan hendak mepersiapkan lahan pertanian yang baru maupun syukur atas panenan yang baru.

Kehadiran Uis Neno menurut pemahaman masyarakat Timor Dawan adalah melalui air, tanah, langit, serta benda-benda alamiah lainya seperti batu besar, pohon beringin yang dianggap memiliki kekuatan dan dianggap sakral. Uis Neno yang adalah pencipta dan pemelihara sangat berperan dalam hidup manusia. Peran Uis Neno dalam masyarakat Dawan, dilihat berdasarkan sifat-sifat ilahi-Nya yakni:
  • Apinat ma Aklaat: menyala dan membara Hal ini mengindikasikan Uis Neno dengan matahari. Kekuatan panas dan cahaya matahari yang dasyat tidak dapat ditandingi oleh kekuatan panas atau cahaya manapun. Uis Neno yang adalah Mahakuasa tidak dapat dilampaui oleh kuasa manapun. Uis neno adalah matahari dan cahaya sejati.
  • Amoet ma Apakaet: pencipta dan pemelihara Uis Neno adalah Tuhan pencipta alam semesta beserta segala isinya. Ia adalah penyebab segala sesuatu. Dia adalah penguasa langit dan bumi dan segala mahkluk harus tunduk kepada-Nya.
  • Alikin ma Apean: pembuka jalan dan mengatur kehidupan Uis Neno adalah penyebab awal dari segala sesuatu. Dia yang pertama memulai segala sesuatu dan segala mahkluk tergantung kepada-Nya. Ia juga yang mengatur seluruh perjalanan hidup manusia. Ia adalah alva dan omega, awal dan akhir.

2. Uis Pah atau Pah Tuaf (Dewa Bumi)
Uis Pah adalah sebutan untuk roh yang dianggap berkuasa atas tanah. Menurut kerpercayaan masyarakat Dawan, roh-roh tersebut adalah penghuni pohon-pohon besar, batu-batu besar, sungai dan gunung. Dewa ini dianggap sebagai dewi wanita yang mendampingi Uis neno.
Setiap roh yang mendiami tempat-tempat tersebut di atas memiliki peranannya masing-masing. “Roh-roh dan dewa-dewi ini, menurut H.G. Nordholt Schulte, berbagai variasi manifestasi dari dewa tertinggi orang Dawan Uis Neno […] dewa tertinggi ini memanifestasikan dirinya dalam berbagai jenis dewa-dewi rendah lainya dan diberi wewenang untuk menangani daerah-daerah atau bagian-bagian kehidupan tertentu”.

seorang anak suku Dawan
Masyarakat suku Dawan pada umumnya hidup dengan bertani. Dengan kondisi alam yang tandus dan kering. Untuk persiapan lahan, masyarakat Dawan harus melewati beberapa tahap berikut:
  • tahap menebas hutan/membersihkan kebun (ta’nelat hun mau),
  • tahap membakar hutan (polo nopo/sifo nopo),
  • tahap menanam (tapoen fini buke),
  • tahap pertumbuhan tanaman (eka ho’e),
  • tahap panen perdana (eka pen a smanan ma anne smanan)” .

 sumber: