Suku Kahia

Suku Kahia, adalah suatu komunitas suku yang menempati daerah Boang, yang menyebut dirinya suku Kahia, atau suku Dairi Kahia, kadang-kadang disebut juga sebagai suku Pakpak Kahia. Mereka mengatakan dulunya mereka memang berasal dari wilayah Pakpak sekarang, tetapi menurut anggapan mereka, bahwa mereka bukanlah suku Pakpak.

Asal nama "kahia" sendiri belum diketahui darimana. Ada suatu daerah di india pada masa dahulu, bernama "kahia", yang kira-kira berarti "tukang kebun", "petani". Apakah suku Kahia yang sekarang ini berasal dari sana? dan apakah suku Kahia suka berkebun atau bertani? apakah ada hubungannya? Pada masa lalu kedatangan bangsa Hindusthan telah memasuki tanah batak dan sebagian telah berbaur dengan suku-suku asli, yang berbaur dengan komunitas suku kecil selain pembauran dengan suku Pakpak, Dairi dan Karo. Kemungkinan besar telah terjadi perkawinan campur antara pendatang dari Hindusthan dengan suku-suku asli pada masa itu, hingga terbentuklah komunitas suku Kahia. Tetapi anggapan ini hanyalah teori belaka, belum tentu kebenarannya, karena belum ada penelitian lebih lanjut tentang ini.

Suku Kahia beranggapan dahulunya mereka telah menjadi penghuni tetap tanah Dairi jauh sebelum orang Pakpak atau orang Dairi ada memasuki wilayah Dairi, Tetapi karena sifat nomaden bangsa Batak pada zaman dahulu, mereka memilih pindah ke suatu wilayah yang dianggap lebih baik, yaitu suatu tempat yang sekarang disebut daerah Boang yang telah dihuni terlebih dahulu oleh suku Boang dan suku Singkil.

Pada saat ini suku Kahia, kebanyakan sudah membaur dengan etnis lain, seperti suku Batak Singkil dan suku Pakpak lainnya seperti suku Klasen dan suku Boang.

Sedagkan menurut suku Dairi seperti suku Klasen dan suku Boang, bahwa suku Kahia bukanlah suatu etnis tersendiri, melainkan adalah bagian dari subsuku Dairi, dan dianggap sebagai bagian dari suku Boang.

Kembali ke masalah penolakan identitas, suku Kahia lebih suka disebut sebagai suku Kahia, bukan suku Pakpak maupun suku Dairi. Tetapi sebagian dari mereka tidak menolak kalau disebut sebagai suku Dairi Kahia atau sebagai suku Batak Kahia.


diolah dari segala sumber

Suku Boang

Suku Boang, adalah suatu komunitas yang hidup dan bermukim relatif di daerah pinggiran sungai besar yang langsung bermuara ke laut Singkil, yaitu sungai Simpang Kanan dan Sungai Simpang Kiri dan secara teritorial berada dalam kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam Aceh. Di dalam kehidupan sehari-hari biasanya orang mengasosiasikan suku Boang ke dalam sub-suku Pakpak atau kadang kala disebut sebagi suku Pakpak Boang. Menurut Suku Pakpak, bahwa suku Boang ini adalah salah satu bagian dari 5 suak (puak) suku Pakpak. Sedangkan menurut suku Klasen, bahwa suku Boang adalah bagian dari suku Dairi, yang terdiri dari suku Klasen dan suku Boang.

Menurut Suku Boang, sebagian besar dari mereka menganggap, bahwa mereka bukanlah bagian dari suku Pakpak maupun suku Dairi, karena menurut mereka suku Boang memiliki marga-marga sendiri dan bahasa sendiri yang berbeda dengan bahasa suku Pakpak. Alasan lain mereka menuturkan bahwa suku Boang secara mayoritas adalah penganut agama Islam, berbeda dengan suku Pakpak maupun suku Dairi yang mayoritas beragama Kristen (Protestan dan Katolik).

Suku Boang memiliki marga-marga yang berbeda dengan suku Pakpak dan suku Dairi.
Marga-marga suku Boang adalah :
- Kombih
- Barat
- Malayu
- Padang
- Berampu

Sepertinya Suku Boang ingin melepaskan diri dari bayang-bayang suku Batak Pakpak maupun suku Batak Dairi, dan menyatakan bahwa suku Boang itu ada. 
Kasus ini mirip dengan penolakan suku Pakpak terhadap sebutan "Batak" dalam label suku Batak Pakpak, yang menunjukkan bahwa suku Pakpak adalah suku Pakpak, bukan bagian dari suku Batak lagi.
Begitu jugalah yang terjadi pada suku Boang, yang ingin menampilkan identitas diri sebagai suku Boang, bahwa suku Boang adalah suku Boang, bukanlah bagian dari suku Pakpak maupun suku Dairi.

Dalam banyak studi telah diperlihatkan bahwa perubahan wilayah tempat tinggal, latar belakang sosial, dan latar belakang kebudayaan merupakan konteks yang memberi warna bagi identitas kesukubangsaan (Abdullah, 2006:43).

Mengenai perubahan budaya sebagai bentuk identitas Nainggolan (2006:107) menjelaskan ada 6 faktor yang menyebabkan perubahan identitas : (1) kultur homogen (2) besarnya jumlah kelompok etnis, (3) kultur dominan lokal (4) tekanan dari kultur homogen, (5) kultur lokal yang plural, dan (6) waktu.


diolah dari berbagai sumber


Suku Dairi

Suku Dairi, adalah suku yang bertempat di Kabupaten Dairi.
Menurut suku Batak Pakpak, suku Batak Dairi adalah bagian dari 5 (lima) sub suku Batak Pakpak, yaitu suku Pakpak Klasen dan suku Pakpak Boang.
Tetapi bagi suku Dairi Klasen, mereka tidak mau disebut sebagai orang Pakpak atau suku Pakpak. Mereka mengaku bahwa mereka adalah suku Dairi atau suku Batak Dairi. Menurut mereka yang disebut suku Pakpak itu adalah dari puak Pegagan, puak Kepas dan puak Simsim lah yang dinamakan suku Pakpak.

Suku Dairi, terdiri dari:
  1. Suku Dairi Klasen
  2. Suku Dairi Boang, kadang disebut sebagai suku Julu
  3. Satu komunitas yang menempati daerah Boang, yang menyebut dirinya suku Kahia, atau suku Dairi Kahia, kadang-kadang disebut juga sebagai suku Pakpak-Kahia. Mereka mengatakan dulunya mereka memang berasal dari wilayah Pakpak sekarang, tetapi mereka bukanlah suku Pakpak.
Tetapi, dari walaupun menurut mereka, bahwa suku Dairi dan suku Pakpak saling berbeda, tetapi dari segi adat istiadat serta bahasanya, pada umumnya suku Dairi adalah sama dengan suku Pakpak. Perbedaan hanya terlihat dari dialek yang mereka gunakan.


diolah dari berbagai sumber

Suku Pakpak

Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di pulau Sumatra Indonesia dan tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatra Utara dan Aceh, yakni di kabupaten Dairi, kabupaten Pakpak Bharat, kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatra Utara) dan kabupaten Aceh Singkil serta kota Sabulusalam (provinsi Aceh).

Rumah Tradisional Suku Pakpak
Suku Pakpak yang berada di Sumatra Utara terpusat di dataran tinggi Sumatra Utara, tepatnya di kabupaten Dairi beribukota Sidikalang dan kabupaten Pakpak Bharat beribukota Salak.
Selain itu juga tersebar di beberapa kabupaten lain dan di kabupaten Singkil provinsi Aceh.

Bagi masyarakat Pakpak untuk menyebut wilayah Pakpak, biasanya dengan sebutan "Tanoh Pakpak".

Suku Pakpak terdiri atas 5 subsuku, dalam istilah setempat sering disebut dengan istilah Pakpak Silima suak yang terdiri dari :
  1. Pakpak Klasen (kabupaten Humbang Hasundutan dan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara)
  2. Pakpak Simsim (kabupaten Pakpak Bharat Sumatra Utara, ibukota Salak)
  3. Pakpak Boang (kabupaten Aceh-Singkil dan kota Sabulusalam-Aceh) propinsi Aceh
  4. Pakpak Pegagan (kabupaten Dairi Sumatra Utara, ibukota Sidikalang)
  5. Pakpak Keppas (kabupaten Dairi Sumatra Utara, ibukota Sidikalang)
Suku bangsa Pakpak mendiami bagian Utara, Barat Laut Danau Toba sampai perbatasan Sumatra Utara dengan provinsi Aceh (selatan).
Menurut penuturan masyarakat Pakpak di kabupaten Dairi, suku bangsa Pakpak pada dahulunya berasal dari keturunan tentara kerajaan Chola dari India Selatan yang menyerang kerajaan Sriwijaya pada abad 11 Masehi.
Menurut masyarakat Pakpak sendiri mengindikasikan bahwa suku Pakpak adalah suku tertua dari rumpun Batak, bahkan lebih tua dari Batak Toba, Batak Karo, Batak Singkil dan lain-lain rumpun Batak. Pada saat sekarang ini kebanyakan masyarakat Pakpak sendiri enggan mengaku dan dianggap sebagai bagian dari  "Batak". Meski sebenarnya dari segi sejarah, asal usul, adat-budaya, bahasa, fisik dan karakter, bahwa suku Pakpak masih tergolong ke dalam rumpun Batak.
Bukan karena egoisme dan alergi terhadap istilah "Batak", melainkan ingin menunjukkan bahwa suku Pakpak itu memang ada dan terlepas dari bayang-bayang istilah "Batak" yang cenderung diartikan sebagai Batak Toba, Batak Karo dan Batak Mandailing yang selama ini lebih dikenal oleh dunia.

Perempuan Pakpak
Secara kasat mata, memang sulit membedakan antara suku Pakpak dengan suku Batak lainnya, sehingga para ilmuwan menggolongkan suku Pakpak ke dalam sub-suku Batak.

Situs-situs bersejarah tentang suku Pakpak ini sudah sangat langka. Rumah tradisional yang mencerminkan budaya asli orang Pakpak kini juga hampir tidak terlihat di perkampungan suku Pakpak.
Literatur lengkap tentang sejarah suku bangsa Pakpak ini, sangat jarang ditemukan.
Jumlah penutur bahasa Pakpak saat ini semakin menciut membuat identitas suku ini semakin hilang ditelan kemajuan zaman.

Komunitas terkecil pada suku Pakpak disebut Lebuh dan Kuta. Lebuh, merupakan bagian dari Kuta yang dihuni oleh klan kecil, dan Kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klan besar (marga) tertentu, yang dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu dikategorikan sebagai pendatang. Orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klan (kelompok kekerabatan)nya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest).

Suku Pakpak sering dikelompokkan menjadi sub etnis Batak.

Sejarah Perkembangan dan Persebaran Kelompok Suku Bangsa Pakpak
Belum ada bukti yang pasti tentang sejarah asal usul orang Pakpak. Beberapa versi asal usul dari penuturan masyarakat Pakpak maupun dari rumpun Batak lainnya adalah :
  1. Pertama dikatakan bahwa orang Pakpak berasal dari Assam, India Selatan, selanjutnya masuk ke pedalaman dan berkembang menjadi orang Pakpak. Alasan dari India didasarkan pada adanya kebiasaan tradisional Pakpak dalam pembakaran tulang-belulang nenek moyang dan Barus sebagai daerah pantai dan pusat perdagangan berbatasan langsung dengan tanoh Pakpak.
  2. Versi lain menyatakan orang Pakpak berasal dari etnis Batak Toba. Alasan Pakpak berasal dari Batak Toba, karena adanya kesamaan struktur sosial dan kemiripan nama-nama marga.
  3. Sedangkan versi lain menyatakan orang Pakpak sudah lebih dahulu ada sebelum suku Batak ada, dengan kata lain suku Pakpak adalah clan Batak yang pertama dan tertua di Sumatra. Alasan suku Pakpak sebagai suku Batak tertua atau lebih dulu ada dari suku Batak adalah dari didasarkan pada folklore di mana diceritakan adanya tiga zaman manusia di Tanoh Pakpak, yakni zaman Tuara (Manusia Raksasa). zaman si Aji (manusia primitif) dan zaman manusia (homo sapien).
Juga ada versi yang menceritakan asal usul suku Pakpak dengan marga-marganya, keturunan dari tokoh-tokoh di bawah ini.
  • Si Aji, dengan keturunannya bermaga Padang, Brutu dan Solin.
  • Si Raja Pako, tempat di Sicike-cike dengan keturunannya Marga Ujung Angkat, Bintang Capah, Sinamo, Kudadiri dan Gajah Manik (Si Pitu Marga)
  • Pubada, dengan keturunannya Manik, Beringin, Tendang, Bunurea, Gajah, Siberasa.
  • Ranggar Djodi
  • Mbello, (Perbaju bigo) Menurut kisah telah tenggelam oleh suatu peristiwa.
  • Sanggir, dengan keturunannya Tumangger, Tinambunan, Anakampun, Meka, Mungkur, Pasi, Pinayungen.
Mana yang benar tentu menjadi relatif karena tidak didukung oleh fakta yang objektif. 

