Suku Dayak Meratus

suku Dayak Meratus
(melayuonline.com)
Suku Dayak Meratus, adalah suatu komunitas adat yang ada di pegunungan Meratus, sebelumnya lebih di kenal dengan sebutan sebagai Dayak Bukit. Dayak Meratus adalah salah satu dari sekian banyak sub suku Dayak, yang bertempat tinggal di sekitar pegunungan Meratus.

Sub etnis suku Dayak Meratus berdasarkan "bubuhan":
- bubuhan Lok Sado,
- bubuhan Halong
- bubuhan Labuhan
- bubuhan Atiran
- bubuhan Pitap
- bubuhan Sampanahan
- bubuhan Harakit
- dan banyak lagi.

Terdapat silang pendapat tentang asal-usul suku Dayak Meratus, menurut Tjilik Riwut (1979) Dayak Meratus termasuk dalam kelompok Dayak Ngaju, namun masih diragukan karena dari segi bahasa dan kepercayaan ada perbedaan, sedangkan Idwar Saleh (1984) mempunyai pendapat bahwa Dayak Meratus merupakan penduduk asli Kalimantan Selatan yang dahulunya mendiami daerah pesisir dan pinggiran aliran sungai Tabalong, namun karena datangnya imigran Melayu pada abad 400-500 M penduduk asli ini tersisih ke daerah pegunungan. Orang Dayak Meratus mempunyai kebudayaan dan kepercayaan sendiri yang dinamai dengan Balian.

Balian
suku Dayak Meratus
(dayakmeratushst.blogspot.com)
Kepercayaan Balian orang Meratus bersifat lisan (oral), hampir tidak ditemui berupa buku (kitab) tertentu yang mengatur umat menjalankan ajaran-Nya. Kepercayaan Orang Meratus dapat dikatakan sebagai kepercayaan masyarakat “Huma” terkait dengan penghormatan terhadap “Padi” secara sakral yang terwujud dalam upacara-upacara ritual.

 Tuhan bagi orang Meratus pantang disebut-sebut, karena merupakan hal yang tabu. Mereka mempercayai adanya Tuhan nama “Ilah” (sang pencipta) berikut kekuatan supranatural-Nya. Di samping berkeyakinan adanya Tuhan mereka tidak meninggalkan adanya sejumlah nama Ilahiyat yang harus dipuja-puji dan dihormati misalnya (1) Arwah nenek moyang (Datu-Nini); (2) Arwah yang masih gentayangan di sekitar tempat tinggal (Pidara); dan (3) Roh para penguasa yang berjasa (Kariau), serta roh-roh alam (Penguasa dan pemelihara hutan, lading, pohon-pohon, sungai, hewan dan sebagainya).

Bumi dipercayai sebagai Ibu (Indung-Pangasihan), Langit disebut Bapak Penguasa (Bapak Kuwasa), Diri manusia (Limbagan) mempunyai saudara empat (Dangsanak empat) ada yang baik, ada yang buruk sehingga mempengaruhi diri manusia. Padi diagungkan sebagai buah Langit (sebut = rezeki, buah tahun, buah pohon, kembang musim) diberi gelar “Diyang”.

Orang meratus secara umum mempercayai adanya 3 (tiga) Ilah Utama, adalah sebagai berikut:
1. Suwara, adalah Ilah pencipta alam raya, Manusia pertama, serta tujuh tumbuhan pelindung;
2. Nining Bahatara, adalah Ilah Pengatur (Pencatu) rezeki, nasib manusia berikut dan
3. Sangkawanang, adalah Ilah yang memberi dan menentukan kewenangan terhadap Padi.

rumah suku Dayak Meratus
(travel.detik.com)
Religi orang Meratus dinamakan “religi Balian”, namun harus dipisahkan dengan pimpinan keagamaan mereka juga diberi nama “Balian, ialah orang yang memimpin seluruh aspek upacara ritual kehidupan orang Meratus. Balian bertingkat-tingkat. Pertama, Guru Jaya; yakni orang yang berwenang penuh memimpin semua upacara, membuka upacara, seorang guru keagamaan tradisional dan merangkap sebagai dukun (ahli pengobatan penyakit) dan dipandang sebagai symbol pemersatu bubuhan.
Kedua, urutan Balian adalah Balian Tuha; orang yang berwenang penuh memimpin upacara religius adat bubuhan tertentu, lebih rendah dari guru Jaya, tetapi berpengaruh kuat dalam adat, ia cikal bakal guru Jaya. Ketiga Balian Tengah dan Balian Anum, orang yang sementara waktu bisa menggantikan peran Guru Jaya dan Balian Tuha, apabila diperlukan, iapun masih dalam tahap yang belum tinggi dan masih belajar.

Semua aspek upacara tidak bisa dipisahkan dari tarian “Tandik” atau “Batandik” dan kerasukan (in-trance), dibantu Juru Patati (orang yang menjawab pertanyaan, menjelaskan dan menterjemahkan kemauan Balian) saat kesurupan. Di samping itu peran tukang tabuh gendang sangat berperan dalam upacara yang dimainkan oleh laki-laki ataupun perempuan, di mana pukulan gendang harus sesuai dengan gerak Ilah yang dijadikan komunikasi untuk dipanggil.

Orang Dayak Meratus juga mengenal Kepercayaan (Agama) Kaharingan dan Buddha, Agama Kaharingan akibat pengaruh masuknya orang Dayak Maanyan ke Pegunungan Meratus. Sedangkan Religi Buddha pengaruh dari Kerajaan Melayu bernama Tanjungpuri ketika pengaruh Kerajaan Negaradipa mulai kuat sehingga sebagian orang-orang Tanjungpuri menyingkir ke Pegunungan Meratus, sebagai contoh pengaruh Buddha ada di daerah Halong yg sebagian penduduknya menganut ajaran Buddha, juga adanya sebuah kampung di kab. Balangan bernama Bihara yang berasal dari istilah Vihara.

Hubungan dengan Orang Banjar pun tidak bisa dipisahkan karena orang Banjar itu sendiri kemungkinan berasal dari keturunan Orang Dayak baik berasal dari Ngaju, Maanyan maupun Bukit (Meratus).
Jadi masalah bahasa kenapa lebih mirip bahasa Melayu, itu dikarenakan interaksi dengan orang-orang Melayu selama berabad-abad, namun untuk bahasa asli orang Meratus masih bisa dijumpai ketika digelarnya upacara-upacara adat.

Para penghuni pertama Kalimantan Selatan diperkirakan terkonsentrasi di desa-desa besar di kawasan pantai kaki pegunungan Meratus yang lambat laun berkembang menjadi kota-kota bandar yang memiliki hubungan perdagangan laut dengan India dan Cina, di samping hubungan dagang interinsuler.

Selanjutnya konsentrasi populasi terjadi di aliran Sungai Tabalong sebagai daerah yang terpadat penduduknya. Kemungkinan pada abad ke-5 Masehi telah berdiri Kerajaan Tanjungpuri sebagai pusat kolonisasi orang-orang Melayu yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Mereka memperkenalkan bahasa dan kebudayaan Melayu sambil berdagang dan kemudian berasimilasi dengan penduduk sekitarnya yang terdiri dari suku-suku Maanyan, Lawangan, dan Bukit (Dayak Meratus)

Saat ini bahasa yg digunakan masyarakat Dayak Meratus lebih cenderung menggunakan bahasa Banjar Pahuluan (Melayu Kuno).


sumber: 
- dayak post
- dayak youth community
- dayakmeratushst.blogspot.com
- travel.detik.com
- melayuonline.com
- wikipedia
- dan sumber lain


baca juga:
- Dayak
- Dayak Bahau
- Dayak Maanyan

Marga Suku Gayo

Suku Gayo, punya marga ?
Walaupun sebagian besar masyarakat suku Gayo tidak mencantumkan nama marganya, tetapi sebagian kecil masih ada yang menabalkan atau mencantumkan nama marga-marganya, terutama yang bermukim di wilayah Bebesen.

Berikut daftar marga-marga pada suku Gayo
  • Ariga
  • Cebero
  • Linge
  • Melala
  • Munte
  • Tebe
  • Linge

Suku Dayak Maanyan

Suku Dayak Maanyan, adalah salah satu suku yang mendiami Pulau Kalimantan. Pemukimannya sekarang meliputi sebagian wilayah utara Propinsi Kalimantan Selatan dan sebagian wilayah daerah timur Propinsi Kalimantan Tengah yakni didaerah Barito Timur dan Barito Selatan serta daerah Waruken dan sekitarnya yang termasuk Daerah Tingkat II, Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan.

gadis-gadis Maanyan di masa lalu
Menurut cerita, pemukiman pertama suku ini adalah di tepi sungai Martapura (Klimbenteng) Kayu Tangi, Marampiau, Tane Karang Anyan serta di sepanjang sungai Tabalong (Benua Lawah) atau Benua Lawas menurut lafal Melayu, masuk sungai Balangan. Serta menyusuri sungai Barito yakni sungai-sungai Sirau, di sekitar Patai dan aliran sungai lainnya. Tempat ini dikenal oleh suku Maanyan dengan nama Nansarunai.

Dialek Bahasa Maanyan, terdiri dari:

Wilayah Benua Lima meliputi :
- Jangkung,
- Hadiwalang,
- Uwei,
- Pulau Padang,
- Kayunringan

Wilayah Paju Epat meliputi :
- Telang,
- Siong,
- Balawa,
- Murutowo

Wilayah Paju Sepuluh meliputi :
- Murungkliwen,
- Pimpingen,
- Munsit,
- Harara,
- Patai,
- Lasi Muda,
- Sarabon,
- Pagar,
- Tangkan,
- Bangi Sampa Tulen.

Menurut beberapa situs ternyata bahasa Maanyan memiliki banyak kesamaan dengan bahasa yang dipergunakan di pulau Madagaskar. Belum ada data yang akurat mengapa bahasa Maanyan juga digunakan di Madagaskar. Kemungkinan pada masa-masa ratusan tahun atau ribuan tahun yang lalu telah terjadi migrasi ke wilayah Madagaskar, atau sebaliknya dari Madagaskar ke Kalimantan.


diolah dari berbagai sumber


baca juga:
- Dayak
- Dayak Meratus
- Dayak Bahau