Marga Pakpak Simsim:
- Berutu, Padang, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar, Kebeaken, Lembeng, Cibro, dan lain-lain. 

Marga Pakpak Keppas:
- Ujung, Capah, Kuda diri, Maha dan lain-lain. 

Marga Pakpak Kelasen: 
- Tumangger, Tinambunen, Kesogihen, Meka, Maharaja, Ceun, Mungkur dan lain-lain.

Marga Pakpak Pegagan:
- ?

Marga Pakpak Boang: 
- Saraan, Sambo, Bacin dan lain-lain.

Sebagian masyarakat Pakpak masih meyakini hal-hal gaib, misalnya di setiap lebuh dan kuta ditemukan adanya area-area yang dianggap pantang untuk diganggu, menurut keyakinan mereka, tempat-tempat trsebut memiliki unsur biotik dan abiotik, karena dianggap mempunyai kekuatan gaib antara lain: rabag, gua, daerah pinggiran sungai dan jenis-jenis pohon dan binatang tertentu yang dianggap memiliki mana. Jenis tumbuhan tersebut misalnya pohon ara, Simbernaik (sejenis pohon penyubur tanah). Jenis binatang yang jarang diganggu seperti monyet, kera dan harimau. Pada awalnya tempat-tempat tersebut dijadikan sebagai tempat persembahan terhadap kekuatan gaib namun saat ini walaupun umumnya mereka telah menganut agama-agama besar seperti Kristen dan Islam, tetap dianggap keramat dan mempunyai kekuatan sehingga kalau diganggu dapat berakibat buruk terhadap keselamatan.


lihat juga:
- bahasa Pakpak


diolah dari:
- wikipedia
- kompasiana
- buku: aspek-aspek kultural etnis pakpak (sebuah eksplorasi tentang potensi lokal); penerbit monora medan : lister berutu, pasder berutu, mariana makmur. cetakan pertama 2002.

Marga Suku Pakpak

Suku Pakpak adalah salah satu suku di Sumatra, salah satu dari rumpun Batak yang bertempat tinggal di dataran tinggi di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasudutan, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Singkil-Aceh.
Seperti rumpun Batak lainnya, suku Pakpak juga mengenal marga-marga sebagai identitas asal usul mereka. Berikut daftar marga dalam suku Pakpak.

Marga Suku Pakpak
  • Anakampun
  • Angkat
  • Bako
  • Bancin
  • Banurea
  • Berampu
  • Berasa
  • Beringin
  • Berutu
  • Bintang
  • Boang Manalu
  • Capah
  • Dabutar
  • Cibro
  • Gajah Manik
  • Gajah
  • Kabeaken
  • Kesogihen
  • Kaloko
  • Kombih
  • Kudadiri
  • Lembeng
  • Lingga
  • Maha
  • Maharaja
  • Manik
  • Matanari
  • Meka
  • Maibang
  • Padang
  • Padang Batanghari (BTH)
  • Pasi
  • Penarik Pinayungan
  • Sambo
  • Saraan
  • Sikettang
  • Sinamo
  • Sitakar
  • Sitongkir
  • Solin
  • Saing
  • Tendang
  • Tinambunan
  • Tinendung
  • Tumangger
  • Turutan
  • Ujung

Marga Suku Pakpak berdasarkan pembagian Suak (Puak)

Pakpak Pegagan

  • - Matanari
  • - Manik
  • - Lingga


Pakpak Simsim

  • - Berutu
  • - Padang
  • - Bancin
  • - Sinamo
  • - Manik
  • - Sitakar
  • - Kebeaken
  • - Lembeng
  • - Cibro 

Pakpak Keppas

  • - Ujung
  • - Capah
  • - Kuda Diri
  • - Maha 

Pakpak Klasen

  • - Tumangger
  • - Tinambunen
  • - Kesogihen
  • - Meka
  • - Maharaja
  • - Ceun
  • - Mungkur

Pakpak Boang

  • - Kombih
  • - Barat
  • - Malayu
  • - Padang
  • - Berampu
  • - Saraan
  • - Sambo
  • - Bacin



diolah dari sumber:
- word-dialect.blogspot.com
- batakpost.com
- pakpakonline.com
- wikipedia
- dan sumber lain

Suku Taosug (Sulu)


Suku Taosug, kadang disebut juga sebagai suku Sulu, berasal dari kepulauan Sulu provinsi Moro dan Borneo (Sabah) sejak zaman Kesultanan Sulu. Suku ini menggunakan bahasa Taosug sebagai bahasa pertuturan. Agama resmi yang dianut adalah agama Islam. Suku ini memiliki budaya yang unik, yaitu yang populer adalah pakaian tradisionalnya iaitu Kupot dan tarian Daling-daling. Di Sabah pusat pemukiman orang Taosug berada di daerah Kudat, Sempurna, Sandakan, Lahad Datu, kota Kinabalu, Menggatal, Tuaran dan Telipok.

Penduduk Malaysia sebenarnya tidak terlalu mengenal suku Sulu yang terdapat di Sabah itu. Orang Sulu tidak memanggil diri mereka Sulu melainkan menggelar diri mereka sebagai Taosug yang diartikan sebagai "Orang dari Sulu". Orang Taosug hingga hari ini masih menjadi pelarian samada di Sulu atau di Sabah karena tidak mengakui kekuasaan Filipina atas Negara mereka Sulu. Mereka hidup sebagai pejuang bagi daerahnya, tetapi sebagai pemberontak bagi negara Filipina, karena setiap tahun mereka memerangi Filipina karena keinginan mereka lepas dari Filipina dan membentuk suatu negara kedaulatan sendiri.

Suku Taosug (Sulu)
Suku Taosug menjadi mayoritas di kepulauan Sulu dan berbicara dalam Bahasa Sug. Suku Tausug dikelompokkan sebagai ke dalam  rumpun Melayu-Polinesia. Bahasa Sug yang mereka tuturkan mirip dengan bahasa Melayu kuno, yang tercampur dengan beberapa kata bahasa Arab dan bahasa etnik lain di sekitar Mindanao.

Sejarah, bahasa asal Sulu sebenarnya adalah dari bahasa asal Orang Taguimaha (Taguima dari Basilan), walaupun sebenarnya suku Sulu berbeda dengan suku Taguimaha. Menurut sumber dari Salsilah Sulu yang dicatat oleh pencatat sejarah Najeeb Saleeby dalam bukunya The History Of Sulu (Manila: 1908), suku Tausug dan bahasanya berasal dari beberapa etnik yang bergabung di wilayah tersebut, yaitu suku Buranun, suku Taguimaha, suku Baklaya, Orang Dampuan dan Orang Dayak Bajau. Suku kaum Buranun yang berarti orang Bukit adalah salah satu sub etnik suku Dayak yang mendiami kepulauan Sulu. Suku Buranun telah memeluk Islamkan oleh Sharifful Hashim dan orang-orang Bajau yang mengiringi Shariful Hashim dari Johor dan orang-orang Taguimaha (nenek moyang orang-orang Bajau Yakan) yang mengiringi Raja Baguinda dari Pulau Basilan. Mereka berhijrah ke kepulauan Sulu sehingga terbentuk satu masyarakat yang dikenali sebagai masyarakat Tausug.
  • Orang Buranun, adalah orang Dayak berasal dari Kalimantan, dipercayai sebagai yang pertama menduduki kawasan pergunungan di Sulu dan pemukiman terkenal mereka berada di Maimbung.
  • Orang Taguimaha, adalah sekelompok pelindung yang datang dari Pulau Basilan yang mana asal sebenar mereka adalah dari pulau besar Mindanao juga dan pemukiman terkenal mereka di Buansa atau sekarang dikenali sebagai Jolo (sbt. Holo).
  • Orang Baklaya, adalah orang yang mendiami pesisir pantai, yang dipercayai datang dari Sulawesi Indonesia dan pemukiman mereka di Patikul. Orang Baklaya merupakan nenek moyang bangsa Bajo (Bajau) dari daerah Wajo di Sulawesi.
  • Orang Dayak Bajau, penduduk asli Kalimantan yang lama menetap dan tinggal di kepulauan Sulu.
  • Orang Dampuan, yang berasal dari Champa, salah satu tempat bersejarah di Indochina yang sekarang dikenali sebagai Vietnam dan inilah kaum-kaum seperti yang disebut di atas yang mewarnai wajah bahasa dan rupa paras orang Tausug itu sendiri.
Suku Tausug memiliki beberapa dialek berdasarkan kawasan atau daerah di antaranya ialah dialek Tausug Tapul, Tausug Basilan, Lugus, Gimbahanun dan masih terdapat beberapa dialek lagi. Unsur-unsur bahasa Melayu juga terdapat dalam bahasa Sug ini. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pernah mempengaruhi daerah-daerah sekitar wilayah Kepulauan Sulu sebagaimana sebelum kemunculan kerajaan awal Melayu Melaka. Maka setelah kedatangan Islam muncullah Kesultanan Sulu sekitar tahun 1457 M dan pemerintahan Sultan-sultan Sulu berlangsung lama yang terserap ke dalam bahasa Sug hingga bertahan sampai hari ini.

Tausug berasal dari dua suku kata "Tau" bermakna "orang" dan "Sug" bermakna "Arus". Jadi "Tausug" adalah bermakna "Orang Arus".

Masyarakat Taosug pada umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan dan memungut hasil laut seperti mutiara, agar-agar laut, gamat serta berdagang secara Barter antara Borneo Utara (Sabah) dan Zamboanga serta dengan kawasan lain sekitar Asia Tenggara. Aktivitas perdagangan mereka sampai ke luar wilayah di sekitar perairan Laut Sulu hingga ke Laut Sulawesi dan Laut China Selatan. Orang Tausug menjadikan lautan sebagai sumber kehidupan mereka. Satu lagi tafsiran dari perkataan Tausug ialah "Tau Maisug", yang bermaksud "Pemberani" atau "Orang Yang Berani". Spanyol dan Tentara Amerika bahkan mengakui keberanian suku bangsa Taosug ini. Ferdinand Marcos sendiri memerangi kaum ini dengan menetapkan undang-undang tentara di Mindanao dan Sulu. Sebab itu gelar "Juramentado" (Berani Mati) adalah gelar Spanyol kepada Tausug.



Di kepulauan Sulu, suku Taousug hidup berdampingan dengan beberapa etnis lain. Beberapa etnis berbeda dari kepulauan Sulu sebagai bagian dari identitas nasional kolektif, Taosug, adalah:
  • Buranun, (muslim)
  • Baklaya, (muslim)
  • Taguimaha, (muslim)
  • Banjar, (muslim)
  • Sama, (muslim)
  • Dampuan, (muslim)
  • Yakan, (muslim)
  • Subanon, (kristen)
  • Kalibugan, (muslim)
  • Mulbug, (muslim)
  • Jama Mapun, (muslim)
  • Bisayan, (kristen)
  • Palawani, (muslim)
  • Bangingi (muslim) 

diolah dari berbagai sumber

Suku Sangir Talaud

suasana alam Sangihe Talaud
Suku Sangir (Sangihe) Talaud, adalah komunitas suku yang mendiami pulau-pulau kecil antara Sulawesi dan Filipina.

Menurut penuturan tokoh masyarakat Sangihe Talaud, dulunya mereka berasal dari beberapa kelompok suku pendatang yang pada akhirnya berbaur menjadi suatu suku bernama Suku Sangihe Talaud. Suku-suku pendatang tersebut adalah:
- Apapuang (yang paling awal), konon ceritanya berasal dari Bangsa Negrito;
- Dari Saranggani, Mindanao Selatan;
- Dari daratan Merano, Mindanao Tengah;
- Dari Kepulauan Sulu (sebagian kecil adalah raksasa);
- Dari Kedatuan Bowentehu + Manado Tua, dimana ras ini berasal dari Molibagu (Bolangitam).

Suku Sangir Talaud diperkirakan telah ada ribuan tahun Sebelum Masehi, hidup dan bertahan di pulau-pulau antara Sulawesi dan Filipina. Kajian antropologi kebudayaan pada masa sebelumnya menjelaskan orang Sangihe Talaud merupakan rumpun manusia berbahasa Melanesia yang berasal dari migrasi Asia pada 40.000 tahun SM. Kemudian disusul pada masa yang lebih muda sekitar 3.000 tahun SM dari Formosa yang berbahasa Austronesia. Penemuan terbaru yang lebih mengejutkan yang berhasil mematahkan terori linguistic di atas, adalah adanya kemungkinan nenek moyang suluruh klan di Indonesia berasal dari Nias-Mentawai, dengan ciri gen dari masa yang lebih tua sebelum migrasi Formosa.

Dalam aneka budaya lisan di masyarakat Sangihe Talaud, ada cerita nenek moyang seperti pengakuan adanya para Pendatang (Homo sapiens) yang dalam bahasa setempat disebut sebagai Ampuang (manusia biasa). Selain para pendatang ini juga ada dua jenis manusia lain yang telah ada di sana dari masa sebelumnya yaitu Ansuang (raksasa) dan Apapuhang (manusia kerdil). Untuk dua jenis manusia terakhir itu, belum bisa dibuktikan secara ilmiah, karena mereka masih terbatas pada kepercayaan dengan adanya beberapa artefak bekas kaki dalam ukuran besar yang terpahat di bebatuan. Apakah mereka merupakan penyimpangan genetika pada masa itu kemudian diabadikan dalam sejumlah mite dan legenda? Ini masih sebuah pertanyaan.

Sejumlah legenda pun ikut memperkaya kesimpangsiuran jejak asal muasal manusia Sangihe Talaud. Dari kepercayaan turun-temurun. Pulau-pulau Sangihe Talaud konon tercipta dari air mata seorang bidadari. Dari bidadari inilah manusia Sangihe dilahirkan. Ini sebabnya nama Sangihe itu berasal dari kata Sangi (tagis). Di pulau-pulaud Talaud, penyebutan Porodisa untuk kawasan itu justru dikaitkan dengan anggapan dimana manusia Talaud adalah keturunan Wando Ruata, yaitu seorang manusia gaib yang berasal dari Surga. Padahal kata Porodisa menurut teori linguistic justru merupakan mutasi neurologist bahasa lisan dari bahasa Spanyol: Paradiso (surga). Kata Sangi di Sangihe sendiri merupakan mutasi dari kata Melayu: tangis.

Mite lainnya bercerita tentang manusia yang berasal dari telur buaya. Ada juga yang beranggapan terjadi dari evolusi pelepah pisang secara mistis menjadi manusia. Kepercayaan terhadap dewa dewi dan system nilai budaya orang Sangihe Talaud ini menujukan adanya persinggung dengan system nilai di tempat lain seperti teori keseimbangan alam, memiliki kesamaan dengan teori Fun She dan Esho Funi dalam pemahaman Hindu kuno. Kepercayaan “Manna” atau kepercayaan terhadap adanya kekuatan mekanis dalam alam yang mempengaruhi peri kehidupan manusia, bukan tidak mungkin merupakan interpretasi lain akibat mutasi dari pemahaman kaum semitik akan Tuhan. Demikian pula dengan budaya ritual persembahan kurban yang mengunakan symbol darah Manusia yang di pukul sampai mati.
Manusia Sangihe Talaud sejak masa purba, juga mengakui adanya zat suci pencipta alam semesta dan manusia yang di sebut “Doeata, Ruata”, juga dinamakan ”Ghenggona”. Di bawahnya, bertahta banyak roh Ompung (Roh penguasa laut), dan Empung (roh penguasa daratan). Dewa-dewi ini berhadirat di gunung dan lembah-lembah, di laut, di sehamparan karang. Di cerocok dan tanjung. Di pohon, dan dalam angin. Di cahya, bahkan bisikan bayu. Di segala tempat, ruang, dan suasana. Kendati begitu, eksplorasi yang lebih ilmiah terhadap asal usul manusia Sangihe Talaud, yang telah ada saat ini baru sebatas dari masa abad ke 14. Bermula pada periode Migrasi Kerajaan Bowontehu 1399-1500. Disusul periode Kerajaan Manado 1500-1678. Dan terakhir periode kerajaan-kerajaan Sangihe Talaud dari 1425-1951.
Gumansalangi (Upung Dellu) sebagai Kulano tertua kerajaan Tabukan atau Tampunglawo, yang bermukim di gunung Sahendarumang bersama Ondoasa (Sangiang Killa), istrinya, adalah anak dari Humansandulage bersama istrinya Tendensehiwu, yang mendarat di Bowontehu pada awal mula migrasi Bowontehu, Desember 1399. Mereka melakukan pelayaran dari Molibagu melalui Pulau Ruang, Tagulandang, Biaro, Siau terus ke Mangindano (Mindanau-Filipina), kemudian balik ke pulau Sangir – Kauhis dan mendaki gunung Sahendarumang, dimana mereka dan para pengikut mendirikan kerajaan Tampunglawo sebagai kerajaan tertua di Tabukan, yang pada periode kemudian melebar hingga ke seluruh kawasan kepulauan Sangihe dan Talaud.
Sementara Bulango bermigrasi dari Bowontehu pada 1570 menuju Tagulandang dimana anaknya bernama ratu Lohoraung mendirikan kerajaan Tagulandang di pulau itu bersama para pengikutnya.


sumber:
- grandkawanua.com
- wikipedia

Marga Suku Minahasa

Marga suku Minahasa diambil dari nama keluarga yang digunakan oleh kepala rumah tangga (orang tua lelaki), dengan demikian umumnya nama anak dari sebuah keluarga akan ditambahkan nama keluarga sang ayah di belakangnya. Bila seorang perempuan menikah, nama keluarga sang suaminya disisipkan di antara nama depan dan nama keluarga asli perempuan tersebut. Praktik ini menunjukkan pengaruh budaya Spanyol dan Portugis yang masih tersisa di Minahasa. Keluarga itu akan menggunakan kedua marga tersebut sebagai nama resminya.

Berikut daftar marga (fam) pada suku Minahasa.

A
Abutan - Adam - Agou - Agow - Akai - Aling - Alow - Alui - Amoi - Ampow - Andinata - Andu - Anes - Angkouw/Angkuw - Angow - Anis - Antou - Arina - Aruperes - Assa - Atuy - Awondatu - Awui/Awuy

B
Badar - Bangkang - Barahamin - Batas - Bella - Belung - Besouw - Bokau - Bokong - Bolang - Bolung - Bororing - Botto - Botu - Boyoh - Buyung

C
Canon - Coloay - Cornelez - Ciwulusan

D
Damongilala - Damopoli - Damopoli'i -Dalos - Danes - Dapu - Datu - Datumbanua - Dayoh - Dededaka - Deeng - Dendeng - Dengah - Dewat - Dien - Dimpudus - Dipan - Dirk - Dissa - Dodu - Dollo - Dolot - Dompis - Dompas - Dompasa - Dondo - Dondokambey - Donsu - Doodoh - Dopong - Doringin - Dotulong - Dumais - Dumanauw - Dumbi - Dungus - Durand - Dusaw

E
Egam - Egetan - Ekel - Elean - Eman - Emon - Emor - Endei - Engka - Engko - Engelen - Enoch - Ering - Erungan

F
Frederick

G
Gerungan - Golung - Goni - Goniwala - Gonta - Gontung - Gosal - Gumalag - Gumansalangi - Gumansing - Gumion - Gundong

H
Hermanus

I
Ilat - Imbar - Inarai/Inaray - Inkiriwang - Inolatan - Intama - Item - Iroth - Imbang

J
Jakob - Joseph

K
Kaat - Kaawoan - Kaendo - Kaeng - Kaes - Kainde - Kairupan - Kalalo - Kalangi - Kalempou - Kalempouw - Kalengkongan - Kalesaran - Kalici - Kaligis - Kalitow - Kaloh - Kalonta - Kalumata - Kamagi - Kambey - Kambong - Kandio - Kandou - Kanter - Kandouw - Kapahang - Kapantouw - Kaparang - Kapele - Kapero - Kapoh - Kapoyos - Kapugu - Karamoy - Karau - Karauwan - Karouw - Karinda - Karisoh - Karuh - Karundeng - Karuntu - Karuyan - Karwur - Kasenda - Katopo - Katuuk - Kaumpungan - Kaunang - Kawatu - Kawengian - Kawilarang - Kawohan - Kawulusan - Kawung - Kawuwung - Keincem - Keintjem - Kekung - Kelah - Keles - Kelung - Kembal - Kembau - Kembuan - Kemur - Kenap - Kepel - Keraf - Kereh - Kesek - Kewas - Khodong - Kilapong - Kimbal - Kindangen - Kirangen - Kiroh - Kiroiyan - Koapaha - Kodongan - Kodoatie - Koessoy - Kojongian - Koleangan - Kolibu - Kolinug - Koloay - Kolompoy - Kolondam - Kolonio - Koly - Komaling - Komalig - Komansilan - Kombaitan - Komimbin - Kondoi - Kontu - Kontul - Kopalit - Kopitoy - Koraah - Korah - Korengkeng - Korinus - Korompis - Koropitan - Korouw - Korua - Kotambunan - Kountud - Kourow - Kowaas - Kowonbon - Kowu - Kowulur - Koyansouw - Kuhu - Kulit - Kullit - Kumaat - Kumaunang - Kumayas - Kumendong - Kumolontang - Kumontoy - Kupon - Kusen - Kusoi - Karaeng - Komambong - Kukus - Kaseger - Kondolia - Kotel - Kasenda - Kasombang

L
Lala - Lalamentik - Laloan - Lalowang - Laloh - Lalu - Lalujan - Lambogia -Lamia - Lampah - Lampus - Lanes - Langelo - Langelo - Langi - Langitan - Langkai - Languyu - Lantang - Lantu - Laoh - Lapian - Lapong - Lasut - Lauren - Lefrand - Legi - Legoh - Lekes - Lelemboto - Lelengboto - Lembong - Lempash - Lempou - Lempoy -Lenak- Lengkey - Lendeng - Lengkoan - Lengkong - Lensun - Leong - Lepar - Lesar - Lewu - Liando - Limbat - Limbong - Loindong - Lomboto - Limpele - Lintjewas - Lintang - Lintong - Liogu - Litow - Liotohe - Liow - Liu - Liwe - Loho - Loing - Loloang - Lolombulan - Lolong - Lolowang - Lomboan - Lompoliu - Lonan - Londa - Londok - Longdong - Long Dong - Londong - Lonta - Lontaan - Lontah - Lontoh - Losung - Lotulung - Lowai - Lowing - Ludong - Lumanau - Lumangkun - Lumantow - Lumatau - Lumbuun - Lumempouw - Lumenta - Lumentut - Lumi - Lumingas - Lumingkewas - Lumintang - Luminuut - Lumoindong - Lumondong - Lumongdong - Lumowa - Lumunon - Luntungan - Lutulung - Lakoy - Losu - Langow

M
Macawalang - Magonta -Maengkom - Maengkong - Makaampoh - Maidangkay - Mailangkay - Mailoor - Maindoka - Mainsouw - Mait - Makadada - Makal - Makalew - Makaliwe - Makangares - Makaoron - Makarawis - Makaruwung - Makatuuk - Makawalang - Makawulur - Makiolol - Makisanti - Maleke - Malingkas - Maliangkay - Malonda - Mamahit - Mamangkey - Mamantouw - Mamanua - Mamarimbing - Mamba - Mambo - Mambu - Mamengko - Mamentu - Mamesah - Mamitoho - Mamoto - Mamuaya - Mamuntu - Mamusung - Manampiring - Manangkod - Manapa - Manarisip - Manaroinsong - Manayang - Mandagi - Mandang - Mandey - Manese - Manengkei - Mangare - Mangempis - Mangindaan - Mangkey - Mangowal - Mangundap - Manimporok - Maningkas - Manopo - Manorek - Mantik - Mantiri - Mantoauw - Manua - Manueke - Manurip - Manus - Mapaliey - Maramis - Marentek - Maringka - Masael - Masinambau - Masing - Masiruw - Masoko - Massie - Matheos - Matindas - Maukar - Mawei - Maweru - Mawikere - Mawicere - Mawuntu - Mekel - Mema - Mende - Mendur - Mengko - Mentang - Mentu - Meray - Mesak - Mewengkang - Mewoh - Midas - Mince - Mincelungan - Minder - Mingkid - Mioyo - Mogigir - Mogot - Mokalu - Momongan - Momor - Momuat - Monangin - Mondigir - Mondong - Mondoringin - Mondou - Mogi - Mongi - Mongilala - Mongisidi - Mongkaren - Mongkau - Mongkol - Mongula - Moniaga - Moninca - Moningka - Moningkey - Moniung - Moniyong Mononimbar - Mononutu - Montolalu - Montong - Montung - Morong - Motto - Muaja - Muaya - Mudeng - Muke - Mukuan - Mumek - Mumu - Munaiseche - Mundung - Muntu - Muntuan - Muntuuntu - Musak - Musu - Mogonta - Mawey - Manese - Makaliwe

N
Nangka - Nangon - Nangoy - Naray - Nayoan - Nelwan - Nender - Ngala - Ngangi - Ngantung - Ngayouw - Ngenget - Ngion - None-Nongka

O
Ogi - Ogot - Ogotan - Oleng - Oley - Ombeng - Ombu - Ompi - Ondang - Onibala - Onsu - Opit - Orah - Oroh - Otay

P
Paat - Pai - Paila - Pajow - Pakasi - Palangiten - Palar - Palenewen - Palenteng - Palilingan - Palit - Pamaruntuan - Panambunan - Panda - Pandean - Pandeiroth - Pandeiroot - Pandelaki - Pandey - Pandi - Pandong - Pangalila - Pangkahila - Pangau - Pangemanan - Pangila - Pangkerego - Pangkey - Pangkong- Pantonuwu - Pantou - Pantouw - Pantow - Parapak - Parengkuan - Parera - Paruntu - Paseki - Pasla - Pasumiin - Pateh - Pauner - Paulus - Peleh - Pelenkahu - Pelengkahu - Pelleng - Pendang - Pepah - Pesik - Pesot - Piay - Pinangkaan - Pinantik - Pinaria - Pinontoan - Pioh - Piri - Pitong - Pitoy - Podung - Pola -polakitan- Poli - Polii - Polimpong - Politon - Poluakan - Pomantouw - Pomantow - Pomohon - Ponamon - Pondaag - Pondaaga - Pongayouw - Ponggawa - Pongilatan - Pongoh - Ponosingon - Pontoan - Pontoan - Ponto - Pontoh - Pontororing - Porayow - Poraweouw - Porayouw - Porajow - Porong - Posumah - Potu - Poyouw - Pratasik - Pua - Pungus - Punuh - Purasa - Purukan - Pusung - Putong - Putang - Pangerapan

R
Raintung - Rakian - Rambi - Rambing - Rambitan - Rampangilei - Rampen - Rampengan - Rampi - Ransun - Ransingin - Ranti - Rantung - Raranta - Rares - Rarun - Rasu - Ratag - Rattu - Ratulangi - Ratuliu - Ratumbuisang - Raturandang - Ratuwalangaouw - Ratuwalangon - Ratuwandang - Rau - Ruata - Rawung - Regar - Rei - Rembang - Rembet - Rempas - Rende - Rengku - Rengkuan - Rengkung - Repi - Retor - Rimper - Rimporok - Rindengan - Rindorindo - Robot - Roeroe - Rogahang - Rogi - Rolangon - Rolos - Rombang - Rombot - Rompas - Rompis - Rondo - Rondonuwu - Rooro - Ropa - Rori - Roringkon - Rorie - Rorimpandey atau Roringpandey - Roring - Rorintulus - Rorong - Rory - Rosok - Rotikan - Rotinsulu - Rotty -Rottie - Roway - Ruaw - Ruidengan - Rumagit - Rumambi - Rumampen - Rumampuk - Rumangkang - Rumangun -Rumansi - Rumayar - Rumate - Rumbay - Rumbayan - Rumende - Rumengan - Rumenser - Rumetor - Rumimpunu - Rumincap - Rumokoy - Rumondor - Rumpesak - Rungkat - Runtu - Runtukahu - Runtulalo - Runturambi - Runtuwailan - Runtuwene - Runtuwarouw - Ruru - Rurugala - Regoh - Ratumbanua

S
Saroinsong - Sabar - Saerang - Sampel - Sahelangi - Sahensolar - Sakul - Salangka - Salem - Salendu - Sambouw - Sambow - Sambuaga - Sambul - Sambur - Samola - Sampouw - Sangari - Sanger - Sangeroki - Sanggor - Sangkaeng - Sangkoy - Sangkal - Sarapung - Saraun - Sarayar - Sariowan - Sarundajang - Saul - Saweho - Schalwyk - Seke - Seko - Sembel - Sembung - Semeke - Senduk - Sendow - Senewe - Sengke - Sengkey - Senouw - Sepang - Sethaan - Setlight - Sewow - Sigar - Sigarlaki - Simbar - Simbawa - Sinaulan - Sinatrya - Singal - Sinjal - Sinombor - Singkoh - Sinolungan - Sirang - Siwu - Siwy - Solang - Solambela - Somba - Sompi - Sompotan - Sondakh - Soputan - Soriton - Sorongan - Spaer - Suak - Sualang - Suatan - Sumaiku - Sumakud - Sumakul - Sumampouw - Sumangkud - Sumanti - Sumarab - Sumarandak - Sumarauw -Sumayow - Sumele - Sumendap - Sumesei - Sumilat - Sumlang - Sumolang - Sumual - Sumuan - Sundah - Sungkudon - Suot - Supit - Surentu - Suwu - Saren-Sumerah-Sagai-Sumangando

T
Taas - Tairas - Tabiman - Talumepa - Talumewo - Talumantak - Tamaka - Tampongagoy - Tambahani - Tambalean - Tambani - Tambarici - Tamara - Tambariki - Tambayong atau Tambajong - Tambengi - Tambingon - Tamboto - Tambuntuan - Tamburian - Tambuwun - Tamon - Tampa - Tampanatu - Tampanguma - Tampemawa - Tampenawas - Tampi -Tampilang - Tampinongkol - Tangkuman - Tandayu - Tangka - Tangkere - Tatendang – Tangkow - Tangkudung - Tangkilisan - Tangkulung - Tangon - Tanod - Tanor - Tanos - Tarandung - Taroreh - Tarumingi - Tarumingkeng - Tatilu - Tatontos - Taulu - Tawas - Tenda - Tendean - Tengges - Tenggor - Tengker - Terok - Tetengean - Teteregoh atau Teterego - Tewal -Thomas - Thuda - Tidayoh - Tirajoh - Tirayoh - Tiendas - Tijow - Tikoalu atau Ticoalu - Tikonuwu - Tilaar - Timbuleng - Timpal - Timporog - Tinangon - Tinamberan - Tindengen - Tinggogoy - Tintingon - Tirayoh - Tiwa - Tiwon - Tiwow - Toalu - Toar - Todar - Togas -Tolandang- Tololiu- tolukun - Tombeng - Tombokan - Tompodung - Tompunu - Tongkotow - Tongkeles - Tooi - Torar - Toreh - Torek - Tontey - Towo - Tuda - Tuegeh - Tuela - Tuera - Tuilan - Tulandi - Tulaar - Tulenan - Tulung - Tulus - Tulusan - Tumanduk - Tumangkeng - Tumatar - Tumbei - Tumbel - Tumbelaka - Tumbol - Tumbuan - Tumembouw - Tumengkol - Tumewu - Tumilaar - Tumilesar - Tumimomor - Tumion - Tumiwa - Tumiwang - Tumober - Tumondo - Tumonggor - Tumundo - Tumurang - Tumuyu - Tunas - Tundalangi - Tungka - Turang - Turangan - Tuuk - Tuwaidan - Tuwo - Tuyu - Tuyuwale - Tulangouw - Tombey - Terry-tu - Tumilantow - Tumilantou- Tampatty

U
Uguy - Ukus - Ulaan - Umbas - Umboh - Umpel - Undap - Unsulangi - Untu - Ulus - Uway

V
Voerman - Voges - van Duim - van Diest

W
Waani - Wagei - Wagey - Wagiu - Waha - Wahani - Wahon - Watania - Wakari - Wala - Walalangi - Walanda - Walandouw - Walangitan - Walean - Walebangko - Walensendow - Walewangko - Walelang - Waleleng - Walian - Walintukan - Walukow - Waluyan - Warouw - Wanei - Wangania - Wangkar - Wangke - Wangko - Wantah - Wantania - Wantasen - Wariki - Watah - Watti - Watugigir - Watulangkouw - Watuna - Watung - Watupongoh - Waturandang - Watuseke - Wauran - Wawoh - Wawointama - Wawolangi - Wawolumaya - Waworuntu - Wayong - Wehantouw - Weku - Weley - Welong - Wenas - Wensen - Wenur - Weol - Wetik - Wewengkang - Wilar - Winerungan - Winokan - Woimbon - Wokas - Wola (Wollah) - Wondal - Wongkar - Wonok - Wonte - Wooy - Worang - Worotikan - Wotulo - Wowilang - Wowiling - Wowor - Wuaten - Wuisan - Wuisang - Wulung - Wulur - Wungkana - Wungow - Wuntu - Wurangian - Wuwung



diolah dari berbagai sumber:

Marga Suku Lampung

Suku Lampung mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing.

Susunan marga-marga territorial yang berdasarkan keturunan kerabat tersebut, pada masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan dijadikan bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, nampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.

Pada kalangan masyarakat Lampung sendiri, marga-marga tidaklah terlalu penting untung disematkan di belakang nama. Tetapi beberapa masyarakat yang berdiam di beberapa kabupaten, ternyata ada juga yang menggunakan nama marga di belakang nama, seperti Untung Jabung, Chandra Pedada, Agus Mesuji, Hendrik Semaka, April Way Lima Nihan, Alfi Temondo Sia, Ijal Sapahaga dan lain-lain.

Marga suku Lampung adalah sebagai berikut:

No.
Marga
Kecamatan/ Daerah/ Teritorial
1.
Melinting
Labuhan Maringgai
2.
Jabung
Jabung
3.
Sekampung
Jabung
4.
Ratu
Dataran Ratu
5.
Dataran
Dataran Ratu
6.
Pesisir
Kalianda
7.
Rajabasa
Kalianda
8.
Ketibung
Way Ketibung
9.
Telukbetung
Telukbetung
10.
Sabu Mananga
Padangcermin
11.
Ratai
Padangcermin
12.
Punduh
Padangcermin
13.
Pedada
Padangcermin
14.
Badak
Cukuhbalak
15.
Putih Doh
Cukuhbalak
16.
Limau Doh
Cukuhbalak
17.
Kelumbayan
Cukuhbalak
18.
Pertiwi
Cukuhbalak
19.
Limau
Talangpadang
20.
Gunungalip
Talangpadang
21.
Putih
Kedondong
22.
Beluguh
Kotaagung
23.
Benawang
Kotaagung
24.
Pematang Sawah
Kotaagung
25.
Ngarip Semuong
Wonosobo
26.
Buay Nunyai (Abung)
Kotabumi
27.
Buay Unyi
Gunungsugih
28.
Buay Subing
Terbanggi
29.
Buay Nuban
Sukadana
30.
Buay Beliyuk
Terbanggi
31.
BuayNyerupa
Gunungsugih
32.
Selagai
Abung Barat
33.
Anak Tuha
Padangratu
34.
Sukadana
Sukadana
35.
Subing Labuan
Labuan Maringgai
36.
Unyi Way Seputih
Seputihbanyak
37.
Gedongwani
Sukadana
38.
Buay Bolan Udik
Karta (Tulangbawang Udik)
39.
Buay Bolan
Menggala
40.
Buay Tegamoan
Tulangbawang Tengah
41.
Buay Aji
Tulangbawang Tengah
42.
Buay Umpu
Tulangbawang Tengah
43.
Buay Pemuka Bangsa Raja
Negeri Besar
44.
Buay Pemuka Pangeran Ilir
Pakuonratu
45.
Buay Pemuka Pangeran Udik
Pakuonratu
46.
Buay Pemuka Pangeran Tuha
Belambangan Umpu
47.
Buay Bahuga
Bahuga (Bumiagung)
48.
Buay Semenguk
Belambangan Umpu
49.
Buay Baradatu
Baradatu
50.
Bungamayang
Negararatu
51.
Balau
Kedaton
52.
Merak-Batin
Natar
53.
Pugung
Pagelaran
54.
Pubian (Nuat)
Padangratu
55.
Tegineneng
Tegineneng
56.
Way Semah
Gedongtataan
57.
Rebang Pugung
Talangpadang
58.
Rebang Kasui
Kasui
59.
Rebang Seputih
Tanjungraya
60.
Way Tube
Bahuga
61.
Mesuji
Wiralaga
62.
Buay Belunguh
Belalau
63.
Buay Kenyangan
Batubrak
64.
Kembahang
Batubrak
65.
Sukau
Sukau
66.
Balik Bukit Liwa
67.
Suoh
Suoh
68.
Way Sindi
Karya Penggawa
69.
La'ai
Karya Penggawa
70.
Bandar
Karya Penggawa
71.
Pedada
Pesisir Tengah
72.
Ulu Krui
Pesisir Tengah
73.
Pasar Krui
Pesisir Tengah
74.
Way Napal
Pesisir Selatan
75.
Tenumbang
Pesisir Selatan
76.
Ngambur
Bengkunat
77.
Ngaras
Bengkunat
78.
Bengkunat
Bengkunat
79.
Belimbing
Bengkunat
80.
Pugung Penengahan
Pesisir Utara
81.
Pugung Melaya
Lemong
82.
Pugung Tampak
Pesisir Utara
83.
Pulau Pisang
Pesisir Utara
84.
Way Tenong
Way Tenong




diolah dari berbagai sumber